NovelToon NovelToon
Susuk Berdarah: Kutukan Pocong PSK

Susuk Berdarah: Kutukan Pocong PSK

Status: tamat
Genre:Spiritual / Iblis / Mata Batin / Hantu / PSK / Tamat
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Putri Sabina

Teror mencekam menyelimuti sebuah desa kecil di kaki gunung Jawa Barat. Sosok pocong berbalut susuk hitam terus menghantui malam-malam, meninggalkan jejak luka mengerikan pada siapa saja yang terkena ludahnya — kulit melepuh dan nyeri tak tertahankan. Semua bermula dari kematian seorang PSK yang mengenakan susuk, menghadapi sakaratul maut dengan penderitaan luar biasa.

Tak lama kemudian, warga desa menjadi korban. Rasa takut dan kepanikan mulai merasuk, membuat kehidupan sehari-hari terasa mencekam. Di tengah kekacauan itu, Kapten Satria Arjuna Rejaya, seorang TNI tangguh dari batalyon Siliwangi, tiba bersama adiknya, Dania Anindita Rejaya, yang baru berusia 16 tahun dan belum lama menetap di desa tersebut. Bersama-sama, mereka bertekad mencari solusi untuk menghentikan teror pocong susuk dan menyelamatkan warganya dari kutukan mematikan yang menghantui desa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Sabina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ritual Penebusan dan Ikatan Abadi

Malam itu, Atna berjalan tergesa-gesa menuju rumah dukun. Udara dingin menusuk kulitnya, tetapi langkahnya mantap—meski tubuhnya lelah, tekadnya lebih kuat daripada rasa takut yang biasanya menyertainya. Kejadian dengan Mr. Robert masih membekas, meninggalkan rasa bersalah yang tajam di hatinya.

Ia sadar, aura gelap susuk yang selama ini menempel pada tubuhnya telah memicu malapetaka yang tak bisa diabaikan.

Rumah dukun tampak sunyi, hanya lilin-lilin kecil yang berkelap-kelip di jendela dan aroma dupa yang menusuk hidung. Atna menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu. Sang dukun membuka, menatapnya dengan mata tajam.

“Kau kembali… dengan niat apa kali ini?” tanya dukun itu, suaranya serak tapi menembus hingga ke tulang.

“Atna… ingin menebus… kesalahan,” jawabnya pelan, suara gemetar tapi tegas. “Setelah kejadian dengan Mr. Robert… aku menyadari kekuatan ini bukan untuk main-main. Aku… aku ingin menghentikannya.”

Dukun itu mengangguk perlahan, lalu menyiapkan alat-alat ritual. Beberapa jarum kecil, dupa, dan mantra yang berbisik di udara malam.

Lilin-lilin berkelap-kelip semakin liar saat ritual dimulai, bayangan menari-nari di dinding, membentuk wajah-wajah samar yang menatap Atna.

Atna menunduk, menempatkan tangannya di atas meja ritual. Rasa dingin merayap ke seluruh tubuhnya, sementara aura susuk yang menempel terasa semakin berat.

Dukun itu mulai membaca mantra, tangannya bergerak dengan presisi, memutus ikatan gaib yang telah menimbulkan malapetaka.

“Ini bukan sekadar menghapus… ini menuntut pengorbanan,” bisik dukun itu, menekankan beratnya ritual. “Kau harus menghadapi rasa takutmu sendiri, atau energi gelap itu akan kembali.”

Atna menelan ludah, tubuhnya gemetar. Ia merasakan aura gelap yang selama ini menguasai tubuhnya menjerat pikiran dan jiwa.

Bayangan di ruangan tampak menebal, bisikan-bisikan samar menggema di telinga, dan udara seolah menjadi lebih berat dengan tekanan yang tak terlihat.

Dengan napas tertahan, Atna menutup mata dan menekankan tekadnya. “Aku siap… aku tidak mau orang lain menderita karena aku lagi.”

Dukun itu mengangguk, menyelesaikan mantra terakhir. Aura gelap perlahan surut dari tubuh Atna, digantikan oleh sensasi ringan dan dingin yang menenangkan.

Namun di dalam kegelapan malam, suara lirih terdengar, seolah memberi peringatan:

“Kau menebus kesalahanmu… tapi jangan lupa… kekuatan ini masih ada. Jangan mengulanginya.”

Atna membuka mata, wajahnya pucat tapi lega. Tubuhnya lelah, tapi jiwa dan pikirannya sedikit lebih ringan.

Ia tahu malam itu ia berhasil menebus sebagian kesalahan, namun aura gelap yang pernah melekat padanya masih meninggalkan bekas—peringatan bahwa dunia gaib tidak pernah lepas begitu saja.

Malam itu, setelah ritual penebusan di rumah dukun, Atna berjalan pelan meninggalkan tempat itu. Tubuhnya masih lelah, tapi ada rasa ringan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya—seolah sebagian dari beban gelap yang selama ini menempel padanya telah terangkat.

Di kejauhan, sekelebat kain putih lusuh—pocong bersusuk—tampak bergerak di antara bayangan desa. Energi gelap yang selama ini liar dan haus akan dendam kini terasa berbeda. Aura agresifnya mulai melemah, berubah menjadi sesuatu yang lebih terkendali, seolah ada tali tak terlihat yang menahan amarahnya.

