NovelToon NovelToon
Jodoh Tak Akan Kemana

Jodoh Tak Akan Kemana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:315
Nilai: 5
Nama Author: EPI

Asillah, seorang wanita karir yang sukses dan mandiri, selalu percaya bahwa jodoh akan datang di waktu yang tepat. Ia tidak terlalu memusingkan urusan percintaan, fokus pada karirnya sebagai arsitek di sebuah perusahaan ternama di Jakarta. Namun, di usianya yang hampir menginjak kepala tiga, pertanyaan tentang "kapan menikah?" mulai menghantuinya. Di sisi lain, Alfin, seorang dokter muda yang tampan dan idealis, juga memiliki pandangan yang sama tentang jodoh. Ia lebih memilih untuk fokus pada pekerjaannya di sebuah rumah sakit di Jakarta, membantu orang-orang yang membutuhkan. Meski banyak wanita yang berusaha mendekatinya, Alfin belum menemukan seseorang yang benar-benar cocok di hatinya. Takdir mempertemukan Asillah dan Alfin dalam sebuah proyek pembangunan rumah sakit baru di Jakarta. Keduanya memiliki visi yang berbeda tentang desain rumah sakit, yang seringkali menimbulkan perdebatan sengit. Namun, di balik perbedaan itu, tumbuhlah benih-benih cinta yang tak terduga. Mampukah Asillah dan Alfin mengatasi perbedaan mereka dan menemukan cinta sejati? Ataukah jodoh memang tidak akan lari ke mana, namun butuh perjuangan untuk meraihnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EPI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rahasia terungkap,cemburu yg membara,dan ujian kesetiaan

Asillah terkejut mendengar pengakuan Alfin. "Apa? Jadi, selama ini kamu menguntit aku?" tanya Asillah, dengan nada yang tidak percaya.

Alfin tersadar bahwa ia telah keceplosan. Ia menelan ludah dan mencoba mencari alasan. "Eh... itu... bukan menguntit, sayang. Aku cuma... memastikan kamu baik-baik saja," jawab Alfin, dengan nada gugup.

"Memastikan baik-baik saja dengan cara menguntit? Alasanmu tidak masuk akal!" seru Asillah, dengan nada yang kesal.

"Sungguh, Asillah. Aku tidak bermaksud mengganggumu. Aku cuma... terlalu mencintaimu," kata Alfin, mencoba merayu Asillah.

"Terlalu mencintai sampai menguntit? Itu namanya obsesi, bukan cinta!" balas Asillah, dengan nada yang sinis.

Alfin menghela napas panjang. Ia tahu ia telah melakukan kesalahan. Ia seharusnya tidak mengungkapkan rahasia itu.

"Maafkan aku, Asillah. Aku tahu aku salah. Aku janji, aku tidak akan melakukannya lagi," kata Alfin, dengan nada yang penuh penyesalan.

Asillah terdiam sejenak. Ia menatap Alfin dengan tatapan yang menyelidik. Ia mencoba untuk melihat ketulusan di mata Alfin.

"Aku memaafkanmu, Alfin. Tapi, aku harap kamu tidak menyembunyikan apapun lagi dariku," kata Asillah, akhirnya.

"Aku janji, Asillah. Aku tidak akan menyembunyikan apapun lagi darimu," jawab Alfin, dengan nada yang meyakinkan.

Namun, meski sudah memaafkan Alfin, Asillah masih merasa sedikit kesal dan penasaran. Ia ingin tahu lebih banyak tentang masa lalu Alfin.

"Alfin, kenapa kamu baru cerita sekarang tentang hal ini? Apa ada hal lain yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Asillah.

Alfin terdiam sejenak. Ia tampak ragu untuk menjawab pertanyaan Asillah.

"Sebenarnya... ada satu hal lagi yang ingin aku ceritakan padamu," kata Alfin, akhirnya.

"Apa itu?" tanya Asillah, penasaran.

Alfin menghela napas panjang. "Dulu, sebelum aku bertemu denganmu, aku pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita. Namanya... Renata," kata Alfin.

Asillah terkejut mendengar nama itu. Renata? Bukankah dia adalah wanita yang pernah menjebaknya dalam kasus percobaan pembunuhan?

"Renata? Maksudmu... Renata yang itu?" tanya Asillah, dengan nada yang tidak percaya.

"Iya, Renata yang itu. Aku tahu ini sulit untuk kamu terima. Tapi, aku harus jujur padamu," jawab Alfin, dengan nada yang penuh penyesalan.

"Kenapa kamu tidak pernah cerita tentang ini sebelumnya?" tanya Asillah, dengan nada yang kecewa.

"Aku takut kamu akan marah dan meninggalkanku. Aku takut kamu tidak bisa menerima masa laluku," jawab Alfin.

"Aku memang marah dan kecewa. Tapi, aku lebih marah dan kecewa jika kamu terus menyembunyikan hal ini dariku," kata Asillah.

"Maafkan aku, Asillah. Aku tahu aku salah. Aku janji, aku tidak akan menyembunyikan apapun lagi darimu," kata Alfin.

