NovelToon NovelToon
Jerat Cinta Sang Kapten

Jerat Cinta Sang Kapten

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duda / Menikahi tentara
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: keipouloe

Jhonatan Wijaya, seorang Kapten TNI yang dikenal kaku dan dingin, menyimpan rahasia tentang cinta pandangan pertamanya. Sembilan tahun lalu, ia bertemu dengan seorang gadis di sebuah acara Akmil dan langsung jatuh cinta, namun kehilangan jejaknya. Pencariannya selama bertahun-tahun sia-sia, dan ia pasrah.

Hidup Jhonatan kembali bergejolak saat ia bertemu kembali dengan gadis itu di rumah sahabatnya, Alvino Alfarisi, di sebuah batalyon di Jakarta. Gadis itu adalah Aresa, sepupu Alvino, seorang ahli telemetri dengan bayaran puluhan miliar yang kini ingin membangun bisnis kafe. Aresa, yang sama sekali tidak mengenal Jhonatan, terkejut dengan tatapan intensnya dan berusaha menghindar.

Jhonatan, yang telah menemukan takdirnya, tidak menyerah. Ia menggunakan dalih bisnis kafe untuk mendekati Aresa. Ketegangan memuncak saat mereka bertemu kembali. Aresa yang profesional dan dingin, berhadapan dengan Jhonatan yang tenang namun penuh dominasi. Dan kisah mereka berlanjut secara tak terduga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keipouloe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Sementara itu, di stasiun kabupaten sebelah, Alvino baru saja tiba, tidak sendiri. Ayu, istrinya, dan Gio, anaknya, juga ikut. Mereka masih butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk sampai di rumah sang Paman.

Tak lupa, sebelumnya ia sudah meminta sepupunya, Alif (kakak pertama Aresa), untuk menjemputnya di stasiun.

Saat keluar dari stasiun, ia melihat seorang laki-laki berbadan tegap dan tinggi sedang berdiri di samping mobilnya sambil bermain ponsel.

"Lif!" sapa Alvino.

"Eh, sudah sampai lo, Vin," balas Alif.

"Sudah. Ayo langsung aja, gue pengen tidur," kata Alvino.

Mereka naik ke mobil. Alvino duduk di samping Alif, sedangkan istri dan anaknya duduk di belakang.

"Gio kamu sudah ngantuk?" tanya Alif.

Ayu yang menjawab. "Iya, Om. Tadi di kereta enggak mau tidur, excited lihat pemandangan dari dalam kereta."

"Haha, nanti istirahat di rumah Om, Gi."

Gio menyela dengan semangat. "Iya, Om! Aku mau tidur sama Mas Ziar (anak pertama Alif)!"

"Iya, siap, Bro!"

****

Setelah perjalanan kurang lebih satu setengah jam, mereka sampai di rumah orang tua Aresa pukul sepuluh malam. Mereka langsung turun dan masuk. Di dalam, sudah ada Bapak dan Ibu Aresa serta Sarah (istri Alif) menyambut mereka dengan hangat.

"Akhirnya kamu datang, Vin, Yu," sapa Hera (ibu Aresa)

Alvino dan Ayu menyalami paman dan bibinya.

"Iya, Bi, baru ada cuti buat ke sini," kata Ayu.

"Paman juga jarang ke Jakarta sekarang, haha," canda Alvino.

Adnan tersenyum. "Paman sudah pengen istirahat dikunjungi anak cucu, Vin."

"Ayo, duduk dong," ajak Hera.

Mereka duduk bersama. Obrolan mereka sangat akrab. Sampai Adnan mengalihkan pembicaraan, nadanya kembali tajam.

"Vin, awasi teman kamu. Jangan sampai macam-macam sama Aresa," perintah Adnan.

"Iya, Om. Tenang aja. Jhonatan sudah saya beri wejangan keras," jawab Alvino meyakinkan.

"Ya sudah sana, kalian istirahat. Kalian pakai kamarnya Anan (kakak kedua Aresa) di atas." perintah Hera.

"Iya, Bi," jawab Ayu.

