Mempertahankan kebahagiaan pernikahan nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Terkadang apa yang telah diusahakan tidak dinikmati sepenuhnya.
“Tetaplah bersama denganku, jauh darimu rasanya setiap napas berhenti perlahan. Aku mampu kehilangan segalanya asal bukan kamu, Sonia.”
_Selamanya Kamu Milikku 2_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Kegagalan Membawa Dia Pergi
Sonia merasa mobil di belakang sedang mengikutinya, Sonia mempercepat laju mobil itu lalu menghubungi Sean, panggilan dari Sonia langsung dijawab oleh Sean.
"Sean, kayaknya ada yang ngikutin aku deh," adu Sonia dengan nada ketakutan.
"Kamu di mana sekarang?" tanya Sean, Sonia mengatakan posisinya saat ini.
"Aku akan nyusul kamu, pokoknya kamu harus cari tempat aman dulu sampai aku ke sana, oke."
"Iya, cepat ya, aku takut, mobil di belakang ngikutin aku terus." Sonia semakin panik karena ada dua mobil yang mengikutinya.
"Jangan matikan panggilan ini, kita harus tetap terhubung." Sean segera mengambil mobil dan menyusul istrinya.
"Iya."
Sonia melirik kiri kanan, jalanan masih ramai, dia sengaja berhenti di depan sebuah supermarket yang ramai dengan pengunjung, Sonia mengatakan di mana dia saat ini pada Sean.
"Sean, kamu di mana? Cepetan ke sini, aku takut." Air mata Sonia sudah tidak bisa dia tahan lagi, dia menangis pada suaminya karena takut.
"Aku udah hampir dekat sama posisi kamu, kamu jangan ke mana-mana."
"Iya."
Salah seorang pria dari mobil hitam yang mengikuti Sonia turun menggunakan penutup wajah. Pria itu mengetuk kaca mobil Sonia yang membuat Sonia begitu ketakutan.
"Sean, cepetan ke sini, dia nyamperin aku," tangis Sonia pada Sean.
"Iya sayang, aku hampir sampai."
Sean semakin mempercepat laju mobilnya, dia sangat takut jika istrinya kenapa-kenapa.
Pria yang mengetuk kaca mobil Sonia bukanlah orang sembarangan, dia anak buah andalan Matteo, pria itu dengan mudah membuka pintu mobil Sonia dengan alat yang dia pegang saat ini, saat pintu mobil terbuka, pria itu memasuki mobil dan menodongkan pistol pada Sonia.
Air mata Sonia semakin deras keluar yang membuat tangisnya tertahan, Sean dapat mendengar kalau istrinya tengah diancam oleh seseorang.
"Kamu mau apa?" tanya Sonia yang saat ini ketakutan.
"Majukan mobilnya atau aku akan menembak kepalamu," ancam pria itu, Sonia masih diam tak bergeming, dia semakin ketakutan.
Lalu dua orang pria berbadan besar juga memasuki mobil Sonia, mereka semua membawa senjata api. Sonia semakin ketakutan, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis.
"Sean tolong aku," tangis Sonia yang sangat jelas didengar oleh Sean.
Mendengar hal itu, pria yang menodongkan pistol pada Sonia langsung memukulkan pistol itu ke kepala Sonia dan memukul wajah Sonia hingga wanita itu pingsan seketika.
Pria yang ada di bangku belakang mencoba untuk membawa memindahkan Sonia ke bangku belakang namun mereka telat karena Sean datang lalu menghajar mereka semua hingga mereka tak bisa berbuat banyak.
Para pengunjung supermarket dan satpam langsung membantu Sean, ketiga pria itu berlari memasuki mobil mereka.
Sean menghubungi sopirnya untuk menjemput mobil Sonia lalu menggendong istrinya itu dan memindahkan Sonia ke dalam mobilnya.
Sean meraba wajah istrinya yang lebam karena pukulan pria tadi, kepala Sonia juga sedikit berdarah.
"Kurang ajar, berani sekali mereka melukai istriku, keparat," umpat Sean.
Sean memacu mobil menuju mansionnya, dia akan mengobati Sonia di rumah nanti. Sonia mengerjapkan mata dan memegangi kepalanya sendiri, kepalanya terasa sangat pusing karena pukulan tadi.
"Aduh sakit," keluh Sonia dengan suara parau, Sean melihat istrinya sudah sadar langsung mengusap kepala Sonia, dengan cepat Sonia menepis tangan Sean lalu menatap Sean dengan takut.
"Sayang, ini aku."
"Sean?"
"Iya sayang, ini aku." Sonia menajamkan penglihatannya lalu memeluk Sean setelah memastikan kalau yang bersamanya saat ini adalah suaminya.
Sean membalas pelukan Sonia dengan sebelah tangannya karena yang sebelah lagi sedang memegang kemudi.
"Kamu sudah aman, kamu jangan nangis lagi ya, maafin aku karna udah nyuruh kamu keluar buat beli obat tadi," sesal Sean.
"Aku takut Sean, mereka menakutkan." Sonia memiliki trauma atas penculikan, karena dia pernah diculik oleh Ethan dan Kiara dulu.
