Aku mengingat semua kehidupanku, tapi yang pasti aku tidak ingat kehidupan pertamaku, dan firasatku aku buka mahkluk bumi ini, siapa aku?
Lagi lagi aku menjadi seperti ini, terjebak di putaran dunia. kehidupan ku yang ke 1002
Besok ngapain ya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuuuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25: Pathfinder and aku?
Sedikit FLASHBACK -
Hari ini, Hari ke lima, hari Jovera (kamis) aku berada di academy Kekaisaran. Saat ini pukul 18.30, aku berada di tempat dimana aku melakukan pelajaran/ jurusan Pathfinder ( Melatih siswa menjadi pengintaian atay menjelajah wilayah yang tidak dikenal, menjadi jalur aman dan membuat peta)
Intinya, disuruh melangkah ke hutan-hutan aneh dan bikin peta tempat-tempat yang belum dijamah manusia (atau makhluk lain).
“Ayo, kalian yang telat bakal disuruh jalan balik sendiri,” seru Sir Vennard, instruktur kami, dengan suara lantang sambil memberikan peta lusuh yang sepertinya sudah pernah dipakai di lima perang besar.
Aku ngelirik ke kanan. Temen timku, Nyel, yang bawa alat penunjuk sihir yang bentuknya mirip kompas, tapi isinya muter-muter tidak jelas.
“Ini bisa dipercaya gak sih?” bisiknya curiga
“Yah… selama nggak nunjukin arah ke jurang, aku percaya,” jawabku sambil nyengir dan terkekeh
Hari ini tugas kami: cari reruntuhan tua yang katanya disembunyikan di wilayah pelatihan timur. Tempatnya gelap, penuh akar, dan nyamuk sihir. Kami dibagi jadi dua tim. Aku dapet bagian jadi pemimpin regu kecil, karena katanya “auramu cocok buat jadi umpan.” Hah.
“Ayo, lewat sini,” kataku sambil melangkah masuk ke hutan buatan. Tanahnya becek. Aku hampir jatuh dua kali gara-gara akar yang tiba-tiba gerak kayak punya nyawa.
“ Stuard,kenapa akar ini bisa jalan?” tanya Kiro, sambil loncat-loncat kayak anak ayam nginjek kabel listrik.
“Itu akar sihir malam. Dia aktif pas matahari mulai turun. Santai aja, asal gak nginjek dua kali di tempat yang sama.”
“..... BILANG DONG!!!” Ia menatapku dengan horor dan berteriak keras
Kami menyusuri jalur setengah jam, mengandalkan relic scope buat cari tanda-tanda aura kuno. Dan akhirnya, ketemu juga reruntuhan kecil yang kebanyakan ketutup daun dan ilalang tinggi. Bentuknya setengah lingkaran, kayak sisa bangunan altar.
“Duh, ini sih bukan reruntuhan. Ini tempat ngumpet dari tanggung jawab,” celetuk Nyel sambil selonjoran di batu.
Aku ngeluarin peta kosong, gambar sketsa kasar, menandakan koordinat, dan menyelakan benang sihir buat penanda jalur pulang.
Pas balik, udah mulai gelap. Langit ungu, dan angin mulai dingin.
“Kalau ada monster beneran nongol, siapa yang dikorbankan duluan?” tanya Kiro.
Aku jawab cepat, “Kamu.”
“GITU? CEPET AMAT!”
Aku cuma ketawa, “Yah, kamu yang paling rame suaranya. Monster pasti denger duluan.”
Mereka semua ketawa juga. Meski capek, lecet-lecet dikit, dan kena lumpur, rasanya seru. Ini bukan cuma pelajaran, tapi petualangan kecil. Dan di sinilah aku mulai sadar, mungkin jadi Pathfinder bukan cuma tentang peta atau rute aman, tapi tentang bertahan, bareng orang-orang yang bisa kamu percaya, walau suka ngelawak nggak jelas.
