NovelToon NovelToon
DI UJUNG DOA DAN SALIB : RENDIFA

DI UJUNG DOA DAN SALIB : RENDIFA

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Keluarga / Romansa / Office Romance
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

“Sakitnya masih kerasa?”
“Sedikit. Tapi bisa ditahan.”
“Kalau kamu bilang ‘bisa ditahan’ sambil geser duduk tiga kali … itu artinya nggak bisa, Dhifa.”
“Kamu terlalu kasar tadi pagi,” batin Nadhifa.
***
Renzo Alverio dan Nadhifa Azzahra saling mencintai, tapi cinta mereka dibatasi banyak hal.
Renzo, CMO Alvera Corp yang setia pada gereja.
Nadhifa, CFO yang selalu membawa sajadah dan mukena ke mushola kantornya.
Hubungan mereka tak hanya ditolak karena beda keyakinan, tapi juga karena Nadhifa adalah anak simpanan kakek Renzo.
Nadhifa meski merasa itu salah, dia sangat menginginkan Renzo meski selalu berdoa agar dijauhkan dari pria itu jika bukan jodohnya
Sampai akhirnya suatu hari Renzo mualaf.
Apakah ada jalan agar mereka bisa bersatu?
*
*
*
SEKUEL BILLIORAIRE’S DEAL : ALUNALA, BISA DIBACA TERPISAH

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15. BULAN MADU MANIS

Suasana pagi di lobi Alvera Corp sedikit terganggu oleh derap langkah cepat dan energik. Seorang wanita dengan potongan rambut panjang lurus yang terikat rapi, kemeja kotak-kotak, celana jeans ketat, dan sepatu boots kulit hitam berjalan dengan langkah mantap. Itu adalah Naya, sekretaris baru Alaric yang menggantikan Pak Virgo yang sudah pensiun. Gayanya yang nyentrik dan sikapnya yang ceplas-ceplos langsung menjadi buah bibir.

“Dijamin sampai dalam lima menit. Jangan ada yang mabuk darat,” gerutunya tanpa menoleh ke belakang, diikuti lima pemuda fresh graduate yang wajahnya masih polos dan sedikit ketakutan.

Perjalanan dari kantor pusat Alverio Group dengan mobil Naya yang dikemudikan seperti dalam balapan membuat mereka masih terlihat pucat dan limbung.

Dengan efisien, Naya menuntun mereka menuju lift dan langsung ke lantai tujuh—Divisi Keuangan. Langkah bootsnya berderap di lantai marmer, sementara lima pemuda itu berusaha mengikutinya dengan semampunya, terlihat seperti anak ayam kehilangan induk.

Tanpa mengetuk, Naya mendorong pintu ruang kerja Nadhifa yang terbuka. “Bu CFO, kiriman dari pusat. Lima orang magang yang udah lulus, mau ditempatkan di sini buat diperkenalkan dengan neraca dan laba rugi,” ujarnya singkat, suaranya datar tapi terdengar jelas.

Nadhifa mengangkat kepala dari layar komputernya, senyumnya ramah menyambut. “Terima kasih, Naya. Silakan masuk, semuanya.”

Lima pemuda itu masuk dengan malu-malu, berdiri rapi di depan meja Nadhifa. 

Naya hanya melirik mereka. “Sudah saya antar. Saya balik ke pusat. Bos masih perlu laporan dari divisi lain.” Lalu, tanpa basa-basi lagi, dia berbalik dan pergi, meninggalkan aroma parfum yang tajam dan kesan ‘cepat dan efisien’.

Nadhifa menghela nafas kecil. “Baik, selamat datang di Divisi Keuangan. Saya Nadhifa, Chief Financial Officer disini. Disini kalian akan belajar banyak, dimulai dari hal yang paling dasar. Jadi siap-siap untuk kembali menjadi mahasiswa lagi,” ujarnya dengan canda ringan yang membuat ketegangan sedikit mencair.

Belum selesai Nadhifa memberi pengarahan, pintu ruangan terbuka lagi. Kali ini, lima wajah wanita rekan kerjanya yang sangat dikenalnya muncul. Ekspresi mereka sumringah.