"Nggak perlu takut lagi, aku di sini sekarang, aku akan cari tau mereka siapa dan akan kasih pelajaran sama mereka semua." tekad Sean karena geram melihat istrinya diperlakukan seperti itu.
...***...
Di tempat lain, Matteo menghajar semua anak buahnya dengan amarah yang berapi-api.
"Untuk membawa seorang wanita saja kalian tidak becus, kalian tidak berguna sialan." Matteo terus menghajar anak buahnya dengan membabi buta.
Dia mengambil sebuah pedang dan ingin mengayunkan pedang itu ke kepala semua anak buahnya namun Jason, anak buah andalannya menahan.
"Beri kami satu kesempatan lagi Matteo, aku janji akan membawa wanita itu ke hadapanmu." Janji Jason pada Matteo, selama ini Jason tak pernah gagal dalam mengerjakan semua perintah dari Matteo, selain anak buah andalan, Jason juga teman Matteo.
"Baik, aku akan mengampuni kalian semua, jika kau gagal lagi, aku pastikan kepalamu akan menggelinding." Matteo meninggalkan Jason dan anak buahnya lalu pergi menuju club malam untuk melepaskan semua kekesalannya saat ini.
...***...
Sean mengobati wajah istrinya, mata dan hidung Sonia sudah memerah karena menangis tadi. Anak-anak sudah ditidurkan oleh Sean, sehingga dia bisa lebih leluasa bersama dengan Sonia di dalam kamar, kamar anak-anak dan mereka terpisah.
"Maaf ya sayang, aku nggak bisa menjaga kamu." Sean sangat menyesali karena dia yang menyuruh Sonia keluar sendiri tadi.
"Ini bukan salah kamu kok, kita mana tau kalau bakalan ada orang yang jahatin aku," sahut Sonia, air mata Sonia kembali turun dan dihapus oleh Sean dengan ibu jarinya.
Sean memeluk Sonia dan membiarkan istrinya itu menangis, setelah tenang Sean mengajak Sonia untuk keluar mencari jajanan.
"Nggak mau ah, nanti malah kita dijahatin lagi," tolak Sonia.
"Kamu meragukan suamimu ini?"
"Aku takut Sean, kalau nanti kamu kenapa-napa."
"Aku nggak akan kenapa-napa kok, yuk keluar." Sonia mengangguk, mereka berdua mengenakan jaket agar tidak kedinginan di luar.
Sean menitipkan ketiga anak-anaknya pada pelayan yang sudah dia percayai di mansion itu.
Di dalam mobil, Sonia mengemukakan semua keinginannya pada Sean dengan semangat.
"Banyak banget yang pengen kamu makan, emang perut kamu muat makan semua itu?" Sean terkekeh mendengar permintaan istrinya.
"Kamu meragukan aku?"
"Enggak sih, kamu bebas mau beli apa aja." Sean mengusap lembut kepala Sonia.
Setelah sampai di tempat tujuan, mereka berdua jalan kaki menuju gerai makanan yang diinginkan Sonia, melihat mata Sonia berbinar seperti itu sudah mengobati hati Sean yang teriris ketika melihat istrinya terluka tadi. Saat Sonia sibuk membeli makanan, Sean menghubungi anak buahnya untuk mencari tahu siapa yang sudah mencoba untuk menculik istrinya.
"Sean," panggil Matteo yang juga sedang berada di sana. Sean yang pada dasarnya tidak menyukai Matteo hanya menanggapi panggilan pria itu dengan tatapan dinginnya.
"Ada apa?" tanya Sean datar.
"Hanya menyapamu saja, kebetulan sekali kita bertemu di sini, aku sedang mencari makanan juga," jawab Matteo pada Sean, Sean tidak menaruh curiga apapun pada Matteo.
"Ketemu lagi kita di sini," ujar Sonia saat melihat Matteo, Sean mengerinyitkan dahinya mendengar ucapan Sonia.
"Kalian tadi sempat bertemu?" tanya Sean, dia bukan curiga tapi lebih ke cemburu.
"Iya, tadi di depan apotik aku ketemu sama Matteo," jawab Sonia.
"Wajah kamu kenapa Sonia?" tanya Matteo sambil mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Sonia, dengan cepat Sean menepis tangan Matteo.
"Jangan sentuh istriku." Tatapan Sean kali ini sangat tajam, dia begitu benci ketika Matteo menatap dan menaruh perhatian pada istrinya tersebut.
"Ada sedikit insiden tadi," jawab Sonia lalu tersenyum.
"Perasaan tadi aku lihat kamu baik-baik aja, siapa yang melukaimu?" Sean mengepalkan tangannya dan ingin menghajar Matteo namun dengan cepat ditahan oleh Sonia, dia menggenggam tangan itu dan menaruhnya ke belakang tubuh Sean.
"Tadi ada yang jahatin aku di jalan, untung saja suami aku cepat datang, jadi aku baik-baik saja sekarang. Kami pergi dulu ya Matteo, selamat malam." Sonia mengajak Sean untuk pergi, dia tahu kalau saat ini Sean tengah menahan amarah pada Matteo.
Dari pada nanti terjadi baku hantam antara Matteo dengan suaminya, lebih baik dia menjauhkan Sean dari pria bermata tajam bak elang itu.