Perlu waktu lama untuknya menyadari semua hal-hal yang terjadi dalam hidupnya.
suka, duka, mistis, magis, dan diluar nalar terjadi pada tubuh kecilnya.
ini bukan tentang perjalanan yang biasa, inilah petualangan fantastis seorang anak berusia 12 tahun, ya dia KINASIH.
Pernah kepikiran engga kalau kalian tiba-tiba diseret masuk ke dunia fantasi?
kalau belum, mari ikuti petualangan kinasih dan rasakan keseruan-keseruan di dunia fantasi.
SELAMAT MEMBACA..!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Aksara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21: Rupa Sosok Bayangan
Situasi semakin keruh. Adelle semakin cemas. Dia menyadari jika seorang di hadapannya adalah seseorang yang ingin sekali ditemuinya.
"Apa yang kau takutkan, adelle." Kinasih mencoba menenangkan.
"Maaf jika aku mudah cemas dan takut ketika mengetahui sebuah fakta." Adelle mulai mengontrol dirinya. Lalu menghela napas panjang.
Sejak pertama kali kinasih datang di dunia fantasi. Banyak sekali desas desus tentangnya. Yang membuat banyak pihak ingin bertemu dengannya. Sosok yang dikabarkan telah tercatat di masa lalu, kini telah datang di dunia fantasi. Adelle adalah salah satu dari banyaknya pihak yang ingin bertemu dengan kinasih.
"Coba perhatikan baik-baik ciri-ciri tubuhku, kinasih." Pinta adelle.
Kinasih mulai memperhatikan. Dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.
"Tidak ada yang aneh, memangnya kita pernah bertemu?."
Adelle berpikir sejenak. Lalu menunjukkan giginya. "Apakah kau ingat?."
"Tidak juga, adelle."
Adelle berpikir lagi. Lalu tiba-tiba dia berdiri. Dan menggerakkan badan persis seperti isyarat yang dilihat kinasih pada bayangan hitam yang muncul di sekolahnya.
Kinasih terkejut. "JADI KAU SI BAYANGAN HITAM ITU?."
Adelle tersenyum lalu mengangguk.
"Hei, ella. Apakah kau pernah melihatku termenung di hilir sungai? Apakah kau betul-betul melihatku?."
Ella mengangkat kedua bahunya. "Tapi aku tidak tahu apa yang kau lakukan disana."
"Aku bukan termenung, melainkan aku sedang bersemedi. Aku bukanlah ras goblin biasa. Aku adalah hasil dari dua ras yang berbeda."
"Coba kalian lihat." Adelle berdiri dan mengangkat baju bagian belakangnya. Terlihat sepasang sayap berukuran kecil tumbuh di bagian punggungnya.
"Aku adalah ras goblin campuran. Ayahku adalah goblin. Tetapi tidak dengan ibuku. Ibuku adalah peri kegelapan. Bawahan langsung tuan darko." Adelle mencoba menjelaskan.
"Lalu, apa hubungannya dengan bayangan hitam yang aku lihat di sekolahku?." Tanya kinasih.
"Aku bersemedi karena suatu alasan. Ester sudah tahu banyak tentangku yang dijauhi oleh teman-teman goblin yang lain. lalu aku butuh teman, dan aku meminta kepada ibuku agar jiwaku bisa mencari teman di dunia nyata. Bukan di dunia fantasi."
Kinasih, ester, dan ella mendengarkan cerita adelle dengan sangat serius.
"Lalu, ibuku meminta tuan darko untuk memisahkan jiwaku dan dikirim ke dunia nyata. Sebelum tuan darko mengirim jiwaku, dia berpesan bahwa dari dunia nyata ada seorang anak perempuan bernama kinasih, yang mampu membantuku menyelesaikan masalah di dunia fantasi."
Kinasih terdiam. Dia teringat jika mbah inah juga pernah berkata seperti itu.
"Jadi sosok bayangan itu adalah dirimu yang mencari teman?." Tanya kinasih dengan wajah sendu. Merasa iba dengan nasib adelle yang rela mencari teman hingga ke lain dunia.
Adelle mengangguk. "Akulah sosok bayangan itu, kinasih. Maaf jika waktu itu kau merasa terganggu dengan ulahku."
"Sudahlah, tidak apa-apa. Sekarang kita sudah berteman dan aku akan menjadi temanmu untuk mengalahkan viola." Senyum kinasih merekah.