Gio menyela. "Gio mau tidur sama Mas Ziar, Mbah!"

Sarah menggandeng tangan Gio. "Ya sudah, ayo, Mas Ziar sudah tidur. Kamu nyusul, yuk." Sarah membawa Gio ke kamar anak pertamanya. Sementara Alvino dan Ayu pergi ke kamar yang sudah disiapkan untuk mereka, membawa kehangatan keluarga ke rumah di kompleks pesantren itu.

****

Pukul dua dini hari. Dinginnya udara Banjarnegara membuat tidur semakin nyenyak, tetapi tidak bagi perut Aresa. Ia menyelinap keluar kamar, berjalan perlahan menuju dapur.

Di ruang keluarga, ia melihat Jhonatan berdiri di balkon, memandangi jalanan sepi.

"Kapten? Belum tidur?" sapa Aresa, kaget karena ketahuan.

Jhonatan menoleh. "Res. Kamu ngapain malam-malam gini?"

"Lapar," jawab Aresa jujur. "Saya lupa makan malam. Kapten sendiri kenapa di luar?"

"Banyak pikiran," jawab Jhonatan. "Dan jujur, suasana di sini terlalu hening. Rasanya aneh setelah terbiasa dengan suara hiruk pikuk barak."

"Anda akan terbiasa," kata Aresa, mulai melangkahkan kaki di tangga.

Jhonatan tiba-tiba berbalik. "Tunggu, Res. Saya juga lapar. Saya ikut ke dapur."

Mereka berjalan berdampingan menuju dapur. Dapur di rumah itu terasa luas dan panjang karena menyatu dengan dapur santri.

Mereka sampai di dapur, Aresa langsung membuka tudung saji, tak ada makanan tersisa. Setelah mencari-cari, Aresa mendesah. "Cuma ada ini, Kapten. Satu bungkus mie instan."

Jhonatan tertawa kecil. "Satu bungkus? Waduh. Apa kita harus undian dulu nih?"

"Nggak usah," Aresa mengambil panci. "Anda yang masak, Saya yang siapkan air. Kita bagi dua, deal?"

"Siap. Deal," jawab Jhonatan. Kecanggungan mulai hilang, digantikan oleh obrolan santai saat mereka memasak mie.

Setelah mie mereka matang, Jhonatan menuangkan di mangkuk yang sudah Aresa siapkan. Mereka duduk lesehan di lantai dapur yang agak hangat, berbagi semangkuk mie instan panas.

"Maaf ya, Kapten. Di sini memang begini. Enggak ada room service," goda Aresa.

"Justru ini yang seru," balas Jhonatan. "Ngomong-ngomong, Vino sudah datang. Tadi saat kita sudah di kamar."

"Mas Vino sudah datang?" Aresa terkejut, sekaligus lega. "Syukurlah. Saya kira saya bakal terjebak lama-lama cuma sama Anda di rumah ini."

Jhonatan tersenyum. "Aku juga lega. Soalnya, Ayahmu itu membuatku seperti tentara yang baru ketahuan nyolong senjata. Tatapannya tajam sekali."

Aresa terkekeh geli. "Itu style Bapak saya, Kapt. Pensiunan polisi dengan insting tajam. Anda harus hati-hati."

"Aku tahu. Dan aku akan menjagamu, Res. Itu sudah jadi komitmenku sekarang," kata Jhonatan, suaranya lebih serius.

Setelah mangkuk mi kosong, mereka kembali ke kamar masing-masing. Mereka berjalan berdampingan di lorong gelap.

"Kapten," panggil Aresa. "Terima kasih mienya."

"Sama-sama. Itu bayaran karena kamu enggak membiarkan saya mati kelaparan," balas Jhonatan. Ia menoleh ke belakang. "Omong-omong, di rumah sebesar ini, apa tidak ada cerita hantu atau semacamnya, Res?"

Aresa meninju pelan lengan Jhonatan karena kaget. "Kapten, jangan nakut-nakutin! Cepat masuk kamar!"

