NovelToon NovelToon
SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

SURGA Yang Kuabaikan & Rindukan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Penyesalan Suami
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Takdir yang tak bisa dielakkan, Khanza dengan ikhlas menikah dengan pria yang menodai dirinya. Dia berharap, pria itu akan berubah, terus bertahan karena ada wanita tua yang begitu dia kasihani.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Transaksi

Khanza segera menggendong Hanin, balita itu hanya menangis sebentar, lebih keterkejut. Sementara Bu Ijah segera membenarkan pagar box itu.

"Harus direkatkan lebih kuat lagi nih, Za. Soalnya ininya patah." Bu Ijah menunjukkan pagar yang patah.

"Iya, Bu. Nanti di perbaiki lagi."

"Gimana keadaan kamu akhir-akhir ini? Kepalanya masih suka sakit!" tanya Bu Ijah.

"Sudah enggak Bu. Beberapa saat lalu karena sering begadang menyelesaikan pesanan baju, jadi istirahatnya kurang, ditambah lagi kasih Hanin ASI. Sekarang Alhamdulillah sudah sembuh, Bu."

"Alhamdulillah kalau begitu. Nah, sekarang Hanin biar Ibu aja yang jaga, ibu libur hari ini sampai lima hari ke depan, soalnya Bu Gunawan pulang kampung sekeluarga, biar kamu bisa fokus dan tenang juga, ibu bakalan di toko beberapa hari ini," ujar Bu Ijah.

"Iya, Bu. Makasih kalau begitu."

Sebenarnya, Khanza bisa saja menyewa pengasuh, namun dia lebih memilih membawa anaknya kemana-mana, perihal pekerjaan dia punya karyawan, dia turun tangan hanya pada pesanan tertentu seperti pelanggan setianya. Sementara pelanggan baru, sering di kerjakan oleh karyawan nya.

"Ibu dengar dua adikmu pulang, ya?"

"Iya, Bu. Adik Perempuanku Keyla sudah selesai ujian akhir sekolah, menunggu kelulusan, sementara adik laki-laki libur semester, makanya pulang," terang Khanza.

"Oh, begitu. Ramai lah di rumah sekarang ya."

"Iya, Bu. Tadinya Keyla ingin Hanin di rumah saja, dia mau rawat, tapi Hanin kan masih menyusui jadi aku bawa aja."

Tanan pandai menjahit dompet, membuat tas dan sendal selama di penjara. Bahkan belajar cara membudidayakan ikan nila dan lele di penjara. Banyak hal positif yang di ikutinya. Subuh dia sudah bangun, salat, mengaji, olahraga, lalu mengikuti semua kegiatan.

"Bro, sepertinya kamu bakalan cepat deh bebas!" Salah satu teman beda sel Tanan merangkul pundaknya.

"Insyaallah. Semoga Bang, dan kamu juga Bang," jawab Tanan.

"Aku ... entahlah, enggak semangat, nggak ada yang peduli juga sama aku. Siapa yang mau urus surat keluar aku?" Dia menatap nanar ke depan. "Keluar dari penjara ini ada surat dan bayar denda juga, keluargaku tak ada yang peduli, aku pernah minta tolong pada seseorang waktu itu, memohon agar kakak menjenguk, hingga detik ini tak ada satupun yang datangi, Nan."

"Jangan berburuk sangka Bang. Mungkin mereka tengah berjuang mengumpulkan uang untuk bayar denda. Atau punya kesulitan lain."

"Entahlah. Mungkin mereka malu, kasusku dengan kasus mu kan beda." Dia terkekeh kecil.

"Emang kasus Abang apa?"

"Memperkaos orang dan orang itu anak tetangga berumur 16 tahun."

Tanan hanya bisa beristighfar. Dia juga lelaki buruk yang memperkaos gadis sampai hamil.

"Aku juga buruk Bang, memperkaos wanita karena mabuk minuman usai minum-minum dan pesta narkoboui," jawab Tanan.

Pria itu menghela nafas. "Kau khilaf karena mabuk, aku khilaf karena nafsu semata, nyaris membunuhnya. Kalau sampai mabuk, mungkin aku akan lebih brutal."

"Berdo'a aja Bang, dan berniat semoga kita dijauhi hal buruk itu, tak kembali lagi pada hal tercela."

"Ya. Kadang aku juga ingin bertaubat, tapi rasanya hidupku terus menerus buruk, aku malang."

"Tidak Bang. Tidak ada manusia malang, kita kadang hanya sedang diberikan ujian. Kalau bisa melewatinya, di saat yang tepat akan menjadi keindahan."

"Waktunya istirahat selesai!" Seorang pria berseragam polisi berseru.