Kami lagi jalan balik ke titik kumpul. Langit udah makin gelap, cuma ada cahaya ungu samar dari benang sihir yang kami pasang tadi. Daun-daun di atas kepala kami bergoyang pelan, tapi udaranya agak aneh… dinginnya beda.
“Eh, kalian ngerasa gak sih… suasananya kayak… berubah?” bisik Nyel, yang biasanya paling berisik, tapi sekarang nadanya kecil banget.
Aku langsung berhenti. “Jangan gerak. Dengerin.”
Semua diem. Angin berhenti. Daun tidak bergoyang. Suara jangkrik pun lenyap. Terlalu sunyi.
Aku nyalain relic scope-ku, dan... ada. Titik aura. Bukan dari kami.
“Kiro, matiin lampu sihir. Sekarang,” kataku pelan tapi tegas.
“Eh? Tapi-”
“Sekarang.”
Klik. Gelap total.
Kami berjongkok di balik semak. Di depan, sekitar lima belas meter, ada cahaya biru pucat yang melayang pelan. Seperti obor… tapi aneh. Gak ada suara langkah, cuma aura tipis yang gerak pelan, dan bentuknya bukan manusia.
Itu bukan bagian dari pelatihan. Aku tahu karena Sir Vennard selalu pakai lambang khusus kalau bikin tantangan tambahan. Dan ini... gak ada lambang.
“Jangan bilang itu monster pelacak…” gumam Kiro.
Aku nunduk dan menggenggam tanah. Dinginnya bukan dingin biasa. Ada jejak sihir. Lama. Liar. Dan kayaknya bukan milik akademi.
“Ayo muter balik. Kita cari jalur cadangan,” kataku, berusaha tenang.
“Kalau dia ngejar gimana?”
“Yaa... kita lari dan buang Kiro duluan,” bisik Nyel sambil tersenyum gugup.
“ENAK AJA KALIAN BERDUA!” ia berteriak namun berbisik kesal
Kami ambil rute lebih jauh, muter lewat lembah kecil. Jantungku deg-degan. Gak ada yang berani ngomong sepanjang jalan. Tapi makin jauh dari titik cahaya itu, hawa dinginnya perlahan menghilang.
Pas akhirnya sampai di titik kumpul, Sir Vennard udah nunggu sambil bersandar ke pohon, menghisap pipa rokok sihir.
“Kalian terlambat.”
“Ada... hal,” jawabku sambil memandang tempat dimana monster itu berada
Dia melirikku tajam. Seakan tahu sesuatu.
“Lain kali, jangan berhenti di tengah. Kadang bukan kalian yang mengamati… tapi kalian yang diamati.”
"Teman temannya juga mengamatimu" Jawabku dan terduduk dilantai sambil mengamati keadaan sekitar, setidaknya teman temanku aman dulu.
Kami semua langsung diam.
Aku gak tahu makhluk tadi apa, atau kenapa dia ada di sana. Tapi malam itu aku belajar sesuatu: di balik peta kosong dan akar sihir, kadang ada sesuatu yang lebih dari sekadar tantangan pelatihan.
"Wisp Hunter, dia menandai kiro" Ucapku
"Hadehh, Hari pertama sudah seperti ini yaa..."
"Mau ku bunuh?" Ucapku mendongakkan kepalaku menatapnya
"Hmm... hari sudah mulai malam, dalam 5 menit hilang, nilaimu bertambah. Nilai tambahan lainnya jika kamu menggunakan senjata yang te-"
Hilang, aku menghilang dari hadapan mereka.
"Anak muda memang berbeda" Sir Vennard duduk dan menghitung waktu, nyel dan kiro ikut duduk dan menunggu
"Makanya jangan teriak teriak" Nyel menyenggol kiro yang tampak gugup
"Ck... Yakan... yakan... cih" ia tidak bisa membela dirinya,
"Yakan yakan, nyeyeyey"
"Lihat temanmu itu, ia melompat kesana kemari dengan cepat" Sir Vennard masih menghisap rokoknya menatap gerakanku yang terlihat dikarenakan membaca pisauku dengan lapisan sihir cahaya
"Tidak heran sih... Dia akan anak ksatria"Kiro menjawab sambil menatapku yang mengerang mereka dengan mudahnya
"Bukannya anak Assasin?" Sir Vennard melihat gerakanku dengan lincah, gerakan assasin itu terlihat.
