Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Love bird
Selina langsung mendengus, hampir menjatuhkan baki yang ia bawa “Gio! Kamu ini sengaja ngeprank aku ya? Udah malem, aku ngantuk banget, tau nggak!”
Sargio hanya menyeringai santai “Terus kenapa? Gue mintanya dingin. Salah siapa bikin panas?”
“Astaga… udah cukup! Aku nggak mau bolak balik lagi ke dapur” potong Selina, menolak mentah mentah
Melihat Selina keras kepala, Sargio pun berdiri dari tempat tidurnya, mendekat, lalu tiba tiba memegang tangan Selina dengan senyum nakal “Yaudah kalau gitu, ganti aja susunya sama yang lain”
Selina mengernyitn“Maksudnya…?”
Sargio melirik cepat ke arah dada Selina sambil tersenyum miring penuh usil
Selina terperangah, lalu langsung sadar dengan maksud gila itu. Dengan cepat ia menarik tangannya dari genggaman Sargio. Wajahnya merah padam, campuran marah dan malu “Gio!! Dasar mesum!”
Ia berbalik sambil membawa kembali gelas susu itu, mendengus kesal “Nggak ada lagi yang bisa di percaya kalau urusan susu!” omelnya sepanjang jalan ke dapur
Sargio hanya tertawa kecil, puas berhasil membuat Selina naik darah, lalu bersandar di pintu kamar sambil melipat tangan “Seru juga ngusilin dia…” gumamnya
Selina kembali dengan langkah berat, membawa segelas susu cokelat dingin. Matanya sudah sayu, jelas sekali kantuk menyerangnya. Ia menyodorkannya tanpa basa basi
“Nih. Susu cokelat dingin. Apa lagi setelah ini?” tanyanya ketus, nada kesalnya tak bisa ia sembunyikan
Sargio tersenyum tipis, menerima gelas itu dengan tenang “Bagus, sesuai permintaan” Ia menyesap sedikit, lalu tiba tiba mengerling ke arahnya “Kenapa lo tambahin gula?”
Selina mengerutkan kening “Memangnya kenapa? Kan biar ada manis manisnya”
“Gue nggak suka terlalu manis” jawab Sargio dingin. Ia meletakkan gelas itu di meja, lalu melangkah maju perlahan
Selina spontan melangkah mundur, hingga punggungnya menempel di dinding. Jantungnya berdegup kencang ketika Sargio mengangkat sebelah tangannya, menahan di dinding, mengurungnya. Tatapan tajam bercampur nakal itu membuat Selina merinding
“Kalau gitu… buatkan lagi” bisiknya rendah, nyaris seperti perintah
Selina geleng cepat, suaranya lirih tapi tegas “Nggak! Aku udah terlalu ngantuk Gio. Berbahaya kalau aku maksa ke dapur lagi. Aku bisa jatuh!”
Sargio tersenyum miring, semakin mencondongkan tubuh “Kalau begitu… sepertinya nggak ada pilihan lain” Tatapannya bergeser, dengan sengaja melirik ke arah dada Selina
Refleks, Selina langsung mengangkat kakinya dan...
Dukkh!
Ia menendang bagian vital Sargio tanpa ampun
“AARGHHH!” Sargio merintih keras, tubuhnya terhuyung sambil memegangi miliknya yang berdenyut
“Sialan! Love bird gue!!!”
Tubuhnya sedikit goyah, ia menunduk lebih dalam, mencoba mengatur napas di antara rasa sakit yang menjalar dari perut bawahnya sampai ke ujung jari kaki
Selina tidak menunggu lama. Ia langsung berlari meninggalkan kamar itu, wajahnya merah padam campuran marah, malu dan kesal “Dasar cowok gila!” umpatnya dalam hati, sebelum buru buru masuk ke kamarnya sendiri dan mengunci pintu rapat rapat
“Selinaaa!!!” pekik Sargio pelan tapi penuh emosi, tahu percuma memanggil karena gadis itu sudah kabur entah ke mana
Ia memukul meja kecil di sampingnya, gelas susu cokelat yang tadi di letakkan pun bergoyang, hampir tumpah
....
