Milana, si gadis berparas cantik dengan bibir plum itu mampu membuat Rayn jatuh cinta pada pandangan pertama pada saat masa kuliah. Namun, tak cukup berani menyatakan perasaannya karena sebuah alasan. Hanya diam-diam perhatian dan peduli. Hingga suatu hari tersebar kabar bahwa Milana resmi menjadi kekasih dari teman dekat Rayn. Erik.
Setelah hampir dua tahun Rayn tidak pernah melihat ataupun mendengar kabar Milana, tiba-tiba gadis itu muncul. Melamar pekerjaan di restoran miliknya.
Masa lalu yang datang mengetuk kembali, membuat Rayn yang selama ini yakin sudah melupakan sang gadis, kini mulai bimbang. Sisi egois dalam dirinya muncul. Ia masih peduli. Namun, situasi menjadi rumit saat Erik mencoba meraih hati Milana lagi.
Di antara rasa lama yang kembali tumbuh dan pertemanan yang mulai diuji. Bagaimana Rayn akan bersikap? Apakah ia akan mengikuti sisi dirinya yang egois? Atau harus kembali menyerah seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meridian Barat, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23 (Fakta dibalik Kisah Erik dan Milana)
.
.
Rayn masih duduk di tempatnya. Menunggu gadis di depannya menghabiskan es krim dan kembali bersuara.
Tadi saat Milana bilang, "Lain kali saya cerita ya, Mas. ini sudah malam."
Namun, dengan cepat Rayn menyahut, "Cerita saja. Aku akan dengarkan."
Dan akhirnya Milana memilih untuk menghabiskan es krimnya dulu. "Sayang kalau mencair," katanya.
Milana meletakkan sendok kayu yang ia pakai memakan es krim ke atas cup yang sudah kosong. Memindahkan cup itu ke sampingnya, kemudian membawa tangannya menumpu dagu.
"Ayo ceritakan. Bagaimana kamu bisa berpacaran dengan orang yang kamu bilang tidak cinta itu," ujar Rayn saat melihat Milana tidak segera bersuara setelah menghabiskan es krim.
'Biarlah, terkesan kepo. Aku hanya ingin tahu bagaimana dia bisa pacaran dengan Erik sampai membuatku patah hati. Kalau Dia tidak cinta.' Begitu pikirnya.
Milana melirik jam tangan bulat yang melingkar di pergelangan tangannya. "Mas Rayn, yakin? Ini sudah hampir pukul sepuluh."
"Aku bilang cerita saja. Tidak usah banyak bertanya." Rayn menatap tajam Milana.
Milana mengernyit. "Apa ini juga termasuk dalam hal yang harus diketahui oleh bosnya?" Mengingat tadi Rayn bilang ia ingin tahu latar belakang gadis itu karena dia adalah karyawannya.
Rayn menghela napas pelan. "Aku bilang cerita saja. Kenapa kau banyak bertanya? Satu lagi, berapa kali aku bilang kalau di luar jam kerja, jangan terlalu formal. Bicara santai saja."
Milana ikut menghela napas pelan. "Dulu, tuh. Di kampus tempat aku kuliah. Kebetulan, aku punya banyak teman laki-laki. Nah, suatu hari, ada yang ngatain aku ... murahan banget, sih! Nempel sama cowok sana-sini. Padahal, aku tuh Deket sama siapa aja, Mas ... Temen cewek, temen cowok. Banyak. Sedangkan aku orangnya, tuh ... Suka gak nyaman kalau ada yang nge-judge soal harga diri begitu. Saat itu, Erik mulai mendekatiku. Beberapa bulan kemudian nembak aku. Tanpa ba-bi-bu, langsung aja aku terima." Milana melirik Rayn, yang dilirik hanya menatapnya, menunggu Milana melanjutkan cerita.
"Jadi intinya. Aku nerima Erik jadi pacar saat itu. Karena aku menghindari cemoohan di kampus. Dan hasilnya, Ya ... mereka gak ada yang nge-judge aku lagi, sejak kabar aku pacaran sama Erik menyebar. Aku seneng banget. Tujuan aku tercapai. Gak ada satu pun lagi orang yang ngatain aku murahan." Milana tersenyum mengakhiri cerita panjangnya.
Dia tidak sadar, perubahan ekspresi di wajah Rayn. Wajah Pria itu sulit dideskripsikan, ada tatapan sesal, kecewa dan juga terkejut di saat bersamaan.
'Dan, kamu juga berhasil buat aku patah hati, Milan. Kabar kencan kamu dengan Erik membuat aku benar-benar patah hati sepatah-patahnya. Membuat aku harus bersusah payah acuh tak acuh saat melihatmu. Aku berusaha keras menepis rasa untuk kamu. Aku tidak berani mendekatimu.'
"Jadi, gitu, Mas. Terdengar egois banget ya ... Aku?" kata Milana. "Aku manfaatin dia," sambung Milana dengan wajah lesu.
Rayn menghela napas tak kentara, dadanya sedikit sesak, mengingat dirinya yang pengecut, dulu.
'Andai saja dulu aku mendekatinya lebih dulu.'
"Lalu, apa kamu putus karena dia tahu masalah itu?" Pertanyaan pertama setelah Rayn diam beberapa saat, untuk mendengarkan cerita Milana.
Milana menggeleng. "Ada masalah lain."
"Apa?"
