NovelToon NovelToon
Malam Yang Mengubah Takdir

Malam Yang Mengubah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / CEO / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Kantor / Kaya Raya
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Ahmad Tyger

Anya bermimpi untuk memiliki kehidupan yang sederhana dan damai. Namun, yang ada hanyalah kesengsaraan dalam hidupnya. Gadis cantik ini harus bekerja keras setiap hari untuk menghidupi ibu dan dirinya sendiri. Hingga suatu malam, Anya secara tidak sengaja menghabiskan malam di kamar hotel mewah, dengan seorang pria tampan yang tidak dikenalnya! Malam itu mengubah seluruh hidupnya... Aiden menawarkan Anya sebuah pernikahan, untuk alasan yang tidak diketahui oleh gadis itu. Namun Aiden juga berjanji untuk mewujudkan impian Anya: kekayaan dan kehidupan yang damai. Akankah Anya hidup tenang dan bahagia seperti mimpinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ahmad Tyger, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 23 - Suara Tawa

Keheningan di antara mereka terasa damai dan menenangkan.

"Tahu… Aku tahu…" jawab Anya.

Ia tahu, Aiden marah karena peduli. Karena mengkhawatirkan dirinya. Pria itu selalu memikirkan dirinya dan berusaha melindunginya. Walaupun Anya belum mencintai suaminya, ia bersyukur memiliki seseorang sekuat dan setulus Aiden sebagai teman hidup.

Anya menyandarkan kepalanya di lengan Aiden sambil ikut menatap danau. "Terima kasih..." bisiknya lirih.

Aiden merasakan hangatnya tubuh Anya bersandar padanya. Ia tidak bergerak. Bukan karena tidak ingin, tapi karena ia ingin memberi ruang pada Anya untuk merasa aman. Ia tak ingin memeluknya tiba-tiba dan membuat wanita itu menjauh.

Mereka terdiam dalam posisi itu cukup lama, hingga akhirnya Aiden membuka suara.

"Minggu depan aku harus ke luar kota," katanya saat mereka tengah menikmati makan malam.

"Ke mana?" tanya Anya sambil menyuap makanan ke mulutnya. Kini, kehangatan sudah kembali hadir di antara mereka. Suasana makan malam pun terasa ringan.

"Ada urusan pekerjaan," jawab Aiden singkat.

"Berapa lama?"

"Tiga hari..." jawab Aiden. Tapi sebelum Anya sempat berkata apa-apa, ia balik bertanya, "Kamu mau aku tetap di rumah? Aku bisa batalkan perjalanannya."

Anya spontan berhenti menyendok makanannya. "Ah, nggak perlu!" ucapnya sambil menggeleng cepat. "Aku mana berani mencegahmu pergi. Itu pasti urusan penting."

Aiden mengernyitkan dahi. Anya tidak berusaha menahannya pergi, bahkan terkesan senang ia akan pergi.

Memang, di dalam hati kecilnya, Anya merasa sedikit lega. Ia akan bebas selama tiga hari. Tapi rasa bersalah juga muncul karena ia merasa begitu. Ia tahu Aiden selalu bersikap baik, dan ia seharusnya membalas dengan hal yang sama. Tapi perasaan lega itu tetap ada, tak bisa ia abaikan.

Saat melihat raut wajah Aiden berubah, Anya pun mencoba menenangkan suasana. Ia berkata lembut, "Aku tunggu kamu pulang, ya."

"Hmm..." balas Aiden. Dan seperti yang diduga Anya, kalimat itu berhasil mengubah ekspresi wajah Aiden. Pria itu tampak senang. Bagi Aiden, kalimat sederhana itu sangat berarti. Dulu, ia selalu pulang ke rumah kosong. Hanya disambut pelayan yang bekerja karena digaji. Kini, ia punya istri yang akan menunggunya di rumah.

Meski istrinya belum mencintainya… tak apa. Yang penting, Anya tetap di sisinya.

