Ketika dendam dan cinta datang di waktu yang sama, pernikahan bak surga itu terasa bagai di neraka.
“Lima tahun, waktu yang aku berikan untuk melampiaskan semua dendamku.”_ Sean Gelano Aznand.
“Bagiku menikah hanya satu kali, aku akan bertahan sampai batas waktu itu datang.”_ Sonia Alodie Eliezza.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 : Cincin
...🌼...
...•...
...•...
“Jika kau berani mencelakai istriku, aku akan menghabisimu, mengerti, sekarang tidurlah!” Sean akan menutup pintu kamar namun dihalangi oleh Fian.
“Nila menyuruhku untuk membuat hubunganmu dengan Sonia hancur, dia mengancamku.” Sean sangat geram mendengar nama wanita tua itu lagi.
“Belum kapok juga dia, padahal aku sudah mengirimkan potongan tubuh anak buahnya tadi dan sekarang dia memperalatmu. Masuklah!” Sean membawa Fian untuk masuk ke kamarnya.
“Sebenarnya apa yang kau takutkan pada Nila? Sampai kau mau diancam begitu olehnya?” Sean heran kenapa adiknya mau saja diperalat oleh Nila.
“Aku menyembunyikan sesuatu darimu, Bang,” ungkap Fian, ia tidak berani menatap mata Sean— hanya menunduk, mungkin ini saatnya dia harus jujur pada Sean, lebih baik jujur daripada harus mencelakai wanita baik seperti Sonia, hal itu akan membuat Sonia kembali menderita.
“Bicaralah, aku akan mencari solusi untuk masalahmu dan aku tidak akan menghakimimu.”
“Aku pemakai narkoba— bukan hanya pemakai, tapi aku juga pengedar, Bang.” Sean sangat kaget mendengar pengakuan adiknya, matanya sampai melotot.
“Sejak kapan kau melakukan hal ini?”
“Sejak SMA dan Nila lah yang membuat aku seperti ini.”
“Maksudmu?”
“Nila pernah menculikku sewaktu sekolah, dia menyuntikkan sesuatu padaku hingga tubuhku merasa kejang dan setelah itu, dia selalu memberikan aku obat yang membuat candu hingga sekarang. Aku tidak tau tujuannya apa tapi saat ini tanpa obat yang dia berikan, aku akan mati Bang, aku tidak bisa hidup tanpa obat itu,” jelas Fian pada Sean dengan begitu frustasi, tangan Sean sudah mengepal, dia sangat marah saat ini pada Nila, bukan hanya istrinya namun juga adiknya yang disakiti.
“Kenapa bisa kau menjadi pengedar? Kau bukan orang yang kekurangan uang, Fian.”
“Dia itu bandar narkoba, dia bekerja sama dengan para mafia di London dan Rusia. Untuk penjualan di Indonesia, dia memintaku dan juga teman-temanku untuk melakukannya. Semua transaksi atas namaku, aku takut jika dia membongkar semuanya, nama baikmu pasti akan rusak.” Sean mengusap kasar wajahnya, tidak menyangka kalau adiknya akan dianiaya seperti ini.
“Apalagi kejahatan yang kau lakukan selain ini?”
“Karena sudah candu dan sering mabuk-mabukan, aku juga tak jarang memperkosa banyak gadis dan membegal orang, aku sering membunuh orang yang bermasalah denganku. Nila memiliki semua bukti kejahatan itu. Aku ini penjahat Bang, aku tidak pantas hidup.” Fian begitu frustasi, Sean terdiam sesaat, memikirkan bagaimana melepaskan adiknya dari Nila, jika Nila buka suara dan melaporkan kejahatan adiknya, sudah dipastikan kalau masa depan Fian akan rusak, Sean tidak peduli dengan reputasinya, yang dia pikirkan hanyalah masa depan Fian.
“Pergilah sekarang keluar negeri untuk sementara waktu, aku akan mencarikan dokter terbaik untuk mengobatimu agar bersih dari semua obat terlarang itu. Pergilah besok, aku akan menyiapkan semuanya dan untuk Nila, aku yang akan mengurusnya, jangan pernah beritahu dia kalau kau sudah berkata jujur padaku.” Fian memeluk Sean dan menangis, “Jangan cengeng, kau terlahir sebagai seorang laki-laki dan sampai detik ini kau masih laki-laki, jangan sedikit-sedikit menangis anak bodoh,” ujar Sean yang sebenarnya tidak kuasa melihat adiknya menangis.
“Makasih, Bang.”
Fian kembali ke kamar, hatinya sangat lega sudah mengakui semua itu pada Sean, dia tidak peduli dengan Endro, bagi Fian, Sean adalah segalanya karena yang dia miliki saat ini hanya Sean dan Sonia.
