Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Pertemuan Rahasia Rumah Keluarga Asmara
Sore harinya, di sebuah ruang pertemuan penuh ukiran dan lukisan warisan, dua keluarga besar duduk berhadapan. Di satu sisi, Tuan Revantra ditemani Asistennya. Di sisi lain, Tuan Radja Asmara, kepala keluarga Asmara, duduk bersama anak dan menantunya yang tampak tidak terima.
“Tuan Revantra,” ucap Tuan Radja, “ini bukan sekadar perjodohan. Ini aliansi kekuasaan. Anda ingin menghentikan semua ini hanya karena cucu anda melamar wanita biasa?”
Revantra menatapnya tajam. Suara Revantra dalam dan lambat.
“Kekuasaan bisa dibangun ulang. Tapi kehormatan yang dipaksakan hanya akan menghasilkan kehancuran.”
Istri dari calon mempelai keluarga Asmara menyela dengan marah,
“Dan bagaimana dengan penghinaan ini terhadap putri kami? Dia telah menunggu! Kami sudah menyiapkan”
“Lucane memilih wanita lain. Itu tidak akan berubah,” potong Revantra tegas. “Putri anda tidak seharusnya menjadi istri yang dinikahi karena peta kekuasaan, bukan karena cinta. Dia berhak lebih dari itu.”
Tuan Radja menatapnya lama. Mata keduanya itu saling mengunci.
“Kalau begitu, jangan salahkan kami jika perjanjian lain juga runtuh.”
“Silakan. Tapi ingat, keluarga Revantra tidak pernah mengemis persekutuan. Kami hanya memilih siapa yang layak berdiri bersama kami.”
Setelah mengatakan itu Tuan Revantra keluar dari Kediaman Keluarga Asmara.
Dari atas Adelina mendengar semua nya,
"Aku penasaran siapa wanita yang merebut hati calon suami ku" gumam nya kesal.
* * * *
Di dalam mobil, Revantra duduk diam sambil menatap jendela. Damian yang menyetir melirik dari spion, lalu berkata hati-hati
“Jadi anda benar-benar merestui Lucane dengan Xera, Tuan?”
Revantra tidak langsung menjawab,
"Aku hanya ingin cucuku bahagia Tapi jika dia benar mencintai wanita itu, maka dia harus melindunginya dengan kekuatan. Jangan seperti ayahnya, yang cinta tapi lemah."
"Jika Lucane gagal aku sendiri yang akan memakamkan semua ini." Ucap tuan Revantra dengan sorot mata yang tajam.
Mobil itu pun membawa pria paru baya itu menuju ke mansion pribadi nya. Tentu saja hal ini sangat membuat nya kesal.
"Saya harap tuan menjaga kesehatan anda" ucap Damian memperingati tuan Revantra agar tidak terlalu memikirkan ini.
* * * *
Di sisi lain kota, Lucane menerima pesan dari kakeknya.
"Aliansi dengan keluarga Asmara dibatalkan. Jangan kecewakan nama Smith. Sekarang tunjukkan padaku bahwa kau bisa bertahan bukan karena warisan, tapi karena pilihanmu sendiri."
Setelah membaca itu Lucane tersenyum tipis, dia tahu kakek nya pasti akan luluh.
"Permisi tuan ini yang anda minta" ucap Xera yang masuk membawa beberapa dokumen
Seketika Lucane memandang kekasih nya itu dengan bahagia.
"Kemarilah" ucap Lucane datar
"Ada apa, apa ada yang salah" tanya Xera takut
Lucane hanya diam, dan seketika menekan tombol otomatis jadi kaca ruangan itu menjadi gelap dan pintu pun terkunci.
Lucane memeluk kekasih nya itu dengan tiba tiba, tentu saja Xera terkejut.
"Ini..ini di kantor apa yang kamu lakukan" tanya nya sembari memberontak
"Kakek merestui kita, aku bahagia akan itu" ucap Lucane tenang
Seketika Xera pun langsung diam dan membeku. Dia tahu setelah ini hidup nya akan sangat sulit.
* * * *
Senja Kediaman Keluarga Asmara, Sayap Timur
Di sebuah ruang pribadi yang penuh wangi mawar dan furnitur mahal berwarna pastel, Adelina Asmara duduk di depan cermin besar. Gaun sutra lavender membalut tubuhnya sempurna, rambutnya ditata tanpa cacat. Tapi di balik semua keanggunan itu, matanya menyimpan dendam halus yang tak bisa disembunyikan.
Seorang pria berpakaian hitam berdiri di depannya, menunduk hormat.
“Beri tahu aku siapa wanita itu,” ucap Adelina dingin. “Yang berani merebut tempatku di sisi Lucane.”