Setelah makan malam, mereka kembali ke kamar. Anya langsung masuk ke kamar mandi. Sebelumnya ia tertidur dan belum sempat membersihkan diri. Tubuhnya terasa lengket dan tidak nyaman.

Saat keluar dari kamar mandi, ia melihat Aiden sudah berbaring di sisi tempat tidur. Matanya terpejam, tapi Anya tak yakin apakah pria itu tidur atau hanya beristirahat. Karena biasanya, Aiden sering menutup mata untuk mengistirahatkan penglihatannya.

Anya pun perlahan naik ke tempat tidur. Ia berusaha tidak menimbulkan suara. Ia tak mau mengganggu Aiden.

Mereka tidur bersebelahan, tanpa bersentuhan. Tapi hangat tubuh masing-masing terasa. Keberadaan satu sama lain terasa menenangkan.

Anya tak tahu sejak kapan perasaan ini tumbuh dalam dirinya.

Apakah karena Aiden begitu bisa diandalkan?

Atau… apakah ia mulai jatuh cinta?

Tidak mungkin...

Tak mungkin ia mencintai seseorang secepat ini setelah...

Anya memejamkan mata, membiarkan dirinya tertidur… masuk ke alam mimpi

Dokter Tara tiba di rumah Aiden tak lama setelah dipanggil oleh Bu Hana. Kebetulan hari itu ia sedang tidak ada jadwal, sehingga bisa segera datang.

Ketika Aiden masuk ke kamar tidur, ia mendapati Dokter Tara sedang memeriksa kondisi Anya.

Wajah Anya tampak pucat, matanya tertutup, dan tubuhnya lemas terbaring di atas ranjang. Hana berdiri di samping Dokter Tara dengan wajah cemas, menanti hasil pemeriksaan dan kedatangan Aiden.

Aiden langsung menghampiri mereka, diikuti oleh Harris yang berada tepat di belakangnya.

"Ada apa dengan Anya? Kenapa tiba-tiba dia sakit?" tanyanya cepat.

Dokter Tara melepaskan stetoskop dari telinganya dan menggantungkannya di leher. Ia menoleh menatap Aiden.

"Sepertinya ini reaksi alergi. Apakah pasien punya riwayat alergi makanan?" tanyanya.

Wajah Hana semakin cemas mendengar diagnosa itu. Apakah ada bahan masakan yang membuat Anya sakit seperti ini? Ia bahkan tak tahu kalau Anya punya alergi.

Aiden juga sama bingungnya. Ia hanya menggeleng saat Dokter Tara bertanya.

"Untuk mengetahui penyebab pastinya, sebaiknya dilakukan tes alergi lebih lanjut," kata Dokter Tara.

“Kopi...” Suara lirih terdengar pelan. Semua orang sontak menoleh ke arah sumber suara.

Perlahan, Anya membuka matanya. Ia melihat orang-orang berkumpul di sekitarnya. Ia samar-samar mendengar percakapan mereka, tapi tubuhnya masih terlalu lemas untuk berbicara, hingga hanya satu kata yang keluar.

Anya ternyata alergi kopi!

Mendengar itu, amarah Aiden langsung membuncah. Jadi penyebab sakit Anya adalah kopi sialan yang disiramkan Natali kemarin di kafe! Semua ini gara-gara Deny dan Natali!

Tangan Aiden mengepal erat, rahangnya mengeras menahan emosi. Seharusnya dia tidak melepaskan mereka begitu saja kemarin. Menyiram wajah Natali dengan kopi panas belum cukup! Tidak sebanding dengan penderitaan yang Anya alami sekarang.

Dia harus membalas mereka lebih kejam.

"Aku akan memberinya suntikan untuk meredakan reaksinya. Ia harus banyak istirahat selama beberapa hari ke depan dan jangan kelelahan," kata Dokter Tara, menatap Anya dengan lembut.

“Hm…” Anya hanya mengangguk lemah.

Setelah memberikan suntikan dan resep obat, Dokter Tara berpamitan. Ia juga menitipkan pesan pada Hana untuk memastikan Anya cukup istirahat.