Ester sejak tadi hanya berdiam diri. Entah dia paham atau tidak dengan apa yang terjadi di hadapannya.
"Jadi bagaimana strategi kita?." Ella membuka topik baru.
Semuanya terdiam. Saling tatap satu sama lain. Tidak ada yang tahu harus bagaimana. Ella hanya menepuk jidat menyadari jika belum ada yang memiliki rancangan strategi yang matang.
...
Keesokan harinya.
Pagi yang sangat cerah dengan semburat cahaya mentari yang sangat bersahabat. Untuk pertama kalinya setelah seminggu, ester tidak lagi terlambat. Usut punya usut, semalam suntuk dia tidak dapat tertidur pulas. Pikirannya dihantui oleh informasi tentang viola yang ingin menghancurkan akademi. Dia sadar jika dia tidak bisa membantu banyak hal. Namun, dia berencana ingin mencari tahu, motif apa yang membuat viola tiba-tiba ingin menghancurkan akademi sihir itu.
KRIETT...
Pintu ruang kelas terbuka perlahan. Ma'am stella segera menyadarinya. Dia merasa ada yang janggal. "Siapa yang datang se pagi ini?." Gumamnya.
"Selamat pagi, Ma'am." Sapa ester dengan wajah berseri. Penuh semangat.
PLOK..
PLOK..
"Luar biasa. Sangat luar biasa. Akhirnya kau tidak terlambat lagi." Ma'am stella bertepuk tangan. "Bagaimana rumahmu? Aman?."
"Aman, Ma'am. Saya sudah tidak lagi harus berjaga setiap malam." Ester menyeringai.
Ma'am stella mengangguk. "Baguslah kalau begitu. Kau tunggulah disana, sampai teman-temanmu datang."
Namun ester tidak berjalan menuju tempat duduknya, melainkan mendekati ma'am stella yang asyik menikmati sarapan rotinya.
"Bolehkah saya bertanya, ma'am?."
"Silahkan, apa yang ingin kau tanyakan?."
"Kemarin Adelle memberitahuku bahwa ada penyihir baru yang datang ke akademi ini, anda kenal dengan beliau, ma'am?." Tanya ester sambil menyeringai lebar.
Ma'am stella mengangguk. Remah roti terlihat berceceran diatas mejanya. Jorok sekali.
"Dia adalah sahabatku dulu, namanya viola. Sepertinya hari ini dia akan membantuku di kelas ini." Jawab ma'am stella sambil melanjutkan memakan sarapan rotinya.
"Bolehkah aku berkenalan dengannya?." Ester terlihat bersemangat.
Ma'am stella melipat dahinya. "Hei, mengapa kau sangat bersemangat sekali? Boleh saja jika kau ingin berkenalan dengannya."
Ester terlihat senang. Kali ini dia akan menuntaskan tugasnya. Dengan menanyakan motif apa yang membuat viola merencanakan kejahatan tersebut.
"Kau mau, ester? Hitung-hitung hadiah untukmu karena sudah tidak terlambat lagi." Ma'am stella menyodorkan beberapa potong roti yang ada di dalam kotak makannya.
"Thank you, ma'am." Ester segera mengambil satu potong roti. Lalu dengan segera kembali ke tempat duduknya.
..
Lonceng tanda dimulainya pembelajaran berbunyi. Semua goblin menyiapkan segala kebutuhan pembelajaran. Seperti kitab sihir, tongkat sihir dan buku catatan untuk mencatat nama-nama mantra sihir.
Hari ini dua goblin yang sering bermasalah hadir tepat waktu. Ester dan adelle. Keduanya kini berada di ruang kelas, tidak seperti biasanya. Biasanya ester terlambat lalu adelle selalu kabur ke ruangan kimia akademi.
Ma'am stella beserta ma'am viola—kini panggilannya menjadi ma'am karena harus membantu mengajar—segera berdiri di depan para murid.
"Selamat pagi, semuanya. Hari ini kita kedatangan penyihir baru yang akan membantu saya mengajar kalian. Perkenalkan dia, Ma'am Viola. Dia adalah sahabat lama saya yang sudah saya kenal dengan baik." Ma'am stella membuka pembelajaran dengan memperkenalkan ma'am viola.
Ester dan adelle saling tatap. Lalu tersenyum sinis.