Jhonatan tertawa lirih. "Selamat tidur, Res."

****

Pukul 4 pagi, suasana rumah sudah ramai. Jhonatan turun dengan kaus dan sarung, atributnya terlihat canggung, tetapi ia berusaha mengikuti. Ia menunggu Alvino yang sedang wudhu.

Sementara itu, Aresa sudah siap dengan mukenanya, bergabung dengan sang ibu, dan kakak-kakak iparnya di teras.

"Ayo, Nduk. Sudah mau Iqamah," ajak Hera pada anak-anaknya.

Setelah Sholat Subuh berjamaah, rutinitas dilanjutkan dengan mengaji bersama para santri di masjid. Jhonatan, Alvino, dan Alif duduk di barisan belakang, ikut dalam kekhusyukan.

Pukul setengah 6 pagi, kegiatan mengaji selesai. Para santri bersiap pergi ke sekolah, sementara beberapa santri putri bersiap memasak sarapan.

Aresa langsung pergi ke dapur, masih mengenakan mukenanya. Ia menemui salah satu santri yang bertugas.

"Mbak, menu pagi ini apa?" tanya Aresa lembut.

"Nasi goreng dan kerupuk, Ning," jawab Mbak Santri dengan hormat, menggunakan panggilan khas untuk putri kyai atau pemilik pesantren.

Setelah memastikan sarapan santri aman, Aresa pergi dari dapur. Ia tidak langsung ke kamarnya. Ia terlebih dahulu ke kamar Mbah Uti dan Mbah Kakungnya, yang kini sudah tidak bisa bangun dari tempat tidur.

"Mbah, sehat?" sapa Aresa, mencium tangan Mbah Uti.

"Sehat, Nduk. Kamu sehat? Kaget lihat kamu sudah di sini," jawab Mbah Uti lirih.

"Sehat, Mbah. Aresa kangen," jawab Aresa. Sementara Mbah Kakungnya hanya bisa mengangguk pelan karena stroke, Aresa mengusap tangan kakeknya. Setelah menumpahkan rasa rindunya, Aresa kembali ke kamarnya di lantai dua.

Saat melewati ruang keluarga, ia melihat Jhonatan, Alvino, dan Alif sudah duduk melingkar, entah membicarakan apa.

****

Jhonatan baru saja kembali dari masjid. Ia tidak sempat berganti pakaian, ia bersama Alvino serta Alif, langsung duduk di ruang keluarga. Sedangkan Bapak dan Ibu Aresa berpamitan akan mengisi pengajian di desa sebelah.

Pikiran Jhonatan melayang pada interaksi tengah malam tadi mi instan, tawa, dan godaan hantu.

Senyum tipis masih melekat saat ia melihat Aresa muncul dari tangga. Aresa masih memakai mukena, wajahnya bersih tanpa riasan. Jhonatan melihat keindahan yang sesungguhnya ketenangan setelah ibadah, jauh dari kesan glamour. Dia sangat cantik, batin Jhonatan.

Lamunannya buyar saat Alif memanggil Aresa untuk membuatkan kopi.

"Res!" panggil Alif sebelum Aresa mencapai pintu kamarnya.

Aresa berhenti. "Ya, Mas?"

"Tolong buatkan kami kopi hitam kental. Tiga cangkir. Biar otak kami lancar bahas proyek ini," perintah Mas Alif, nadanya santai seperti biasa, tanpa menyadari bahwa perintah itu langsung didengar oleh Jhonatan yang sedang memandangi adiknya.

Aresa mengangguk pasrah. "Siap, Mas," jawabnya, dan ia melangkah ke dapur santri. Jhonatan hanya bisa menahan napas, merasa aneh melihat perlakuan Alif terhadap Aresa yang harus melayani mereka.

1
Embhul82
💪 semangat 👍
Embhul82
menarik Thor
yu kak saling sapa mampir beri dukungN ke karyaku juga
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat
rokhatii: hehe tunggu aja kak🤭. konfliknya santai kok
total 1 replies
aisssssss
💪
aisssssss
👍
rokhatii
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!