NovelToon NovelToon
NIKAH KONTRAK, CINTA NYATA

NIKAH KONTRAK, CINTA NYATA

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

ELINA seorang guru TK yang tengah terlilit hutang warisan dari kedua orangtuanya terus terlibat oleh orang tua dari murid didiknya ADRIAN LEONHART, pertolongan demi pertolongan terus ia dapatkan dari lelaki itu, hingga akhirnya ia tidak bisa menolak saat Adrian ingin menikah kontrak dengannya.

Akankah pernikahan tanpa cinta itu bisa berakhir bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 23: Kembali ke Rumah

Pesawat melaju tenang di antara langit senja yang membentang tak berujung. Cahaya jingga keemasan menyelinap masuk melalui jendela kecil, memantul lembut di wajah Elina yang terdiam memandangi awan. Di sampingnya, Adrian duduk dalam diam yang serupa. Tidak ada obrolan, tidak ada tawa renyah seperti hari-hari di pulau.

Namun tangan mereka... saling bertaut erat di atas sandaran kursi.

Satu jemari menyusul jemari lain, saling menggenggam dengan tenang, seperti sebuah pernyataan yang tak perlu suara: Kita bersama. Kita pulang. Dan mungkin... kita tidak lagi pura-pura.

Elina menyandarkan kepala ke belakang, tak memejamkan mata tapi membiarkan pikirannya mengembara. Detak di dadanya tenang, tidak lagi ragu. Tangan Adrian yang hangat tak bergerak terlalu jauh, tapi cukup untuk menyampaikan: Aku ada di sini. Dan aku tidak akan melepaskan.

Dan itu, baginya, cukup.

Tak ada kecupan, tak ada pelukan, hanya genggaman yang tidak mereka lepaskan bahkan saat pramugari membagikan minuman. Dunia luar boleh melihat mereka seperti pasangan biasa, tapi hanya mereka berdua yang tahu: sesuatu telah bergeser. Dan sekali bergeser, tak akan kembali ke tempat semula.

Senja hampir habis saat mobil yang menjemput mereka tiba di pelataran rumah besar bergaya klasik yang telah mereka tinggalkan seminggu terakhir.

Langkah mereka tenang saat turun dari kendaraan, dan begitu Elina mengangkat wajahnya, ia melihat Elizabeth berdiri di ambang pintu. Rambut peraknya disanggul rapi seperti biasa, matanya tajam namun sore itu, ada sesuatu yang berbeda dalam sorotnya.

Ia tidak berkata apa-apa saat Elina dan Adrian mendekat. Hanya sejenak menatap tangan mereka yang masih saling menggenggam, sebelum kembali menatap wajah cucunya dan wanita muda di sampingnya.

Tidak ada pertanyaan.

Tidak ada selamat datang yang berlebihan.

Hanya sepotong senyum tipis, bukan senyum kemenangan, melainkan semacam pengakuan: bahwa sesuatu telah terjadi selama mereka pergi. Sesuatu yang tak perlu ia tanyakan lebih jauh.

"Claire masih tidur siang di kamar saya," ucapnya akhirnya. "Kalian bisa beristirahat dulu sebelum menjemputnya."

Adrian mengangguk. Elina hanya membalas dengan senyum kecil dan anggukan sopan. Mereka melangkah masuk ke rumah yang seketika terasa lebih sunyi dari biasanya, namun tak lagi asing.

Elizabeth menatap punggung mereka sejenak, lalu berbalik, melangkah menuju ruang duduk dengan langkah ringan.

Dalam diamnya, ia tahu, mungkin untuk pertama kalinya sejak pernikahan itu disepakati, kedua anak muda itu telah kembali bukan hanya sebagai pasangan dalam nama.

Tapi sebagai dua orang yang mulai menyadari bahwa rasa bisa tumbuh... bahkan dari yang semula dianggap sekadar peran.

Dan kediaman Leonhart kini terasa sedikit lebih hidup.

Sedikit lebih hangat.

Sedikit lebih... nyata.

...****************...

Langit sore mulai beralih menjadi kelam ketika suara langkah kaki kecil terdengar dari lorong lantai atas. Elina yang sedang duduk di sofa ruang tamu bersama Adrian, segera menoleh ke arah tangga, begitu pula Elizabeth yang sedang menyibukkan diri dengan teh sore di ruang duduk samping.

"Claire?" suara Elina lembut, hampir berbisik.

Gadis kecil itu muncul di ujung tangga dengan mata masih setengah mengantuk, rambut bergelombangnya berantakan dan boneka kelinci lusuhnya tergenggam erat di tangan kiri. Tapi saat matanya menangkap sosok dua orang yang dikenalnya di bawah sana, sorot matanya langsung berubah terang.

