Maira salah masuk kamar hotel, setelah dia dijual paman dan bibinya pada pengusaha kaya untuk jadi istri simpanan. Akibatnya, dia malah tidur dengan seorang pria yang merupakan dosen di kampusnya. Jack, Jackson Romero yang ternyata sedang di jebak seorang wanita yang menyukainya.
Merasa ini bukan salahnya, Maira yang memang tidak mungkin kembali ke rumah paman dan bibinya, minta tanggung jawab pada Jackson.
Pernikahan itu terjadi, namun Maira harus tanda tangan kontrak dimana dia hanya bisa menjadi istri rahasia Jack selama satu tahun.
"Oke! tidak masalah? jadi bapak pura-pura saja tidak kenal aku saat kita bertemu ya! awas kalau menegurku lebih dulu!" ujar Maira menyipitkan matanya ke arah Jack.
"Siapa bapakmu? siapa juga yang tertarik untuk menegurmu? disini kamu numpang ya! panggil tuan. Di kampus, baru panggil seperti itu!" balas Jack menatap Maira tajam.
'Duh, galak bener. Tahan Maira, seenggaknya kamu gak perlu jadi istri simpanan bandot tua itu!' batin Maira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Bicara dengan Jonathan
Melihat Maira yang terus diam sejak pertama kalau datang, sampai jam kuliah selesai. Jihan pun menyenggol lengan temannya pelan.
"Ada apa? pamanmu bikin ulah lagi?" tanya Jihan yang berpikir, mungkin saja paman dan bibi Maira yang seperti bakteri masalah itu bikin masalah lagi untuk Maira.
Maira menoleh ke arah Jihan.
"Hah, tidak. Aku..." Maira sebenarnya ingin sekali menceritakan semuanya pada Jihan. Dia butuh seseorang yang bisa memberinya saran tentang sikap Jack yang sungguh tak masuk haikal itu, di luar nurul.
Oke, diperbaiki. Tidak masuk akal, di luar nalar.
Maira butuh, seseorang yang bisa memandang situasi ini dari sudut berbeda. Kenapa Jack ingin sekali dia berhenti dari klub. Bukankah, di surat perjanjian itu tidak ada keharusan dia berhenti dari klub. Ya, meskipun memang dia tidak pernah bilang sebelumnya kalau dia bekerja di klub. Tapi kan, itu tidak ada hubungannya sama sekali seharusnya dengan Jack. Tidak ada yang tahu juga kan, kalau dia istrinya Jack.
Tapi kembali lagi, pada hal itu. Tidak boleh ada yang tahu kalau dia istrinya Jack. Dia kembali ragu untuk jujur pada Jihan.
"Aku..."
"Aku apa? eh dengar-dengar kak Jonathan sedang keluar kota. Ada apa ya? apa keluarganya sakit? aku penasaran. Dengar-dengar sih, dia sering seperti itu. Paling tidak satu bulan sekali dia tidak masuk, tapi kenapa gaji dan bonusnya kudengar paling besar ya?"
Maira memperhatikan, tapi yang menjadi perhatian Maira bukan masalah gaji atau bonus Jonathan yang paling besar antara karyawan klub. Tapi, masalah apakah ada keluarganya yang sakit. Maira pikir, Jonathan itu sudah sangat baik padanya. Bukankah seharusnya dia memang menunjukkan simpati pada Jonathan kalau memang semua itu benar.
"Kamu tahu darimana?" tenaga Maira.
"Semalam, waktu kamu dijemput pegawai bos kamu itu, aku lupa titip kunci loker pada Kak Mega. Katanya kan dia mau pinjamkan peralatan pada sepupunya Ani itu, untuk membersihkan kantor di pagi hari. Nah pas kau balik lagi itu, aku dengar Kak Mika bicara pada salah seorang bartender, dia bilang besok harus bekerja lebih baik lagi. Soalnya kak Jonathan belum bisa masuk besok, bahkan kudengar sampai lusa!" jelas Jihan.
Maira mengangguk perlahan.
"Siapa yang sakit ya?" tanya Maira.
Dia jadi lupa masalahnya dengan Jack.
"Telepon saja, kan kamu punya kontaknya!" kata Jihan antusias.
Matanya berbinar. Sepertinya Jihan memang suka kalau Maira dekat dengan Jonathan. Menurutnya Jonathan sangat baik. Dan yang paling penting, sejauh dia bekerja di klub. Tidak ada hal buruk yang pernah dia debat tentang Jonathan. Juga, perilaku Jonathan memang terlihat sekali perduli pada Maira. Jihan sangat senang untuk sahabatnya itu, kalau memang mereka bisa bersama.