Asillah terdiam sejenak. Ia merasa bingung dan marah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Aku butuh waktu untuk berpikir, Alfin. Aku tidak bisa langsung menerima semua ini," kata Asillah, akhirnya.

"Aku mengerti, Asillah. Aku akan menunggu selama yang kamu butuhkan. Aku akan bersabar dan terus berusaha untuk mendapatkan kepercayaanmu kembali," kata Alfin, dengan nada yang penuh harapan.

Asillah kemudian meninggalkan Alfin dan pergi ke kamar lain. Ia ingin sendiri dan merenungkan semua yang telah terjadi.

Ia merasa dikhianati oleh Alfin. Ia merasa Alfin tidak jujur padanya. Ia merasa Alfin tidak mempercayainya.

Namun, di sisi lain, ia juga masih mencintai Alfin. Ia tidak ingin kehilangan Alfin. Ia ingin mempertahankan rumah tangganya.

Setelah beberapa jam berpikir, Asillah akhirnya memutuskan untuk berbicara dengan Alfin. Ia ingin memberikan Alfin kesempatan untuk menjelaskan semuanya.

"Alfin, aku ingin kita bicara," kata Asillah, saat ia kembali ke kamar.

Alfin menatap Asillah dengan tatapan yang penuh harap. "Aku siap mendengarkanmu, Asillah," kata Alfin.

Asillah kemudian menceritakan semua yang ia rasakan kepada Alfin. Ia menceritakan tentang rasa sakit hatinya, rasa kecewanya, dan rasa takutnya.

Alfin mendengarkan cerita Asillah dengan seksama. Ia tidak menyela atau membantah apapun yang dikatakan Asillah.

Setelah Asillah selesai bercerita, Alfin memeluk Asillah dengan erat. "Aku mengerti semua yang kamu rasakan, Asillah. Aku tahu aku sudah menyakitimu. Tapi, aku mohon, percayalah padaku. Aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak ingin kehilanganmu," kata Alfin, dengan air mata yang dengan suara yang bergetar.

Asillah membalas pelukan Alfin, air matanya juga ikut mengalir. Ia merasakan ketulusan dalam pelukan Alfin. Ia tahu Alfin benar-benar menyesal dan mencintainya.

"Aku juga mencintaimu, Alfin. Tapi, aku butuh waktu untuk memproses semua ini. Aku butuh waktu untuk memaafkanmu," kata Asillah, dengan suara yang lirih.

"Aku akan memberikanmu waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Aku akan bersabar dan terus berusaha untuk mendapatkan maafmu," jawab Alfin, sambil melepaskan pelukannya dan menatap Asillah dengan tatapan yang penuh cinta.

Malam itu, mereka berdua tidak bisa tidur. Pikiran mereka dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan dan keraguan. Mereka berdua terjaga sepanjang malam, saling memikirkan satu sama lain.

Saat matahari mulai terbit, mereka berdua memutuskan untuk berbicara lagi. Mereka ingin menyelesaikan masalah ini secepat mungkin.

"Alfin, aku ingin tahu lebih banyak tentang hubunganmu dengan Renata. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian," kata Asillah, dengan nada yang serius.

Alfin menghela napas panjang. Ia tahu ia harus menceritakan semuanya kepada Asillah. Ia tidak boleh menyembunyikan apapun lagi.

"Aku bertemu dengan Renata saat aku masih kuliah. Dia adalah teman sekelasku. Kami berpacaran selama beberapa tahun. Tapi, hubungan kami tidak berjalan dengan baik. Kami sering bertengkar dan tidak sependapat dalam banyak hal," cerita Alfin.

"Lalu, kenapa kamu tidak putus saja dengannya?" tanya Asillah, penasaran.

"Aku sudah mencoba untuk putus dengannya beberapa kali. Tapi, Renata selalu menolak. Dia selalu mengatakan bahwa dia mencintaiku dan tidak bisa hidup tanpaku. Aku merasa kasihan padanya dan tidak tega untuk meninggalkannya," jawab Alfin.

"Jadi, kamu tetap menjalin hubungan dengannya karena merasa kasihan? Itu bukan alasan yang baik, Alfin," kata Asillah, dengan nada yang kecewa.

"Aku tahu, Asillah. Aku salah. Aku seharusnya tidak membiarkan hubungan itu berlarut-larut. Aku seharusnya lebih tegas dan jujur pada diriku sendiri," kata Alfin.

"Lalu, apa yang terjadi setelah itu? Bagaimana kamu bisa bertemu denganku?" tanya Asillah.

"Aku bertemu denganmu saat aku sudah putus dengan Renata. Aku melihatmu di sebuah kafe dan langsung jatuh cinta padamu. Aku tahu kamu adalah wanita yang selama ini aku cari," jawab Alfin, dengan tatapan yang penuh cinta.

"Jadi, kamu mendekatiku setelah putus dengan Renata? Apa kamu yakin kamu sudah benar-benar melupakannya saat itu?" tanya Asillah, dengan nada yang cemburu.

"Aku yakin, Asillah. Aku sudah melupakan Renata sejak lama. Aku hanya mencintaimu. Kamu adalah satu-satunya wanita di hatiku," jawab Alfin, dengan nada yang meyakinkan.

