NovelToon NovelToon
Bukan Sekedar Takdir

Bukan Sekedar Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:804
Nilai: 5
Nama Author: xzava

Aku tak pernah percaya pada cinta pandangan pertama, apalagi dari arah yang tidak kusadari.
Tapi ketika seseorang berjuang mendekatiku dengan cara yang tidak biasa, dunia mulai berubah.
Tatapan yang dulu tak kuingat, kini hadir dalam bentuk perjuangan yang nyaris mustahil untuk diabaikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xzava, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

"Lo jam berapa ketemu dosen?" tanya Yura sambil bersandar di kursi kantin, menunggu pesanannya datang.

"Jam setengah sepuluh," jawab Aldin santai sambil memainkan sendok yang baru datang.

Yura mengangguk kecil. Tak lama, ponsel Aldin berdering. Ia melihat layar sejenak, menjawab singkat, "Gue di kantin," lalu menutup panggilan.

"Siapa tuh?" tanya Yura penasaran.

"Pemakan segalanya," jawab Aldin dengan ekspresi datar.

Yura langsung tertawa, sudah paham siapa yang dimaksud. "Rizki?" tanya Yura memastikan, Aldin pun mengangguk.

Belum sampai semenit, Rizki muncul dengan ransel di punggung dan wajah penuh energi.

“Gimana?” tanya Yura dan Rizki bersamaan.

"Gue udah!" sahut Yura cepat, tak mau kalah, lalu memamerkan ekspresi penuh kemenangan.

“Dih, mukanya pengen gue tonjok,” gerutu Aldin sambil melirik sinis, pura-pura kesal.

Rizki tertawa melihat reaksi Aldin.

Aldin pun menoleh ke Rizki. “Lo juga belum, Ki?”

“Gue sih udah,” jawab Rizki santai.

Mendengar itu, Aldin memutar bola matanya. “Ya elah, tinggal gue doang yang belum. Kesel gue,” ucapnya sambil tertawa kecil.

“Jam berapa lo otw Ki?” tanya Yura.

“Jam tujuh gue jalan. Dosen gue ada di perpus, jadi gue langsung ke sana.”

“Bawa motor?”

“Enggak, bawa mobil.”

Mereka mengobrol sambil menikmati sarapan yang baru datang. Obrolan mengalir santai, membahas dosen killer, jadwal sidang, sampai meme lucu yang dikirim di grup. Mereka juga menunggu Febi dan Hana, yang baru akan bertemu dosen siang nanti, jadi masih bersantai di rumah.

Sekitar pukul setengah sepuluh, mereka bertiga beranjak menuju ruang dosen, menemani Aldin yang hendak konsultasi. Di koridor kampus, mahasiswa lalu-lalang, ruang-ruang hampir penuh karena banyak yang sedang belajar.

Setelah Aldin masuk ke ruangan dosen, Yura dan Rizki duduk menunggu di bangku depan ruangan. Namun belum lama duduk, Rizki tiba-tiba berdiri dan pergi tanpa pamit, rupanya melihat temannya di kejauhan.

Yura menunduk, sibuk membuka media sosial. Ia bahkan tak sadar saat seseorang duduk di sebelahnya. Baru ketika orang itu menjatuhkan map ke lantai secara tak sengaja, Yura membungkuk membantu.

Namun ia terkejut saat melihat wajah orang itu.

“Lah, si an—” ucapan Yura terhenti, sadar bahwa yang akan ia ucapkan tidak pantas.

“Apeee? Terusin coba!” bentak si pemilik map, Febi, dengan alis terangkat.

“Kenapa lo diem-diem aja sih?” protes Yura, sedikit kesal.

“Gue lagi deg-degan, makanya diem dulu,” balas Febi sambil merapikan mapnya.

Tak lama kemudian, Aldin keluar dari ruangan, dan Febi langsung berdiri dan masuk ke dalam tanpa sepatah kata pun. Tingkahnya membuat Aldin mengernyit bingung.

“Kenapa tuh temen lo?” tanya Aldin sambil menoleh ke Yura.

“Deg-degan katanya,” jawab Yura, ikut mengangkat bahu.

“Aneh,” gumam Aldin pendek.

“Gimana tadi?” tanya Yura.

“Dapet dong,” jawab Aldin dengan senyum puas sambil menunjukkan lembar tanda tangan.

“Widiih, mantap!” sahut Yura senang.

“Tinggal nunggu Hana nih,” ucap Aldin.

Yura mengangguk. Tepat saat itu, mereka melihat seseorang masuk lewat pintu depan.

“Nah tuh anaknya, panjang umur,” ujar Aldin.

“Keliatannya ada kabar baik deh, mukanya sumringah banget,” komentar Yura saat melihat Hana melambaikan tangan.

“Ayo daftar!” ajak Hana begitu sampai.

“Udah dapet ya?” tebak Yura.

“Yoi dong,” jawab Hana bangga.

“Ayo daftar!” ajaknya lagi.