Maira tampak ragu. Dia memang tidak pernah menghubungi seseorang jika memang tidak punya urusan yang sangat penting.
"Jihan, aku rasa tidak usah. Bagaimana kalau dia sangat sibuk, bukankah kita hanya akan mengganggunya?" tanya Maira.
Jihan menggelengkan kepalanya.
"Makanya, tanya dulu, dia sibuk atau tidak. Bisa pakai alasan, kenapa dia semalam tidak masuk kerja kan!" kata Jihan.
Maira masih ragu. Dia memegang ponselnya, tapi sama sekali tidak berniat menghubungi Jonathan.
"Aku rasa sebaiknya tidak... Jihan!"
Maira belum selesai dengan apa yang ingin dia katakan pada Jihan. Saat temannya itu sudah terlebih dulu mengambil ponselnya dari tangannya dan di bawa lari.
Maira bangkit dan berusaha mengejar Jihan. Tapi Jihan sudah mencari kontak Jonathan, bahkan sudah menghubunginya.
"Jihan, kembalikan..."
[Halo Maira, apa semua baik-baik saja?]
Mata Maira melotot, bahkan Jonathan sudah menerima panggilan itu.
Jihan tertawa tapi menutup mulutnya. Dia mengajak Maira duduk di bangku taman di kampus.
Karena Jihan memang membawa ponsel Maira itu berlari keluar dari kelas ke arah taman kampus.
"Halo kak Jo"
[Maira, semua baik-baik saja...]
"Kak Jo! Maira ingin tahu kenapa semalam kak Jo tidak masuk kerja?" teriak Jihan.
Maira menepuk keningnya. Dia tak habis pikir, kenapa Jihan bisa bicara seperti itu dengan suara yang begitu lantang.
[Aku berada di luar kota. Tapi lusa aku kembali. Aku bertemu ibuku. Maira, mau bicara dengan ibuku?]
Jihan membuka lebar mulutnya, dia tidak tahu kalau Jonathan benar-benar pria yang sangat serius seperti itu. Bahkan langsung di tawarkan bicara dengan ibunya.
"Calon ibu mertua!" bisik Jihan pada Maira.
[Halo nak]
Suara seorang wanita paruh baya terdengar. Tidak mungkin kan, kalau Maira tidak menjawab sapaan wanita yang katanya adalah ibunya Jonathan itu.
"Ha.. halo bibi. Apa kabar? saya Maira" Maira agak tergagap.
Dia benar-benar gugup. Dia sama sekali tidak menduga akan di ajak bicara ibunya Jonathan.
[Kabar bibi baik nak. Kamu sendiri bagaimana nak? apa Jonathan pergi tanpa memberitahumu. Dia keterlaluan! lain kali, bibi tidak akan biarkan dia kemari sebelum memberitahumu. Atau bagaimana kalau kamu ikut dengannya kemari?]
Jihan makin heboh sendiri. Dia bahkan turun dari bangku, berjongkok sambil membuka lebar mulutnya. Menurutnya apa yang dia dengar itu sesuatu yang sangat excited.
"Whuaa, diundang calon ibu mertua. Sikattt!" ujarnya tanpa filter.
Maira menutup wajahnya. Biar tidak terlihat oleh Jonathan dan ibunya. Maira rasanya malu sekali.
[Maira ya, bibi akan mengingatmu. Kamu satu-satunya wanita yang pernah Jonathan biarkan langsung bicara dengan bibi. Baginya kamu pasti istimewa...]
[Ibu, hentikan]
[Baik, baik. Bicaralah dengan Jonathan, Maira. Bibi tunggu kedatanganmu kemari ya nak. Jangan sampai tidak datang]
Maira tidak bisa menjanjikan apapun.
[Maira, jangan terlalu dipikirkan apa yang dikatakan ibu]
"Serius juga gak papa kok, kan Jo" sahut Jihan di depan Maira.
[Benarkah? Maira, apa kamu punya pacar]
Jihan nyaris menjatuhkan rahangnya. Itu pertanyaan yang sangat to the poin sekali. Namun Maira malah terdiam, dia sungguh tidak tahu harus bilang apa. Dia bahkan sudah punya suami, meski dia hanya istri rahasia suaminya itu.
***
Bersambung...
lanjut up lagi thor