Drasha, si gadis desa yang cantik dan polos tiba-tiba diklaim sebagai keturunan keluarga Alveroz yang hilang 15 tahun silam.
Kecuali Nyonya besar Alveroz, tidak ada dari keluarga itu yang menerima Drasha. Bahkan dua orang yang katanya mama papa biologis Drasha lebih mengutamakan sang anak angkat.
Bagi mereka, Drasha adalah putri palsu yang hanya ingin memanfaatkan harta keluarga Alveroz. Sementara itu, sang anak angkat yang pandai mengambil hati keluarga, membuat posisi Drasha semakin terpojok.
Tapi, tanpa mereka semua tahu, Drasha bukan ingin memeras harta keluarga Alveroz melainkan dia membawa dendam dalam hatinya.
Siapa Drasha sebenarnya? Apakah dia memang putri palsu atau justru putri asli keluarga Alveroz? Dendam apa yang membuat Drasha memasuki keluarga Alveroz?
Yuk temukan jawabannya di cerita Drasha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Strategi Template Cherryl
Drasha duduk di tepi kolam renang sambil mengayunkan kakinya dalam air. Gadis itu juga sedang mengutak-atik isi tablet barunya.
Dari arah pintu kaca, Cherryl menghentikan langkah saat melihat Drasha. Cewek sok polos itu harus dikasih pelajaran.
Dia berbalik cepat dan menyodorkan tangan pada asistennya, dia meminta beberapa tas belanja untuk digantung di lengannya.
"Sisanya taro di kamar saya," kata Cherryl.
"Baik, Nona." Sang asisten membungkuk sekilas lalu pamit undur diri.
Setelah itu, Cherryl melenggang keluar menuju kolam renang.
"Hi, Drasha," sapa gadis berambut panjang gelombang itu dengan tenang. Tidak biasanya. Dia suka meledak-ledak kalau berdua dengan Drasha. Tapi kali ini, dia sedikit berbeda.
Drasha menoleh, mengangkat kakinya keluar kolam dan berdiri.
Dua gadis cantik itu akhirnya berhadapan.
"Tablet baru, yah." Lirik Cherryl pada benda lebar di tangan Drasha.
"Iya, papa kamu yang beliin tapi dia udah jelasin kok kalau dia cuma nggak mau berdebat sama oma, makanya dia nururtin permintaan oma buat beliin aku tablet dan hape baru juga."
"Oh gitu…" Cherryl tersenyum datar.
"Aku udah nolak, tapi dia paksa aku untuk terima."
"Ya mau gimana lagi." Cherryl mendekat dan berbisik di telinga Drasha. "Tapi gue gak bakalan biarin lo seenaknya, Drasha. Gue bakalan terus gangguin lo, sampai lo sendiri yang nyerah dan ninggalin keluarga Alveroz."
Bibir Cherryl semakin mendekat di daun telinga Drasha. "Gue udah pernah nawarin buat nyariin lo sekolah dan tempat tinggal di luar negeri, tapi lo sendiri yang nolak, jadi rasain sendiri resikonya."
Kening Drasha mengernyit.
Sementara itu, Cherryl menarik tangan Drasha pelan mengarah ke kolam renang, lalu melemparkan semua tas belanja di tangannya.
"Cherryl kamu –," belum sempat selesai bicara, Cherryl sudah melepaskan lengan Drasha dan menjatuhkan diri ke dalam kolam renang, seolah-olah Drasha yang mendorongnya.
Byurrr!
Lagi-lagi strategi template. Play victim.
Drasha diam membeku. Matanya mengedip pelan, berusaha memproses apa yang terjadi. Angin malam menyibak ujung rambutnya yang tergerai lurus.
Dan, tidak ada tanda-tanda Cherryl naik ke permukaan.
Apa dia tidak bisa berenang?
Kalau iya, segitunya dia sampai mengorbankan nyawanya karena ingin menyingkirkan Drasha dari keluarga Alveroz?
Dari jauh seseorang berteriak kencang. "CHERRYL!"
Ternyata Nikko. Cowok itu berlari kencang dan tanpa aba-aba langsung melompat ke dalam kolam. Dalam hitungan detik, dia mengangkat Cherryl ke permukaan, lalu berenang ke pinggir.
Bersamaan dengan itu, mama Tamara dan tante Seraphina juga mendekat dengan langkah cepat. Wajah mereka panik menyala di bawah cahaya malam.
"Ada apa ini!?" sahut tante Seraphina.
Sedangkan mama Tamara tanpa pikir panjang langsung melayangkan telapak tangannya ke pipi Drasha.
PLAK!
Tamparan itu membuat wajah Drasha menoleh tanpa ia inginkan.
"KAMU MAU MEMBUNUH ANAK SAYA, HAH!" bentak mama Tamara. Sorot matanya menusuk tajam. Tinjunya mengepal kuat di samping tubuhnya.
Tidak menjawab. Drasha hanya menyentuh pipinya yang merah.
Di sisi lain, Nikko membaringkan Cherryl dengan pelan di tepi kolam. Gadis itu basah kuyup, rambutnya menempel di wajah pucatnya, bibir Cherryl juga membiru.
Nikko berlutut di samping Cherryl, napasnya sendiri belum teratur, tapi tatapannya tertuju fokus pada Cherryl.
Mama Tamara dan tante Seraphina mengabaikan Drasha lalu mendekat pada Cherryl yang tidak sadarkan diri.