“Bu Nadhifa! Kami mampir sebentar!” seru Ciara.

Melihat mereka, mata Nadhifa langsung berkaca-kaca. Tanpa berkata apa-apa, dia berdiri dan membuka pelukan. Satu per satu, mantan anak buahnya yang dipindahkan paksa ke divisi Pemasaran itu memeluknya erat. Ada yang tertawa, ada yang matanya juga basah.

“Kami kangen suasana di sini, Bu,” bisik Lita.

“Di Marketing seru, tapi nggak ada yang bisa diajak diskusi laporan arus kas tengah malam,” timpal Maya sambil terkekeh.

Lima pemuda baru itu hanya bisa menyaksikan dengan takjub. Mereka diajak berkenalan oleh Pak Anton, senior yang paling bersahabat.

“Ini tim kita yang dulu, Nak. Mereka sekarang bintang di divisi Pemasaran. Kalian belajar yang rajin, nanti gantian posisi kalian juga akan diisi adik-adik tingkat kalian. Saya dan kawan-kawan ini bentar lagi pada pensiun, masa depan Alvera Corp ada di pundak kalian,” ujar Pak Anton sambil menepuk bahu salah satunya.

Setelah canda dan obrolan singkat, kelima wanita itu pamit. Ruangan kembali tenang, namun sekarang diisi dengan energi baru. Lima wajah muda yang masih hijau, siap digodok, dan semangat dari para senior yang melihat ini sebagai proses regenerasi.

Nadhifa duduk kembali, melihat sekeliling. Dari lima orang pria paruh baya yang setia, kini ditambah lima pemuda penuh semangat. Sebuah perasaan lega dan haru menyelimutinya. Meski harus mengajari dari nol lagi, dia melihat ini sebagai sebuah siklus baru, sebuah harapan.

Dia mengangguk pelan, mengucap syukur dalam hati. Divisi Keuangan, yang sempat tercabik oleh permainan politik, kini kembali utuh, bahkan dengan komposisi yang lebih segar dan penuh potensi. Perjalanan masih panjang, tapi setidaknya hari ini, dia tidak merasa sendirian lagi.

...***...

LOS ANGELES menyambut mereka dengan udara dingin yang menusuk tulang, jauh berbeda dari cuaca tropis tanah air. Bagi Renzo, ini seperti pulang ke rumah kedua. Bagi Nadhifa, ini adalah petualangan baru sebagai seorang istri di usia 39 tahun, dengan pria yang telah mengejarnya tanpa lelah selama bertahun-tahun.

“Itu kampusku dulu,” ujar Renzo, tangannya erat menggenggam tangan Nadhifa yang sudah dilapisi sarung tangan wol. 

Dia menunjuk ke sekumpulan bangunan megah yang diselubungi salju tipis. “Dulu di musim salju seperti ini, aku sering berlari di trek sana, memikirkan masa depan yang ... nggak pernah kubayangkan akan seindah ini.”

Mata Nadhifa berbinar, menatap jejak-jejak kaki mereka yang tertinggal di hamparan putih. Ini adalah pengalaman pertamanya merasakan salju. “Dari dulu, aku selalu ingin menggandeng tanganmu seperti ini, Mas,” bisiknya, suaranya kecil di balik syal tebal. “Tapi dulu belum halal.”

Renzo menghentikan langkah mereka. Dia menoleh, matanya berbinar dalam cuaca yang kelabu. “Sekarang nggak hanya halal, Dhifa. Setiap gandengan tangan kita, setiap pelukan, bahkan setiap kecupan …,” ujarnya, “…adalah ibadah. Mendatangkan pahala.”

Nadhifa tersenyum, perasaan hangat yang tak tergambarkan menyebar di dadanya, mengalahkan dinginnya salju.

Tiba-tiba, Nadhifa mendekatkan bibirnya ke telinga Renzo. “Aku boleh kecup pipi kamu?” tanyanya dengan suara berbisik, malu-malu namun penuh kelakar.

Renzo tertawa, nafasnya membentuk kabut putih. “Tentu saja, istriku. Tapi sebagai suami yang baik, aku harus mengingatkan, kalau nanti berubah jadi cium bibir, itu juga sudah halal.”