"Halo semua, saya ma'am viola yang akan ikut serta membantu ma'am stella mengajar kalian. Meskipun untuk sementara waktu saja." Ma'am Viola segera menundukkan kepala.
"Oh jadi ini, si viola yang kau bicarakan itu?." Bisik ester kepada adelle.
"Betul, tidak terlihat jahat, kan?."
Ester hanya membalas dengan anggukkan kepala.
Ma'am stella segera membuka kitab sihirnya. Lalu menjelaskan mantra apa yang akan diajarkannya hari ini.
"Hari ini kita akan belajar mantra sihir baru. Mantra yang bisa membuat sebuah benda berubah menjadi benda apapun yang kita pikirkan. Sebelum itu kalian perhatikan baik-baik ma'am viola yang akan mempraktekkannya."
Ma'am viola segera mengeluarkan sebuah cawan petri yang berisi cairan berwarna hijau.
Adelle seketika terkejut. "Astaga, itukan..." Bisiknya perlahan.
"Kau kenapa adelle?." tanya ester sambil berbisik.
"Itu hasil eksperimenku. Bodohnya aku terlalu percaya dengan si viola itu." Wajah adelle terlihat tidak senang.
"Nama mantra tersebut adalah Transmutatio. Kalian bisa melihat benda yang saya bawa? Saya akan merubahnya menjadi benda yang saya pikirkan. Perhatikan baik-baik." Ucap Ma'am viola dengan nada tanpa rasa bersalah.
Ma'am viola segera meletakkan cawan petri diatas meja. Lalu segera mengeluarkan tongkat sihirnya. Dia memulai dengan mengarahkan tongkat pada cawan petri. Lalu dilanjut dengan meliuk-liukkan tongkat searah jarum jam dengan jumlah 3x putaran. Setelah itu dia menyebutkan mantra sihirnya.
"Transmutatio." Seketika cairan berwarna hijau tersebut berubah menjadi sebuah pohon bonsai berukuran kecil.
PROK...
PROK...
Para goblin bertepuk tangan melihat hasil dari mantra sihir tersebut. Kecuali ester dan adelle.
"Seperti itulah cara kerjanya, yang ada di pikiran saya adalah bonsai lalu dengan saya memutar tongkat searah jarum jam 3x putaran maka mantra sihir itu akan bekerja dengan baik." Ucap Ma'am viola dengan senyum lebarnya.
Ester yang mengetahui jika itu adalah cairan buatan adelle segera mencari cara untuk balas dendam. Dia segera merobek secarik kertas, lalu ditulisnya sebuah kalimat pendek yang berbunyi "Apakah kita bisa bicara sebentar di ruang kimia, Ma'am.?" Lalu segera melipatnya sampai kecil.
"Ada yang ingin mencobanya?." Tanya ma'am stella.
Ester segera mengangkat tangannya. "Saya ingin mencobanya, ma'am. Namun pinjamkan saya tongkat sihir anda, karena saya lupa membawanya."
Ma'am viola mengangguk. "Silahkan, kau bisa meminjam tongkatku."
Ester segera beranjak maju ke hadapan ma'am viola. Ma'am viola segera menyerahkan tongkat sihirnya. Namun, ester menukar tongkat itu dengan secarik kertas yang telah dibuatnya.
Ma'am viola melipat dahi. Lalu perlahan membuka secarik kertas tersebut dan membacanya. "Baiklah, silahkan mencobanya."
Ester segera mengarahkan tongkat ke cawan petri. Lalu dia dengan sengaja tidak mengikuti instruksi yang diberikan oleh ma'am viola. Dia dengan sembarangan memutar arah tongkat. Dan dengan sengaja mengarahkan sihir kearah lain.
Ma'am stella menepuk jidatnya. "Kau belum berkembang juga ya, ester. Namun tidak apa-apa lain kali kau juga pasti bisa melakukannya."
Ester hanya menggaruk kepala yang tak gatal. Karena memang alasan dia bukan untuk mencoba mantra melainkan menyerahkan secarik kertas tersebut pada ma'am viola. Lalu dia segera menyerahkan kembali tongkat sihir itu kepada ma'am viola.
"Aku tahu maksudmu, dan aku berkenan untuk bicara denganmu. Akan aku bongkar semuanya." Bisik Ma'am viola pada ester dengan tatapan tajamnya.
Ester hanya menelan ludah. Lalu segera kembali ke tempat duduknya dengan perasaan yang janggal.
......Bersambung......