...***...
Sean yang merasa khawatir pada Sonia, pergi ke kamar istrinya untuk tidur bersama.
Saat memasuki kamar itu, dia melihat Sonia tidur dengan lelap, ia mengunci pintu dan membaringkan tubuh di samping Sonia.
Sonia terbangun akibat pergerakan itu, samar-samar melihat Sean ada satu kasur dengannya.
“Sean,” lirih Sonia.
“Maaf membuatmu bangun, aku hanya ingin tidur di sini.” Sonia kembali memejamkan mata karena memang saat ini dia sangat mengantuk.
Sean memeluk Sonia dan menangis tanpa suara, begitu takut jika Sonia celaka, dia pasti akan memburu siapapun yang mencelakai istrinya itu.
“Maafkan aku, seharusnya aku menjadi pelindung untukmu, yang terus berniat jahat padamu adalah keluargaku sendiri, maafkan aku Sonia. Aku janji tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu, aku akan melindungimu semampuku.” Sean mengecup puncak kepala Sonia berulang kali, air matanya mengalir mengingat penderitaan Sonia yang timbul karena dirinya dan keluarganya sendiri.
Sean mengusap wajah cantik Sonia, dan mengecup lembut bibir indah itu, hal ini bagaikan rutinitas wajib jika dia tidur di kamar Sonia. Wanita itu sama sekali tidak terganggu karena memang dia sudah terlelap tidur.
“Terima kasih atas kesabaranmu dalam menghadapi aku,” ucap Sean lirih yang nyaris tak terdengar.
...***...
Seperti biasa, habis shalat subuh Sonia bergegas ke dapur membuatkan sarapan untuk suaminya, Sean sendiri selesai subuh kembali tiduran di kasur sambil memainkan ponsel.
Dia masih betah tiduran di kamar Sonia, rasanya begitu nyaman dan pikirannya juga begitu tenang. Sean meminta kepada Jonathan, orang kepercayaannya untuk mengurus segala keperluan Fian keluar negeri, Sean menyuruh Fian untuk pergi ke Hungaria.
[Akan saya urus semuanya bos] balas Jonathan pada Sean.
Sean mematikan layar ponselnya, mengedarkan pandangan ke seluruh area kamar, selama setahun lebih berumah tangga dengan Sonia, dia tidak pernah melihat barang-barang istrinya dan tidak pernah terlintas pula di benaknya untuk memeriksa hal itu.
Sean sedikit penasaran apa saja yang ada di kamar ini, dia mencoba untuk membuka laci-laci dan juga lemari Sonia, tidak ada hal aneh dan mencurigakan di sana, saat membuka sebuah laci yang ada di lemari pakaian, dia melihat sebuah kotak kecil yang mana Sean sangat mengenalinya.
Sean mengambil kotak itu dan membukanya, terdapat sebuah cincin dengan inisial S yang di kelilingi oleh berlian. Sean sangat ingat kalau cincin itu sengaja dia pesan sebagai kado ulang tahun Sonia yang ke-17.
“Bukannya waktu itu dia bilang kalau cincin ini hilang?” pikir Sean mengingat masa di mana dia bertanya mengenai cincin itu.
Sean heran, pasalnya empat bulan setelah dia memberikan cincin itu, Sonia bilang kalau cincin pemberiannya hilang.
Sean meletakkan kembali kotak kecil itu tapi membawa cincinnya, dia sangat yakin itu cincin pemberiannya karena di bagian dalam cincin tersebut ada nama dia dan cincin itu dipesan khusus, dengan kata lain, cincin itu hanya Sonia yang punya.
Sonia yang sedang sibuk memasak bersama Khadijah di dapur berbincang ringan, mereka sudah sangat dekat saat ini, layaknya seorang ibu dan anak. Khadijah dari dulu memang sudah mengenal Sonia tapi mereka tidak pernah bertemu karena Sean selalu menceritakan Sonia pada Khadijah dan sering memperlihatkan foto gadisnya.
Pertemuan Khadijah dan Sonia hanya waktu Sonia pertama kali memasuki rumah Sean, berbeda dengan sebaliknya, Sonia sama sekali tidak tahu kalau Sean sudah menganggap Khadijah seperti ibunya saat mereka masih pacaran dulu, Sean tidak pernah menceritakan Khadijah pada Sonia.
“Kamu hebat nak, bisa bertahan dengan Sean yang sudah sangat kejam sama kamu, kamu juga bisa menaklukkan hati dia saat ini,” puji Khadijah sambil mengiris bawang.