Velia diperlakukan dingin oleh suaminya, Kael setelah menikah. Belum sempat mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan dirinya malah mendapati Kael mengkhianati dirinya.
Dalam semalam, Kael menunjukkan sifat aslinya membuat Velia tak tahan dan mengakhiri hidupnya. Namun, Velia justru terbangun di masa lalu dimana dirinya belum mengenal Kael sama sekali. Apa yang akan di lakukannya pada kesempatan kedua ini? Apakah gadis itu berhasil mengubah takdir? atau justru menempuh jalan yang sama?
cr cover: https://pin.it/5RJgxu4Ex :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Sebuah ponsel yang tergeletak di atas ranjang tiba-tiba berdering, menyita perhatian Kael yang tengah duduk sambil membaca buku di sampingnya.
Senyumnya merekah ketika melihat nomor panggilan yang masuk. Dengan cepat ia langsung mengangkat panggilan itu.
Kael: Ya?
Orang asing: Target berhasil di eksekusi.
Kael: Kau sudah memastikan semuanya aman, kan?
Orang asing: Ya, hanya ada seorang pria yang melihatnya. Tapi tenang, kami bisa mengurusnya.
Kael: Baiklah, aku akan mentransfer bayaranmu secepatnya.
Panggilan terputus. Kael menghela napas, jantungnya berdebar. "Aku sampai harus melakukan rencana lain untuk membalaskan dendamku, Velia," gumam Kael sambil memutar-mutar ponselnya.
"Tapi tidak masalah, meskipun ini jauh berbeda dari rencana awal," ucapnya seraya mengangkat kedua bahu.
"Jika aku tidak bisa memilikimu, maka aku tidak akan membiarkanmu hidup bahagia, Velia. Setelah ini, apa aku harus menyingkirkan Gaby juga?" batin Kael seketika tatapannya berubah menjadi dingin.
...****************...
Beberapa jam sebelumnya
Saat hendak menyebrang jalan, mobil sebuah mobil melaju sangat cepat dari arah berlawanan. Teriakan Daniel menggema, membuat Velia menoleh ke belakang.
Langkah wanita itu membeku. Saat itu juga semuanya terasa begitu lambat. Velia kehilangan kendali atas dirinya sendiri.
Seketika pandangan Velia menjadi gelap, sudah terlambat untuk menghindar. Ban menggeram di atas aspal diiringi dengan deru logam kemudian,
Brak!
Tubuh wanita itu terlempar. Dunia seakan berputar, rasanya seperti melayang dan dihantam sekaligus. Napas Velia tertahan, tubuhnya mendarat dengan keras di permukaan jalan.
Baru darah samar-samar mulai tercium olehnya. Sebelum kesadarannya benar-benar lenyap, ia melihat sosok pria sedang berlari ke arahnya.
"Velia! Bertahanlah! Seseorang tolong panggil ambulance!" pinta Daniel histeris.
Velia terbaring tak berdaya, tubuhnya dipenuhi oleh cairan merah yang terus keluar. "Lagi-lagi aku gagal menghancurkan pria itu," batin Velia dengan tatapan kosong.
Pupil matanya perlahan bergerak menatap Daniel, "Daniel, terimakasih. Jika aku dilahirkan kembali suatu saat nanti, aku akan mencari pria sepertimu," pikir Velia, sudut bibirnya sedikit terangkat sebelum akhirnya kesadarannya sepenuhnya hilang.
Sirine ambulance kian mendekat, Daniel tak kuasa menahan air matanya. Petugas medis turun dari ambulance dan mengangkat tubuh Velia. Daniel ikut naik ke ambulance, ia menatap wajah wanita itu dengan mata yang memerah. "Velia, kumohon jangan tinggalkan aku," batin Daniel kemudian mengusap air matanya.
Pria itu meraih ponsel di sakunya, mencari nomor Nara dan menelponnya.
Nara: Ada apa menelpon di akhir pekan, kau mau memberiku kerjaan?
Daniel: Nara ....
Nara: Kau menangis? Dan lagi, Sirine ambulance?! Apa yang terjadi, Daniel?!
Daniel: Datanglah ke rumah sakit xxxx segera.
Nara: Rumah sakit?! Kau kecelakaan?!
Daniel: Aku menunggumu di sana.
Ucap Daniel lalu memutus sambungan telepon. Di sisi lain, Nara dikuasai oleh rasa gelisah. "Apa yang sudah kau lakukan, Daniel?!" gumam wanita itu lalu menyambar kunci mobil yang ada di atas meja.
Jantungnya terus berdebar sepanjang perjalanan, pikirannya sangat sulit untuk fokus. Nara meraih air mineral yang selalu di simpannya di dalam mobil dan meneguknya. "Bahkan sebotol air pun gagal menenangkanku," ucapnya pelan, nyaris tidak terdengar.
Sesampainya di rumah sakit, Nara kembali menghubungi Daniel dan menanyakan keberadaannya. Setelah mengetahui keberadaan pria itu, ia lalu berjalan dengan cepat ke tempat Daniel.
...****************...
"Hari ini sebaiknya aku merayakannya di mana?" gumam Kael seraya mengikat dasinya. Senyum pria itu merekah, memperlihatkan deretan gigi yang rapi.
"Tapi aneh, kenapa pemberitahuan perusahaan mengenai kabar duka Velia belum ada? Atau mungkin tak ada yang sudi berkabung untuk jalang itu?" ucapnya lalu sedikit tertawa.
Ia merasa aneh, perusahaan seolah menutup mata semua aktivitas di jalankan seperti biasa. Hal itu memenuhi pikiran Kael disepanjang perjalanan, hingga membuatnya tak sadar kalau dirinya telah sampai.
Seperti biasa ia naik ke ruang rapat, bersiap untuk rapat berikutnya mengenai peluncuran produk baru. Seluruh peserta rapat sudah ada di sana kecuali satu orang, Velia.
"Kenapa rapatnya belum di mulai? Semuanya sudah ada di sini," tanya Kael masih belum memahami suasananya.
"Velia masih belum datang," jawab Daniel dingin.
"Apa?! Bukankah dia—"
"Maaf membuat kalian menunggu," sambar seorang Wanita yang sudah berdiri di ambang pintu.