"Yang bener tu.. Dia anak keduanya"
"APAH?" kiro berteriak kaget
"Berisiknyaa..." Nyel menutup telinganya
"Mana bisa? Gila apa ya?"
"Hmm... Pantas saja" Guman Sir Vennard
Tak lama aku kembali dan menyelesaikan tugasku dengan benar.
"Fyuhh.. Yok pulang" Ucapku santai setelah deg degan ku berkurang
"Hadehh..."
"Jangan lupa nilainya, senjata saya pisau sihir cahaya" Aku tersenyum bangga dan berjalan pulang mendahului
"Ga tau harus bangga atau engga punya anak seperti ini" Sir Vennard menghela nafas kasar dan pulang bersama anak didik mereka
...----------------...
Aku mengucapkan mantra dan memasuki kamar. Semenjak aku mengikuti Jurusan Pathfinder, aku selalu menggunakan mantra untuk masuk ke kamar (ini juga sudah disetujui pemilik kamar) dikarenakan aku selalu pulang malam, ini juga menjadi keputusan yang tepat
Ceklek
Vian sudah tidur dan leo masih begadang untuk mempersiapkan kelas etika besok, aku masuk dan langsung kekamar mandi, membersihkan diri dengan benar dan kembali ke kasurku dengan nyaman
"Gimana menjelajah nya?" Ucapnya tanpa mengalihkan pemandangannya dari buku
"Aman" Ucapku dan tertidur
"Ck... Sampai saat ini pun aku tidak tahu bagaimana caranya menggunakan teknik itu" Gerutunya tak suka
...----------------...
Namaku Alexsander Athena lilac, kali ini aku menyamar menjadi manusia biasa dan tidak pernah menyebutkan gender ku. Namun!
Mungkin karena aku terlalu diam akan gender ku sendiri maka orang orang menyebutku Pria. Padahal wajahku ini sangat cantik, menyerupai mamaku Catalina. Entah apa yang mereka pikirkan hingga aku akhirnya masuk gender Pria.
Maka dari itu, aku yang sudah cantik + tampan dari lahir, memilih untuk melanjutkan penyamaran ini, ini juga memudahkan aku mencapai targetku. Seharusnya.
Aku menyembunyikan identitas perempuanku dengan menggunakan perban, APAKAH AKU TIDAK MEMBUKA BAJU DIKAMAR? KAN AKU BER-3 TIDURNYA?? Aman bang.
"Kenapa badanmu banyak perban?" Leo mengerutkan keningnya heran
"Aku memiliki luka tak terhormat" Ucapku
"Ti-" Leo ingin menyangkal namun ketika ia melihat bekas luka besar pada lenganku pun ia terdiam dan memilih tidak bertanya lagi.
Aman. Itu penyamaran, aku tidak akan mengulang kejadian yang sama pada kehidupanku sebelumnya;)
(•‿•)
Aku pun, memutuskan untuk menyelesaikan beberapa Pelajaran yang mudah, contohnya Etika. Selama aku hidup 1002x , aku pun sudah belajar banyak Pelajaran Etika ini akan sangat mudah ditaklukkan. Walau hal ini akan membuat beberapa orang menyadari keberadaan ku lebih lagi dan mengamati ku
Mungkin selanjutnya aku akan menyelesaikan mata pelajaran lainnya lebih cepat? Mungkin Pelajaran Strategi & Taktik? Alasannya karena aku mudah memahaminya karena pengalaman kehidupanku?
Dipikir pikir, setiap kali aku pergi ke kehidupan selanjutnya, akhir kehidupanku tu selalu buram, entah apa yang terjadi.. Tapi bodo amatlah, lagi pula itu tidak akan menghambat ku kedepannya.
Setidaknya, kali ini aku akan mengakhiri kehidupan berputar ini dan bertemu dengannya.