Hana menyiapkan bubur hangat karena tahu Anya belum makan seharian. Ia menyuruh Anya makan sedikit agar perutnya tidak kosong.

Setelah makan, kondisi Anya mulai membaik. Mungkin obatnya sudah mulai bekerja, tubuhnya tak selemas sebelumnya. Tapi ia menyadari Aiden tak terlihat sama sekali sejak Dokter Tara pergi. Ke mana pria itu?

Tak lama kemudian, Anya pun kembali tertidur.

Sementara itu, Aiden menenggelamkan diri dalam pekerjaannya di ruang kerja. Tapi sia-sia. Bahkan Harris, yang sudah mengenalnya sejak kecil, bisa melihat bahwa Aiden benar-benar tidak fokus. Suasana hatinya sangat buruk.

“Pak, apa…” Harris belum sempat menyelesaikan kalimatnya, Aiden sudah mengangkat tangan, memberi isyarat untuk diam.

“Aku pasti akan membalas mereka… saat waktunya tiba,” ujar Aiden dingin dan tajam.

Dia sudah menyusun berbagai rencana. Tapi dia menunggu saat yang tepat untuk menjatuhkan Deny dan Natali. Mereka akan menerima balasan yang sepadan.

Akhirnya Aiden memutuskan meninggalkan ruang kerja dan kembali ke kamar. Saat masuk, kamar sudah gelap, hanya diterangi lampu meja kecil di samping ranjang.

Anya masih tertidur. Tubuh mungilnya meringkuk di bawah selimut tebal. Kali ini, ia tampak tidur lebih tenang dan nyaman.

Aiden duduk di tepi ranjang dan menyentuh dahi Anya untuk mengecek suhunya. Demamnya sudah turun.

Saat merasakan sentuhan itu, Anya terbangun perlahan. Ia membuka mata dan melihat Aiden duduk di sampingnya. Kali ini, pria itu tidak mengenakan pakaian kerja, tapi pakaian rumah yang lebih santai.

“Kamu sudah merasa lebih baik?” tanya Aiden.

“Sudah mendingan…” jawab Anya pelan.

Aiden tak menarik kembali tangannya. Ia justru membelai rambut Anya perlahan. Sentuhannya begitu lembut. Anya terkejut. Biasanya Aiden menjaga jarak, jarang menyentuhnya. Tapi kali ini… terasa berbeda.

Tapi ia tidak membenci sentuhan itu…

“Kenapa tidak kerja?” tanya Anya.

“Aku lagi istirahat.” jawab Aiden singkat. Ia tidak bilang bahwa pikirannya tak bisa tenang jika jauh dari Anya. Namun setelah berada di dekatnya, hatinya perlahan jadi tenang.

Anya membawa ketenangan dalam hidupnya.

“Tidur aja, biar aku balik kerja,” kata Aiden, hendak pergi.

Tapi tiba-tiba, Anya menarik pergelangan tangannya, menahan kepergiannya. “Gak apa-apa, aku belum ngantuk,” katanya pelan.

Ia sendiri heran kenapa berani melakukan itu. Begitu sadar bahwa ia masih memegang tangan Aiden, buru-buru ia melepasnya dan menyembunyikan wajah di balik selimut.

Aiden tertawa kecil melihat reaksinya. Tawa itu adalah yang pertama kali Anya dengar dari pria itu. Hangat, ringan, dan menyenangkan. Anya ikut tersenyum dan tertawa kecil.

Aiden tetap tinggal menemani Anya sampai perempuan itu tertidur lagi. Sebelum pergi, ia mengecup lembut kening Anya.

Di dalam hati, ia bertekad lebih kuat lagi.

Ia tidak akan membiarkan siapa pun menyakiti Anya lagi. Termasuk ayahnya sendiri. Ia akan membalas semuanya. Seribu kali lipat.

1
Syifa Aini
kalo bisa updetnya 3 atau 4 x dalam sehari. 🥰
Syifa Aini
alur ceritanya menarik, lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!