Milana melipat tangan ke atas meja, menatap pemuda di depannya. "Ada lah, masalah kecil sih, sebenarnya. Cuma ... dia aja yang membesar-besarkan. Tanpa tahu, kalau aku juga sedang punya masalah sendiri saat itu." Milana menunduk, menatap tangannya sendiri. Matanya terasa sedikit panas.
"Hari itu, adalah hari di mana dia wisuda. Satu minggu sebelumnya, dia memintaku untuk datang ke acara itu. Ya, aku menyetujui karena saat itu aku tidak tahu akan ada masalah di hari yang sama." Milana memberi jeda. Dia mengambil napas dan menghembuskannya pelan.
Rayn membawa tubuhnya mendekat ke bibir meja, menatap semakin lekat gadis di hadapannya yang masih setia menunduk.
"Dua hari setelah Erik memintaku datang ke acara wisuda, kabar buruk aku terima. Aku bahkan sempat mengambil cuti kuliah selama sepuluh hari. Erik marah karena aku bilang tidak jadi datang di hari wisudanya. Tanpa dia tanya alasanku apa, marah begitu saja. Dia memintaku pergi. Aku menurutinya. Padahal saat itu aku butuh seseorang. Ya, memang aku tidak menceritakan pada Erik. Karena ia sudah memintaku pergi, aku rasa dia juga tidak berhak tau apa yang terjadi." Sekali lagi, gadis itu menghela napas.
"Aku beralasan akan pergi berlibur bersama orang tuaku, saat bilang bahwa aku mengambil cuti. Dan saat cutiku di hari kedua, kabar buruk, kembali aku terima. Dan tepat di hari wisuda Erik Itu adalah berita terburuk kedua yang aku terima di minggu yang sama. Aku ...." Milana tercekat. Terdiam tidak meneruskan ceritanya. Seakan ada batu besar yang mengganjal tenggorokan. Air bening mulai mengalir di pipi putihnya. Milana segera membawa wajahnya tertelungkup di atas lipatan tangannya.
Kedua alis Rayn tersentak. Dapat ia lihat, punggung gadis itu bergetar pelan. 'Apa, Dia ... menangis?'
Rayn segera berdiri, mendekat ke arah Milana. Mulai terdengar isakan kecil dan samar. Rayn memberanikan diri menyentuh bahu Milana. "Tidak usah diteruskan, jika kau memang tidak ingin bercerita," katanya menenangkan. Menepuk pelan punggung gadis itu.
Rayn tidak tahu, kenapa Milana tiba-tiba menangis. Padahal, sejak tadi gadis itu bercerita dengan wajah lucu.
'Masalah apa, yang sebenarnya kau hadapi, saat itu?'' Rayn menatap sendu Milana yang masih Menangis dalam posisi menelungkupkan wajahnya di atas meja, di antara lengannya sendiri.
'Andai saja, dulu aku tidak pengecut. Mungkin kau tidak akan ada di situasi seperti ini. Hatiku sakit melihatmu seperti ini.'
Rayn tidak bertanya apa pun, hanya menunggu Milana selesai menangis.
...****************...
Rayn benar-benar tidak bisa menebak apa yang ada di kepala kecil Milana.
Bagaimana tidak. Setelah acara menangis tiba-tiba, tadi gadis itu hanya bilang. "Aku tidak apa. Hanya lelah dan mengantuk. Aku memang begitu saat lelah, menangis begitu saja."
Rayn mengantar Milana kembali ke kosnya dan langsung pulang setelahnya. Dia benar-benar tidak bertanya apapun lagi, meski benaknya dipenuhi dengan segala pertanyaan tentang gadis yang sudah sejak lama ia sukai itu.
Rayn sungguh ingin tahu, masalah yang sedang dihadapi Milana. Masalah yang sebenarnya terjadi, sampai membuat Milana mengambil cuti kuliah hingga akhirnya drop out. Masalah hingga membuat gadis cantik itu tinggal di tempat kos dan bekerja.
Walau ada satu kemungkinan yang terpikir oleh Rayn. Yaitu, gadis itu tengah merajuk pada orang tuanya, hingga memutuskan kabur dan tinggal terpisah dengan orangtuanya.
Rayn menatap langit-langit kamar tidurnya. "Aku nggak pernah, melihatmu menangis sebelumnya, Milan. Entah kenapa, aku merasa bahwa kamu kelelahan sampai menangis tiba-tiba itu, bohong."
"Apa karena, aku memiliki perasaan lebih, padamu? Sampai aku merasa begitu?"
Rayn mengusap wajah dengan kedua telapak tangan. "Argh! Milan ... Milan. Dari dulu, aku gak bisa berhenti mikirin kamu."
Erang Rayn, frustasi. Hati kecil nya menolak untuk tidak memikirkan Milana.
Sepertinya gadis itu sudah terlalu lama tinggal di dalam hati Rayn. Sehingga semua tentang Milana, akan selalu memenuhi pikiran Rayn.
Rayn merutuki betapa pengecutnya dirinya dulu, setelah tahu kisah dibalik kabar kencan Erik dan Milana di masa lalu.
'Andai saja dulu aku tidak jadi pengecut yang hanya mengagumi seorang Milana diam-diam. Aku tidak akan sefrustasi ini.'
.
.
.
Bersambung ...
Milana. ,gadis SPG seperti diriku/Hey/