Kamu anak tuhan dan aku hamba Allah. Bagaimana mungkin aku menjadi makmum dari seseorang yang tidak sujud pada tuhanku? Tetapi, jika memang kita tidak berjodoh, kenapa dengan rasa ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MUTMAINNAH Innah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 21
Kuarahkan pandangan ke atas sana sebelum masuk mobil, Jasson tidak terlihat lagi. Mungkin dia akan bermenung beberapa hari lagi di sana sendiri. Aku merasa sangat tidak berguna untuknya. Aku tidak lagi bisa menemaninya.
Aku masuk ke dalam mobil. Abi menyetir dengan kecepatan tinggi. Tidak ada percakapan apapun yang terjadi diantara kami berdua.
Sampai di rumah, umi cepat-cepat membukakan pintu. Begitu pintu terbuka, abi kembali menyeretku dengan kasar lalu mendorongku masuk kamar. Pintu tertutup disertai suara kunci di putar. Abi mengurungku. Aku menumpahkan semua air mataku di kamar yang sudah menjadi saksi bisu hubunganku dengan Jasson itu.
"Kenapa, Bi? Jangan perlakukan dia seperti itu." Kudengar suara umi membujuk abi.
"Dia berzina! Lalu bagaimana lagi abi harus memperlakukannya?" tanya abi dengan suara tinggi.
"Astagfirullah," lirih umi. "Lalubagaimana, Bi? Apa sebaiknya kita nikahkan saja mereka?" tanya umi lagi.
"Tidak! Abi akan mencarikan Nayla seseorang yang lebih pantas." Aku tahu, abi nggak akan goyah.
"Tadi abi menemukan Nay di mana?"
Suara umi mulai menjauh. Mungkin sekarang umi sedang mengekori abi yang sudah meninggalkan kamarku.
"Mereka berduaan di cafe itu. Sungguh memalukan!" Suara abi pun terdengar sudah sangat jauh.
Selanjutnya, aku tidak bisa mendengar apapun lagi. Aku kini teringat nasib Jasson di sana. Adakah dia pulang? Bisa kah dia tidur malam ini setelah sehari semalam dia tidak memejamkan mata? Aku lalu mencari-cari ponselku dan aku baru sadar jika ponselku tertinggal di mobil abi.
Aku membuka pintu, dan ternyata benar, pintu sudah dikunci abi dari luar. Beberapa detik setelah membuka pintu, kini kudengar suara pukulan palu di balik jendela. Apa abi benar-benar ingin mengurungku? Abi," panggilku.
"Apa lagi? Nanti kamu mau kabur lagi 'kan?" tanya abi dari balik jendela.
"Nggak, Bi. Nay cuma mau minta izin sebentar keluar," pintaku.
"Nggak bisa! Ponselmu abi sita!" ternyata abi sudah bisa menebak rencanaku.
'Jasson, sedang apa kamu?' aku menangis sejadi-jadinya. Kucoba membuka aplikasi hijau diponselku yang terhubung ke komputer. 'Semoga bisa,' gumamku sambil menunggu loading. Dan semenit kemudian aplikasi itu terbuka. Aku seperti sedikit punya harapan lagi untuk berkomunikasi dengannya.
"Jasson, ponselku disita abi. Ini aku chat dengan komputer. Maafin abi, ya?" sedetik saja pesannya sudah berubah jadi biru.
[Abi nggak salah, nggak ada yang perlu di maafkan. Yang salah itu kita, aku minta maaf, ya,] balasnya. Lalu, terlihat notifikasi kalau dia kembali mengetik. [Mungkin memang sebaiknya kita akhiri hubungan ini. semoga kita berdua sama-sama sembuh lukanya. Kurasa ini yang terbaik untuk kita berdua, jika kita berjodoh maka kita akan bertemu lagi nanti. Jika nanti aku sudah memperdalam islam, aku akan menemuimu. Tetapi jika ada seseorang yang bisa membahagiakanmu suatu hari nanti, maka terimalah.] Pesannya masuk lagi.
Ketika aku mengetik balasannya, sambungan internet terputus. Aku memeriksa kabel LAN yang terpasang, semua aman. Aku tahu sekarang ini kerjaan siapa. Ya! Sudah pasti abi yang mencabutnya.
Aku kini hanya bisa pasrah dengan takdirku. Segera kuambil wudu dan menunaikan kewajibanku. Memohon padaNya yang maha membolak-balikkan hati, agar terbuka juga restu dari abi untuk menikahkan kami. Agar tercapai niat mulia Jasson untuk mualaf dan hidup berumah tangga denganku yang katanya sudah menjadi obat batinnya. Namun ternyata aku juga yang kini meninggalkan luka yang sama di dadanya.