“Ini nih, anak-anak egois, langsung ngajak daftar tanpa nanya temennya udah atau belum,” sindir Aldin pura-pura frustasi.

“Oh iya!” Hana nyengir salah tingkah. “Febi udah?”

“Belum, baru masuk. Tapi gue, Aldin, sama Rizki udah dapat,” jelas Yura.

“Rizki mana?” tanya Hana sambil duduk.

“Tuh anaknya,” tunjuk Aldin ke arah Rizki yang sedang berlari kecil ke arah mereka.

“Widiiih, sejak kapan lo dateng?” tanya Rizki saat melihat Hana.

“Dari tadi,” jawab Hana santai.

Mereka kembali larut dalam obrolan, tertawa-tawa, hingga akhirnya Febi keluar dari ruangan dengan wajah yang jauh lebih lega dibanding saat ia datang.

“Udah lengkap?” tanya Febi semangat. “Let’s go daftar!”

“Go!” seru mereka serempak, lalu berjalan bersama menuju ruang pendaftaran dengan langkah ringan dan hati yang lega.

Sesampainya di loket akademik, mereka pun berpencar sesuai jurusan masing-masing.

Suasana loket cukup ramai dengan mahasiswa yang sedang mengurus berkas. Namun, di loket jurusan Yura justru sepi. Ia tidak perlu mengantri dan langsung dilayani. Proses pencatatan nama dan pengumpulan berkas secara online pun berjalan cepat.

Setelah selesai, Yura melangkah menuju bangku dekat pintu masuk fakultas, tempat mereka janjian untuk berkumpul kembali.

Matanya menyisir sekeliling gedung, hingga terhenti pada satu sosok yang belakangan ini selalu membuatnya tersenyum tanpa sadar, siapa lagi kalau bukan Ardhan.

Yura sedikit terkejut sekaligus senang. Namun, ia juga heran, kenapa Kak Ardhan bisa ada di kampus ini? pikirnya.

“Kak Ardhan…” gumamnya lirih sambil terus memandangi pria itu yang tampak rapi dengan ransel di tangannya.

Yura pun memutuskan untuk menghampiri.

“Kak Ardhan,” sapa Yura ceria.

“Oh, Yura... Sudah selesai urusannya?” tanya Ardhan sambil tersenyum hangat, menatap Yura.

Yura mengangguk. “Kak Ardhan ngapain di sini?” tanyanya heran.

Ardhan mengangkat bahu sambil tersenyum. “Duduk dulu, saya capek berdiri.”

“Let’s go,” ujar Yura sembari menunjuk bangku tempat ia duduk sebelumnya. Mereka pun duduk berdampingan.

“Jadi, kenapa kakak bisa ada di sini?” tanya Yura lagi penasaran.

Namun, bukannya menjawab, Ardhan justru balik bertanya, “Kamu sendiri ngapain di sini?”

“Habis daftar seleksi judul,” jawab Yura bangga. “Mau lihat?” Ia segera mengeluarkan berkas dan menyerahkannya pada Ardhan.

Ardhan menatapnya sekilas dan mengangguk. “Bagus, semangat ya. Kalau butuh bantuan, tanya aja.”

“Seriusan Kak?” Yura tersenyum senang.

“Iya dong,” jawab Ardhan sambil mengangguk.

“Ya udah, saya duluan, ada urusan,” ucap Ardhan seraya berdiri.

“Hati-hati Kak,” ujar Yura pelan sambil memandangi Ardhan yang berjalan menjauh dengan senyum khasnya.

Setelah sosok Ardhan tak terlihat lagi, Yura baru menyadari satu hal.

“Eh, tadi Kak Ardhan gak jawab pertanyaan gue. Apa jangan-jangan... Kak Ardhan kuliah juga? Tapi masa iya? Atau... dosen? Gak mungkin lah.”

Yura mengerutkan kening, berusaha menebak-nebak.

Tak lama, Febi muncul dan langsung heran melihat Yura tersenyum sendiri.

“Kenapa lo senyum-senyum? Kesambet?” tanya Febi curiga.

“Ngadi-ngadi lo,” Yura melirik kesal. “Tadi gue ketemu Kak Ardhan.”

“Tetangga lo? Hah? Terus mana orangnya? Ngapain di kampus?” Febi menyerang dengan pertanyaan beruntun.

Belum sempat Yura menjawab, Rizki datang menghampiri.

“Ngapain ribut?” tanyanya.

“Nih, si Yura ketemu tetangganya,” jawab Febi cepat.

“Mana orangnya?” Rizki menoleh ke sekitar.

“Udah balik,” jawab Yura datar.

“Terus, dia ngapain di sini?”

Yura menggeleng. “Gak tahu juga. Dia gak bilang apa-apa.”

Mereka bertiga saling pandang, lalu kembali duduk sambil menunggu teman lainnya, namun dalam hati Yura masih penasaran, namun pikirannya justru mengarah ke Ardhan yang kuliah lagi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!