"Lakukan sesuatu, Nikko," kata mama Tamara panik.
"Iya, tante," tanpa ragu Nikko menekan dada Cherryl dengan kedua tangannya. Mengikuti ritme pertolongan pertama yang sudah dia hafal di luar kepala karena sering mendapatkan adegan itu saat berakting.
Satu… Dua… Tiga…
"Kak Sera, tolong panggilkan pelayan dan hubungi dokter keluarga," kata Tamara. Tante Seraphina segera bergerak.
Sementara itu, Nikko tidak punya pilihan lain lagi selain memberikan napas buatan untuk Cherryl. Toh mereka juga tidak sedarah. Cowok itu mengangkat dagu Cherryl perlahan dan bibirnya menyatu dengan bibir gadis itu sambil meniupkan napas.
"Ayo bangun, Cherryl!"
Sekali…
Dua kali…
Tiga kali…
Nikko kembali menekan dada Cherryl dengan kedua tangannya, lalu memberikan napas buatan lagi.
Desahan angin malam tak bisa mengaburkan ketegangan yang ada di tempat itu.
Sampai akhirnya, Cherryl terbatuk keras, "uhuk… uhuk…," lalu air keluar dari mulutnya. Dan dengan satu hembusan panik, dadanya terangkat.
Cherryl membuka matanya pelan.
"Anak mama…," lirih mama Tamara lalu mendekap Cherryl ke pelukannya. Nikko terduduk dengan lutut tertekuk di depan. Dia juga berusaha mengatur napas dan rasa paniknya.
Sementara itu, Drasha masih diam.
Tak lama, seorang pelayan datang membuah dua handuk tebal. Satu untuk Cherryl, satunya lagi untuk Nikko. Papa Riovan muncul setelah itu.
"Ada apa!?" tanya pria itu.
"Anak itu mau membunuh anak kita, dia mendorong Cherryl ke kolam renang." Mama Tamara menoleh sejenak ke kolam. Beberapa tas belanja dan dress mengapung di permukaan, sisanya jangan ditanya. Sudah tenggelam. Sepatu, tas dan aksesoris lenyap di dalam kolam.
"Dia sepertinya iri karena Cherryl bisa shopping sedangkan dia tidak. Padahal beberapa hari lalu dia juga belanja banyak."
Seperti biasa, Drasha dituduh pasti dia tidak terima. "Cherryl yang menjatuhkan dirinya sendiri ke kolam berenang, Nyonya, Tuan."
"STOP!" kata papa Riovan menegaskan. "Jangan bicara apa pun lagi."
"Mah… Pah… jangan salahin Drasha, dia nggak sengaja, Mah, Pah," sahut Cherryl lemah.
"Kalaupun memang nggak sengaja dan Drasha marah, itu wajar, memang ini posisi yang harusnya dia tempati, sebagai putri tunggal mama dan papa," sambung Cherryl dengan nada lirihnya.
"Berhenti bilang begitu, sayang," kata mama Tamara, "dia bukan Drasha yang asli." Wanita itu lalu menoleh pada suaminya. "Usir dia, Pah!"
"Mah, Pah, jangan… nanti kalau oma tahu oma pasti marah, nanti penyakitnya juga makin parah … please, Mah, Pah."
"Cherryl... dia hampir membunuh kamu, sayang," protes mama Tamara.
"Mah, Drasha nggak tahu aku nggak bisa berenang, aku yakin Drasha nggak punya niat sejahat itu ke aku."
"Kamu kenapa terlalu baik gini sih, sayang."
"Om, tante, lebih baik kita bawa Cherryl masuk dulu, tante Seraphina kayaknya juga udah hubungin dokter, di sini dingin, Cherryl makin pucat," saran Nikko.
Papa Riovan segera merendahkan badan dan mengangkat Cherryl ke pelukannya. Dia lalu membawa putrinya masuk ke dalam. Mama Tamara dan seorang pelayang mengikuti.
Drasha memandangi punggung mereka sampai hilang dari tatapannya.
Tak lama setelah itu, Nikko mendekat dan menatapnya dingin.
"Aku sebenernya gak peduli dengan keberadaan kamu di sini, kamu siapa sebenarnya, tujuan kamu apa... i don’t fvcking care!"
"Tapi karena kamu nyentuh Cherryl, artinya kamu berhadapan sama aku."
Drasha menelan salivanya kuat-kuat. Kecuali oma Helena, Heti, Lina dan mungkin Madam Elowen, tampaknya orang-orang di keluarga ini sangat mudah dimanipulasi.
Lihat saja mereka begitu saja percaya dengan Cherryl yang jelas-jelas menenggelamkan dirinya sendiri itu.
Ketika Nikko berlalu dengan langkah tegasnya, Drasha mengedarkan pandangan.
Dia mungkin bisa membuktikan dirinya tidak bersalah dengan rekaman CCTV yang ada di sekitar kolam. Tapi, tampaknya di titik Cherryl melepaskan diri dari tangan Drasha tidak tertangkap kamera CCTV. Titik buta.
Drasha harus mengakui kalau tidak salah Cherryl masuk di jajaran anak platinum di Alveroz Highschool.
“Lumayan cerdik,” gumam Drasha datar.
cwo yg di toilet restoran itu jg gk sih
penasaran bangt sm siapa drasha
beneran drasha asli ato plsu