Pagi itu udara terasa segar, aroma roti panggang dan telur mata sapi memenuhi ruang makan keluarga Navarez. Selina sudah sibuk sejak pagi buta, menata piring, menuang jus susu dan memastikan semua terlihat rapi di meja panjang itu
“Non, tolong taruh buahnya di tengah ya, biar kelihatan cantik” kata Mbok Sri sambil menata sendok garpu
Selina mengangguk cepat, senyum kecil tersungging di bibirnya “Siap Mbok” gumamnya lirih
Begitu semua hidangan sarapan tertata rapi di atas meja panjang, Mbok Sri mengusap keringat di keningnya “Non, Mbok ke dapur dulu ya, mau ngurus yang lain” ucapnya sambil tersenyum
Selina mengangguk cepat “Iya Mbok, biar aku aja yang panggil mereka buat turun sarapan”
Begitu Mbok Sri menghilang ke balik pintu dapur, suasana ruang makan jadi sepi sesaat. Hanya terdengar bunyi detik jam dinding dan aroma harum mentega yang masih menggantung di udara
Selina menarik napas, menatap ke arah tangga dengan niat memanggil tiga kembaran itu turun. Namun sebelum sempat membuka mulut, suara tawa keras memecah keheningan
“Hahaha! Lo liatkan tadi, Gio jalannya miring kayak kepiting”
“HHAHA... Iya gue liat, yang makin bikin gue ngakak itu liat mukanya juga tadi merah banget"
Dua suara itu datang dari arah tangga. Selina menoleh, alisnya terangkat bingung. Di sana, Sagara dan Samudra berjalan menuruni anak tangga dengan langkah santai. Keduanya sama sama mengenakan setagam sekolah, tapi tawa mereka benar benar lepas, seperti baru saja membicarakan hal yang sangat lucu
Selina menatap keduanya heran. Apa sih yang mereka tertawain sepagi ini?
Begitu tatapan mereka bertemu, Samudra langsung menunjuk ke arahnya sambil menahan tawa
“Oh! Jadi ini cewek yang nendang perkututnya Sargio ya?” katanya dengan nada menggoda
Sagara langsung menimpali cepat sambil mengusap sudut matanya yang sedikit berair karna terus terusan tertawa
“Lo tau gak Sel? Sargio kesakitan dari semalam sampe sekarang, sampe dia gak mau sekolah”
Mata Selina membulat, wajahnya langsung berubah panik
“A-apa?! Apa separah itu?” katanya cepat, suaranya nyaris ketakutan
Samudra malah tertawa lebih keras, sampai harus memegangi perutnya
“Hahaha! Tenang aja, tenang, gak parah kok... Cuma... Pecah telur HAHAHAHA!!”
Keduanya kemudian duduk di kursi meja makan, masih cekikikan sambil mulai mengambil nasi goreng dan lauk di depan mereka. Aroma makanan yang menggugah selera memenuhi ruangan, tapi Selina justru hanya berdiri di ujung meja, memeluk lengannya sendiri dengan gugup
Ia menggigit ujung jarinya, wajahnya cemas. Tatapannya turun pada piring kosong di depannya, tapi pikirannya sibuk membayangkan korban tendangan mautnya semalam
'Ya Tuhan... Jangan jangan beneran sakit, kalau iya gimana dong?' batin Selina cemas
Sagara yang semula sibuk menyuap nasi, melirik sekilas ke arahnya
“Eh, lo ngapain berdiri aja? Duduk. Sarapan. Jangan mikirin Gio” katanya datar tapi terdengar seperti perintah ringan
Selina menatapnya dengan wajah penuh keraguan
“Tapi... Apa bener Sargio gak mau sekolah gara gara itu? Atau kalian cuma bohong biar aku panik?” tanyanya hati hati, suaranya nyaris seperti anak kecil yang sedang di salahkan
Samudra yang sedang minum susu hampir tersedak karena tawa yang kembali pecah
“Bohong? Ngapain juga gua bohong?” katanya setelah berhasil menelan “Tadi sebelum turun aja kita sempet nengok ke kamarnya Sargio. Dia masih di kasur, terus dia kalau semalam lo kasih dia tendangan maut”
Sagara langsung ikut tertawa, sementara Selina spontan menutup mulutnya dengan tangan
“Ya ampun... Gawat, gawat!!” serunya kaget, wajahnya langsung pucat