Dia dengan dramatis menundukkan kepala, menyodorkan pipinya. Nadhifa berdiri jinjit, wajahnya bersemu merah karena dingin dan malu. Saat bibirnya hampir menyentuh pipi Renzo, pria itu tiba-tiba menoleh.

Alih-alih pipi, bibir mereka justru bertemu.

Ciuman pertama mereka sebagai suami-istri yang sah.

Nadhifa langsung melompat mundur, berdiri tegak. Tangannya dengan refleks memukul lengan Renzo. “Mas Renzo! Ini di depan umum! Banyak orang lihat!” serunya, wajahnya semerah buah delima.

Renzo hanya tertawa lepas, tak peduli dengan tatapan orang yang lewat. “Kita di LA, Sayang. Ciuman di jalanan itu hal biasa. Bahkan…” Dia mendekat dan berbisik nakal, “…aku dulu sering lihat pasangan mesra di gang-gang sempit kampus, lebih dari sekedar ciuman.”

Mata Nadhifa terbelalak. “Astaga! Kamu nggak harus cerita!”

Tawa mereka pecah bersama, menghangatkan udara dingin.

Tiba-tiba, seorang pria paruh baya dengan kamera menggantung di leher mendekati mereka. “Excuse me?” Orang itu tersenyum ramah dan menyodorkan selembar foto instan yang baru saja dicetak. “I took this of you two. You just look … so perfect together.”

Dalam foto itu, terabadikan momen ajaib saat bibir mereka baru saja bersatu. Latar belakang salju, bangunan tua, dan ekspresi terkejut Nadhifa yang lucu ditangkap dengan sempurna.

Renzo tersenyum. “Thank you. Should we pay for it?”

“No, no,” ujar sang fotografer menggeleng, matanya berbinar. “Consider it a gift. A little piece of your beautiful love story. You two look like you’re straight out of a movie.”

Setelah pria itu pergi, Nadhifa memandangi foto itu. Matanya kembali berkaca-kaca, tapi kali ini karena bahagia. “Mas, kita terlihat sangat … bahagia.”

Renzo memeluk bahunya, menariknya mendekat. “Karena kita sedang bahagia, Istriku. Dan ini baru babak pertama.”

Mereka melanjutkan jalan, tangan tetap terikat erat. Salju terus turun dengan lembut, menyelimuti kota dan hati mereka dalam kedamaian. 

Perjalanan panjang dan berliku mereka akhirnya membuahkan hasil, sebuah cinta yang tidak hanya diakui oleh hukum manusia dan agama, tetapi juga abadi dalam setiap jepretan momen, di mana pun mereka berada.

1
Esti Purwanti Sajidin
syemangat kaka,sdh aq vote👍
Marsshella: Makasi semangatnya Kaka, makasi udah mampir ya. Selamat datang di kisah Renzo dan Nadhifa 🥰
total 1 replies
kalea rizuky
najis bgt tau mual q thor/Puke/ kok bs alarik suka ma cwok pdhl dia bersistri apakah dia lavender marrige
Marsshella: di Alunala Alaric dia udah tobat kok dan punya anak kesayangan. Ini giliran ceritanya si Renzo 😭😭😭😭😭
total 1 replies
kalea rizuky
njirr kayak g ada perempuan aja lubang ta.... *** di sukain jijik bgt
kalea rizuky
gay kah
Wina Yuliani
tah ge ing ketahuan jg brp umur.mu nak
Marsshella: dah jadi pria matang ya 😭
total 1 replies
Wina Yuliani
emangnya mereeka beda berapa tahun ya thor?
Marsshella: seumuran mereka 😄. Kakeknya Renzo tuh punya simpanan muda dan itu Nadhifa anaknya Kakek Renzo ... ikutin terus ceritanya, ya, ada plot twist besar-besaran 🥰
total 1 replies
Wina Yuliani
ternyata ada kisah cinta terlarang yg nambahin kerumitan hidup nih
Marsshella: ada plot twist ntar 🔥
total 1 replies
Wina Yuliani
baru baca tapi udah seru, keren
Marsshella: Welcome to kisah Renzo dan Nadhifa, Kak. Ikutin terus ceritanya ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!