“Kami belum menemukan nama pastinya, tapi ada desas-desus itu Wanita biasa.”
Adelina menatap pantulan matanya di cermin. Matanya menyipit, bibirnya melengkung sinis.
“Lucane pria yang dibesarkan untuk berdiri di puncak, malah jatuh hati pada wanita biasa?” gumamnya, separuh meremehkan, separuh tersinggung.
“Cari tahu lebih dalam. Nama lengkap, alamat, siapa keluarganya, dengan siapa dia tinggal, bahkan catatan kesehatannya. Tidak boleh ada yang luput.”
Pria itu mengangguk, namun ragu.
“Informasi itu dijaga ketat oleh orang-orang Smith. Mereka memutus hampir semua akses sejak pertunangan dibatalkan.”
Adelina bangkit dari duduknya, lalu menghampiri jendela besar yang menghadap taman mawar di luar.
“Gunakan orang dalam. Gunakan suap. Jika perlu gunakan ancaman. Kalian harus tahu siapa wanita itu ”
Dia menoleh dan menatap tajam si pria.
“Kau bekerja untukku, bukan hanya untuk uang. Tapi untuk menjaga kehormatan keluarga Asmara. Dan aku tidak akan diam melihat diriku tergantikan begitu saja.”
“Aku ingin tahu semua tentang wanita itu bahkan sebelum dia tahu dirinya sedang diperhatikan.”
"Baik nona" jawab nya patuh
* * * *
Hujan turun pelan di luar jendela, membasahi jendela kaca besar kamar mereka. Lampu gantung dipadamkan, hanya lampu meja kecil menyala di sudut ruangan.
Kamar itu hangat, tidak hanya oleh perapian, tapi oleh kehadiran dua hati yang sedang mencoba menyatu perlahan.
Xera duduk di sisi ranjang, mengenakan baju tidur lembut berwarna putih susu.
Rambutnya sedikit basah setelah mandi, dan tangan kecilnya sibuk menggulung selimut meski udara tidak terlalu dingin. Dia tampak gelisah bukan karena takut, tapi karena gugup menghadapi keintiman.
Lucane berjalan keluar dari kamar mandi. Ia sudah berganti baju kaus tipis abu dan celana tidur. Rambutnya masih sedikit basah, dan ekspresi wajahnya santai tapi matanya tajam mengamati Xera.
“Kau tampak seperti seseorang yang hendak melarikan diri,” katanya sambil duduk di sisi ranjang, jaraknya tidak sampai sejengkal dari Xera.
Xera tersenyum kecil, menunduk. “Aku hanya belum terbiasa dengan suasana ini. Kita tinggal satu kamar. Satu ranjang”
Lucane menyandarkan tubuhnya ke sandaran tempat tidur dan menatap Xera.
“Kau pikir aku akan menyentuhmu hanya karena kita satu atap?” tanyanya tenang.
Xera melirik cepat, lalu menggeleng. “Bukan itu. Hanya saja semua terasa cepat.”
Lucane mendekatkan tubuhnya sedikit, lalu menggenggam tangan Xera yang sejak tadi resah di atas selimut.
“Aku bisa menunggu,” bisiknya lembut. “Aku lebih suka kau merasa aman daripada kau berpura-pura siap hanya karena mencintaiku.”
Xera menatapnya dalam diam. Ada rasa hangat yang menjalari dadanya ini bukan tentang tubuh, tapi tentang rasa dihargai.
Lucane perlahan membawa tangan Xera ke bibirnya, mengecupnya ringan.
“Tapi satu hal yang tidak bisa kutunda,” lanjutnya dengan suara rendah, “adalah keinginan untuk memelukmu malam ini.”
Xera tertawa kecil, malu-malu. “Itu boleh.”
Lucane menarik Xera perlahan ke pelukannya. Tubuh Xera kaku di awal, tapi pelan-pelan dia tenggelam di dada pria itu tempat yang terasa aman dan berbahaya sekaligus.
“Kau tahu?” bisik Lucane di dekat telinga Xera. “Aku tidak pernah membiarkan siapa pun tidur di sisi ini.”
Xera tersenyum di dadanya. “Lalu kenapa aku?”
Lucane menjawab tanpa ragu
“Karena kau satu-satunya yang bisa membuat monster ini merasa seperti manusia.”
Xera terdiam, ya bagaimana pun dia tahu jika pria di pelukan nya ini adalah monster yang bisa berubah kapan saja.
Setelah beberapa saat Xera pun tertidur dalam pelukan Lucane, napasnya tenang. Lucane masih terjaga, membelai rambutnya pelan, seolah takut mimpi ini akan hilang jika ia pejamkan mata.
Di luar, hujan terus turun.
* * * *