"Waktunya kembali ke sel masing-masing. Sampai berjumpa lagi Bang Erik!" Tanan beranjak pergi.

Malam yang dinanti, Rudi dan Herman diantarkan cara bertransaksi barang haram itu, ini pertama kalinya mereka mencoba.

"Kerja bagus!" Alex melemparkan sebungkus sabu-sabu pada Herman dan ganja pada Rudi. Lalu uang beberapa lembar. "Kerja kalian cukup bagus, lain kali akan aku serahkan jual beli dengan cara lain!"

"Baik, Bang!" Rudi dan Herman tersenyum senang. Begitu pula dengan Riko, dia juga baru saja selesai bertransaksi dengan salah satu ketua gank motor Bekasi Xlub, Riko mendapatkan bonus serta tambahan tips dari ketua gang motor itu, juga mendapatkan upah dari Alex.

"Hahaha. Lihat kan, kerja santai, uang banyak! Barang dapat hati senang!" Riko merangkul dua temannya itu.

"Lu bisa kasih nyokap lu diam-diam Man, tanpa sepengetahuan bokap lu!" Riko menatap Herman tegas.

"Iya, makasih banyak Rik."

"Nah, sekarang lu kasih dulu nyokap lu uang, beli belanja, baru kita berpesta. Barang lu sini gue pegang dulu, biar gak ketahuan sama nyokap lu! Gue dan Rudi nunggu lu ditempat biasa, oke!"

"Ok, Rik!"

Herman pun pulang, sebelum sampai di rumah, dia mampir ke kedai, membeli beras tiga Kilo, minyak goreng dua liter, telur 10 biji dan 5 bungkus mie goreng, 5 bungkus mi rebus, lalu beberapa bungkus roti.

Tangannya penuh menenteng dua kantong kresek. Seperti biasa, sang ayah tidak ada di rumah jam segini, biasanya pasti sedang berjudi di warung Santi janda anak dua, kalau tidak nongkrong di rumah duda Samsor Manulu, pesta arak.

"Assalamualaikum Bu," panggil Herman, lalu masuk.

Rumah itu tampak sepi dan sunyi. Adiknya yang kecil tiba-tiba berlari keluar dari kamar.

"Abang, Abang Herman pulang!" seru adiknya, langsung menarik tangan Herman. "Ibu sakit Bang. Badan ibu panas, habis dipukul ayah, ibu dan kami belum makan seharian," adu adiknya.

Dada Herman terbakar, benci dan marah timbul pada ayahnya, sedih dan kasihan pada ibunya yang malang.

"Bu." Ibunya hanya diam, nakun nafasnya terdengar cukup keras.

"Arif, masaklah nasi, masak juga mi dan telur, Abang ada beli beras, minyak itu di luar." Herman bicara pada adiknya yang besar.

"Kamu ambil roti dan air putih, bawa sini ya!" Herman bicara pada adiknya yang paling kecil.

Herman memeluk ibunya, mendudukan dan membuat ibunya bersandar di bantal. "Bu, ayo cicipi sedikit roti ini dulu dan minum, lalu kita ke rumah bidan ya."

Dengan mata masih terpejam, sang ibu menyahut dengan suara sangat pelan. "Tidak, kita tidak ada uang Man. Ayahmu baru saja merampas uang yang ibu pinjam pada tetangga untuk membeli beras sekilo ke warung."

Rahang Herman mengeras. "Aku ada uang Bu, aku juga beli beras, minyak dan makanan. Aku dapat pekerjaan. Makanya baru bisa pulang."

Mata ibunya terbuka. "Kamu kerja apa? Halal kan?"

"Halal Bu, aku bantu orang jualan," jawab Herman berbohong.

"Alhamdulillah." Air mata ibunya Herman menetes. Lalu dia pun mengunyah sobekan roti yang di suapkan Herman ke mulutnya.

"Habis ini kita ke bidan ya Bu. Aku ada uang. Ibu harus sehat, bagaimana dengan Arief dan Rizki, mereka berdua masih kecil."

Setelah makan beberapa sobekan roti dan minum, Herman memapah ibunya untuk pergi ke rumah bidan terdekat.

"Arif, Abang bawa ibu dulu ke bidan, kunci pintu, kalau ayah pulang jangan dibuka, kalau dia ngamuk, kalian kabur keluar paham," pesan Herman.

"Iya, Bang."

"Kalian berdua makanlah duluan, kalian pasti lapar kan, seharian belum makan."

"Baik, Bang." Jawab dua adik Herman itu, sementara dua orang adiknya lagi, biasanya mengamen dan mengemis di jalan, mereka berdua lebih besar dari Arief, di bawah Herman.

1
Heny
Hadir
Rozh: terimakasih 🙏🏻🌹
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!