"Tapi, kenapa Renata begitu membenciku? Kenapa dia ingin menjebakku dalam kasus percobaan pembunuhan?" tanya Asillah, dengan nada yang bingung.

"Aku tidak tahu, Asillah. Aku tidak mengerti kenapa dia bisa melakukan hal sekeji itu. Mungkin dia masih mencintaiku dan cemburu padamu. Mungkin dia ingin membalas dendam karena aku meninggalkannya," jawab Alfin, dengan nada yang bingung dan khawatir.

"Tapi, itu tidak masuk akal! Kenapa dia harus menyakitiku? Aku tidak melakukan apapun padanya!" seru Asillah, dengan nada yang frustrasi.

"Aku tahu, Asillah. Aku tahu ini semua tidak adil untukmu. Aku sangat menyesal karena Renata sudah menyakitimu. Aku janji, aku akan melakukan apapun untuk melindungimu," kata Alfin, sambil menggenggam tangan Asillah dengan erat.

Asillah terdiam sejenak. Ia merasa bingung, marah, dan cemburu. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

"Aku butuh waktu untuk sendiri, Alfin. Aku butuh waktu untuk memikirkan semua ini. Aku tidak bisa langsung memberikan keputusan sekarang," kata Asillah, akhirnya.

"Aku mengerti, Asillah. Aku akan memberikanmu waktu sebanyak yang kamu butuhkan. Aku akan bersabar dan terus mencintaimu," jawab Alfin, dengan nada yang penuh pengertian.

Asillah kemudian pergi meninggalkan Alfin dan pergi ke rumah ibunya. Ia ingin mencari dukungan dan nasihat dari ibunya.

"Ibu, aku bingung. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan," kata Asillah, sambil menangis di pelukan ibunya.

"Tenanglah, sayang. Ceritakan semuanya pada Ibu. Ibu akan mendengarkanmu," kata ibunya, dengan nada yang lembut dan menenangkan.

Asillah kemudian menceritakan semua yang telah terjadi kepada ibunya. Ia menceritakan tentang masa lalu Alfin dengan Renata, tentang rasa cemburunya, dan tentang kebingungannya.

"Ibu mengerti apa yang kamu rasakan, sayang. Ini adalah situasi yang sulit. Tapi, Ibu percaya kamu adalah wanita yang kuat dan bijaksana. Kamu pasti bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk dirimu sendiri," kata ibunya, setelah mendengarkan cerita Asillah.

"Tapi, Ibu, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku mencintai Alfin, tapi aku juga merasa dikhianati olehnya. Aku takut jika aku tetap bersamanya, aku tidak akan pernah bisa mempercayainya sepenuhnya," kata Asillah, dengan nada yang putus asa.

"Sayang, cinta itu memang rumit. Tidak ada hubungan yang sempurna. Setiap hubungan pasti memiliki masalah dan tantangan. Yang terpenting adalah bagaimana kamu dan pasanganmu mengatasi masalah dan tantangan tersebut," kata ibunya.

"Jika kamu benar-benar mencintai Alfin, kamu harus memberikan dia kesempatan untuk membuktikan cintanya padamu. Kamu harus memberikan dia kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya. Tapi, jika kamu merasa tidak bisa mempercayainya lagi, kamu berhak untuk meninggalkannya," lanjut ibunya.

Asillah terdiam sejenak. Ia merenungkan kata-kata ibunya. Ia tahu ibunya benar. Ia harus memberikan Alfin kesempatan untuk membuktikan cintanya.

"Terima kasih, Ibu. Aku tahu apa yang harus aku lakukan," kata Asillah, sambil memeluk ibunya dengan erat.

Asillah kemudian kembali ke rumahnya dan berbicara dengan Alfin. Ia mengatakan bahwa ia bersedia memberikan Alfin kesempatan untuk membuktikan cintanya.

"Aku akan memberikanmu kesempatan, Alfin. Tapi, aku punya satu syarat," kata Asillah, dengan nada yang tegas.

"Syarat apa?" tanya Alfin, dengan nada yang penasaran.

"Aku ingin kamu menjauhi Renata. Aku tidak ingin kamu berhubungan dengannya lagi. Aku tidak ingin dia mengganggu kehidupan kita," jawab Asillah, dengan nada yang serius.

Alfin terdiam sejenak. Ia tahu ini adalah syarat yang berat. Tapi, ia bersedia melakukan apapun untuk mendapatkan maaf Asillah.

"Aku janji, Asillah. Aku akan menjauhi Renata. Aku tidak akan berhubungan dengannya lagi. Aku akan melakukan apapun untuk membuatmu bahagia," kata Alfin, dengan nada yang meyakinkan.

Asillah menatap Alfin dengan tatapan yang penuh cinta. Ia percaya pada Alfin. Ia tahu Alfin akan menepati janjinya.

"Aku mencintaimu, Alfin," kata Asillah, sambil memeluk Alfin dengan erat.

"Aku juga mencintaimu, Asillah. Aku akan selalu mencintaimu," jawab Alfin, sambil membalas pelukan Asillah dengan sayang

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!