Pocong itu menatap Atna dari kejauhan, gerakannya lebih lambat, lebih tertata. Balutan kain lusuhnya masih compang-camping, wajahnya tetap menyeramkan, tetapi hawa dingin yang mengelilinginya tidak lagi menusuk hingga tulang.

Sebaliknya, ada perasaan waspada—sebuah pengingat bahwa kekuatan itu masih ada, tetapi kini lebih fokus sebagai pelindung daripada pemburu tanpa kendali.

Atna merasakan perubahan energi itu di dalam dirinya sendiri. Susuk yang menempel sebelumnya membuatnya menjadi magnet bagi kekuatan gelap, tetapi penebusan telah menyalurkan energi itu dengan cara yang berbeda.

Setiap bisikan menakutkan pocong kini terdengar lebih seperti peringatan daripada ancaman, seolah ia menjaga bukan untuk membalas dendam, tetapi untuk mencegah kehancuran lebih lanjut.

Desa yang semula menjadi medan teror pocong bersusuk kini terasa sedikit lebih aman, meski ketegangan masih tersisa.

Para pria yang dulu menjadi target kini terlindungi dari balasan gaib langsung, bukan karena mereka pantas, tapi karena energi pocong telah “diregulasi” oleh penebusan Atna.

Namun Atna tahu, perubahan ini bukan berarti bahaya hilang sepenuhnya. Energi gelap tetap ada, menunggu siapa pun yang mencoba melanggar batas.

Malam itu, ia menatap bayangan kain putih di kejauhan, merasakan aura pelindungnya—sebuah janji gaib yang menegaskan pocong bersusuk kini bukan lagi sekadar pemburu, tapi penjaga keseimbangan, dengan Atna sebagai perantara yang menahan kekuatan itu agar tidak lepas kendali.

Sejak ritual penebusan, Atna merasakan perubahan energi pocong bersusuk—lebih terkendali, tapi tetap menempel erat pada hidupnya. Tubuhnya mungkin terbebas dari penderitaan fisik, tapi batinnya terjerat oleh ikatan gaib yang tak terlihat.

Ia duduk di kamar yang gelap, menatap dinding kosong, dan menyadari kenyataan yang menyesakkan: ia sudah tak punya “muka” lagi.

Kehidupannya tak lagi miliknya sepenuhnya. Setiap langkah, setiap napas, terikat oleh perjanjian dengan pocong yang kini menjadi pengawas sekaligus pengikatnya.

Pikiran untuk mengakhiri semuanya pun terasa mustahil. Meski rasa putus asa menyeruak, ia tahu bahwa pocong itu tidak akan membiarkan tubuh atau jiwanya lepas begitu saja.

Energi gaib itu menahan, menegur, dan memperingatkan: siapa pun yang mencoba menentangnya akan merasakan akibat yang jauh lebih mengerikan.

Atna menunduk, menutup mata, merasakan napasnya tersengal. Ada perasaan terperangkap yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Ia bebas dari kemarahan, dari malapetaka yang dulu menimpa pria-pria yang mengganggunya, tapi kebebasannya sendiri kini dikorbankan.

Di luar jendela, bayangan kain putih lusuh bergerak pelan di kegelapan, menegaskan kehadirannya. Ia bukan lagi sekadar entitas pemburu—pocong itu adalah penjaga, dan Atna adalah pengikatnya.

Tidak ada jalan mundur, tidak ada pelarian. Ikatan itu bukan hanya fisik atau gaib; itu menembus pikiran dan jiwa, membuat setiap keputusan Atna selalu diawasi, selalu terikat, selalu teringat akan konsekuensi yang tak terlihat.

Malam itu, Atna hanya bisa duduk dalam keheningan. Rasa lelah, rasa bersalah, dan rasa takut bercampur menjadi satu.

Ia sadar hidupnya kini adalah permainan antara manusia dan kekuatan gaib, dan tak ada satu pun langkah yang bisa diambil tanpa bayangan kain putih yang menunggunya.

*

1
Siti Yatmi
bacanya rada keder thor....agak bingung mo nafsirin nya....ehm...kayanya alur nya diperjelas dulu deh thor biar dimengerti
Mega Arum
crtanya bagus.. hanya krg dlm percakapanya,, pengulangan aura gelapnya berlebihan juga thor..
Mega Arum
masih agak bingung dg alur.. juga kalimat2 yg di ulang2 thor
Mega Arum
mampir thor....
Warungmama Putri
bagus ceritanya alurnya pun bagus semoga sukses
pelukis_senja
mampir ah rekom dari kak Siti, semangat ya kaa...🥰
Siti H
novel sebagus ini, tapi popularitasnya tidak juga naik.

semoga novelmu sukses, Thor. aku suka tulisanmu. penuh bahasa Sastra. usah aku share di GC ku...
kopi hitam manis mendarat di novelmu
Siti H: Alaaamaaak,.. jadi tersanjung🤣🤣
Putri Sabina: aduh makasih kak Siti aku juga terinspirasi darimu❤️🤙
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!