"Mamaaa!" serunya, setengah berlari, setengah meluncur menuruni tangga.

Elina segera berdiri, membuka kedua lengannya dan menyambut tubuh mungil itu yang langsung melompat ke pelukannya. "Sayang... Mama kangen sekali," bisik Elina, menahan air mata yang entah kenapa hampir jatuh hanya karena pelukan kecil itu.

"Claire juga kangen Mama!" gumam Claire sambil memeluk erat leher Elina. "Dan Daddy juga!" Ia melongok ke arah Adrian yang kini tersenyum hangat dan ikut mendekat.

Dengan pelan, Adrian membelai kepala Claire dan menunduk mencium ubun-ubunnya. "Kami bawa banyak cerita, dan oleh-oleh... dan Mama sekarang nggak akan pergi lama-lama lagi."

Claire mendongak. "Janji?"

Elina dan Adrian saling menatap sejenak. Ada senyum kecil di sudut bibir Elina saat ia mengangguk. "Janji."

Claire langsung merapat ke pangkuan Elina, lalu menguap besar. "Claire tunggu kalian... tapi Nenek masakin puding juga enak..."

Elizabeth yang mendengar itu tertawa kecil dari kursinya. "Setidaknya ada satu yang menghargai masakanku."

Adrian mengangkat alis. "Puding buatan Nenek memang tak terkalahkan."

Claire pun tertawa geli, menatap kedua orang tuanya dengan mata berbinar, seolah segala kerinduan dalam mimpinya tadi telah terbayar lunas.

Di ruang tamu itu, di tengah hangatnya sore yang kian meredup, keluarga kecil itu berkumpul dalam satu lingkaran keintiman yang baru, tanpa naskah, tanpa akting.

Hanya mereka, dan rasa yang pelan-pelan mulai tumbuh dari kejujuran hati.

...****************...

Sore itu, matahari bersinar lembut di balik tirai awan tipis saat mobil hitam berhenti perlahan di depan sebuah rumah bergaya modern minimalis yang berdiri tenang. Rumah itu bukan hal baru bagi Claire maupun Adrian. Di sinilah mereka tinggal selama ini, tempat di mana Claire tumbuh, tempat Adrian pulang setiap malam. Tapi bagi Elina, hari itu menandai kepulangan pertamanya sebagai istri, bukan lagi tamu atau orang luar.

Mobil berhenti di depan garasi, dan Adrian keluar lebih dulu, lalu membuka pintu untuk Elina dan Claire. Si kecil langsung mengenali rumah itu dan berseru riang, "Mama, kita pulang!"

Elina menatap fasad rumah itu dengan campuran rasa asing dan haru. Dulu rumah ini hanya milik Adrian dan Claire, sebuah tempat yang hangat tapi tidak menyisakan ruang untuk dirinya. Kini, segalanya berubah. Ia tak lagi berdiri di ambang. Ia masuk... sebagai bagian dari keluarga itu.

Begitu pintu utama terbuka, aroma khas rumah itu menyeruak: wangi kayu, buku-buku lama. Tidak ada lampu gantung kristal seperti di rumah keluarga Leonhart. Tidak ada koridor panjang atau lukisan kuno di dinding. Tapi di sini, ada kehangatan yang nyata, kehidupan yang dijalani tanpa sandiwara.

Claire langsung melesat masuk, menyusuri ruang tamu dengan langkah ringan.

Elina tersenyum, mengikuti langkah kecil itu dengan pandangan lembut.

Adrian menaruh koper di sudut dekat tangga, lalu menatap Elina. "Maaf kalau tempat ini tidak semewah rumah nenek."

Elina menggeleng pelan. "Tempat ini... justru terasa lebih seperti rumah."

Adrian hanya menatapnya sejenak, lalu mengangguk kecil, seolah jawaban itu lebih dari cukup.

Malam itu, setelah koper dibuka dan pakaian Claire kembali tersusun rapi di lemari mungilnya, Elina berdiri sejenak di ambang pintu kamar anak itu. Claire sudah tertidur dengan tenang, memeluk boneka kelinci kesayangannya.

Di lantai bawah, lampu-lampu dipadamkan satu per satu. Hanya lampu meja kecil di ruang keluarga yang masih menyala, membiaskan cahaya hangat ke seluruh ruangan.

1
Mia Syara
Awal baca,sudah tertarik dengan alur cerita ini..Salam dari Malaysia
Mia Syara: /Good/
Wiedha: Terimakasih sudah mampir Kak Mia...diusahakan untuk up date setiap hari...🥰
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!