Pertemuan singkat yang tak disengaja itu yang akhirnya menyatukan Nabilla dan Erik, tanpa rencana apa pun dalam pikiran Nabilla tentang pernikahan namun tiba-tiba saja lelaki asing itu mengajaknya menikah.
Lamaran yang tak pernah dibayangkan, tanpa keramaian apapun, semua serba tiba-tiba namun membawa kebahagiaan.
Pertemuan menyebalkan itu telah membuat Nabilla dan Erik terikat seumur hidup, bahagia hanya itulah yang mereka rasakan.
Merangkai kisah rumah tangga yang bahagia meski selalu ada saja masalah, Erik dan Nabilla menciptakan kisah bahagianya sendiri di tengah gangguan menyebalkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vismimood_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Terima
Setelah ketegangan yang terjadi di rumah Nabilla, kini Revan ada di tengah Erik dan Nabilla. Mereka bersama di mobil Erik menuju ke Rumah Sakit, urusan mereka belum usai di sana karena Tyas masih di rawat.
"Egois lu!"
"Ih kenapa jadi aku, kamu tuh egois. Sakit hati malah mainin cewek, laki apaan kamu?"
"Lu harusnya ngerti gimana rasanya ditolak, bagus lu ga ditolak orang tua si Erik."
"Eh syarat mudah diterima itu, salah satunya bersikap dan berkelakuan baik. Nah kamu?"
Revan mengangkat tangannya berniat menggeplak Nabilla, tapi itu diurungkannya sendiri juga. Untuk apa menyakiti Nabilla tidak akan ada untungnya, kenapa orang tua Salsa menolak bukankah niatnya juga sama dengan niat Erik.
Erik dan Nabilla tersenyum bersamaan, mereka memang merasa kasihan dengan Revan tapi mau bagaimana lagi. Jangankan orang tua Salsa, mereka berdua pun tak pernah berpikir jika Revan akan melakukan hal tersebut.
"Bantuin ah!" Ucap Revan seraya menoyor Erik.
"Eh yang sopan ya, kurang ajar banget ke kepala orang." Sahut Nabilla seraya mengusap kepala Erik.
Perlakuan tersebut justru membuat Erik nyengir, padahal hal seperti itu sudah biasa di pertemanan mereka. Tapi sudahlah dengan begitu Nabilla jadi bisa perhatian padanya, terus saja Revan kasar padanya agar Nabilla bisa semakin perhatian lagi.
Mobil itu diparkir dan ketiganya segera keluar, mereka segera memasuki lorong Rumah Sakit hingga sampai di depan ruangan Tyas. Tidak ada siapa pun disana bahkan orang tua Tyas pun tak terlihat, apa benar Tyas sendirian di dalam sana.
"Kita langsung masuk gak apa-apa?" Tanya Nabilla.
"Masuk aja lu kan kurang ajar!" Sahut Revan sekenannya.
Nabilla memiringkan kepalanya untuk melihat Revan yang terhalangi oleh tubuh Erik, dengan gemas Nabilla mendekat dan menginjak kasar kaki Revan. Jelas saja itu membuat Revan berjingkat kesakitan, melihat Revan yang mengringis justru mengundang tawa Nabilla.
"Sudah, kalian ini. Ayo masuk ah!" Ajak Erik seraya menarik Nabilla.
Prang.... Aaa....
Pecahan gelas itu terdengar bersahutan dengan suara teriakan Nabilla, ketiganya melihat pecahan gelas itu disamping kaki Nabilla. Hampir saja gelas itu mengenai kepala Nabilla, beruntung mereka sedikit terlambat memasuki ruangan.
"Pergi!" Jerit Tyas.
Benar sudah Tyas memang seorang diri disana, lalu kemana mereka semua kenapa tidak ada yang menemani Tyas. Erik sempat menahan Nabilla yang hendak mendekati Tyas, rasanya itu terlalu berbahaya, sebaiknya mereka memanggil dokter saja.
"Dokter hanya akan membius Tyas agar diam, itu tidak baik dilakukan terus menerus."
Akhirnya Erik membiarkan Nabilla mendekati Tyas, belum apa-apa Tyas sudah histeris mengamuk. Tak mau didekati Nabilla apa lagi disentuh, tapi Nabilla tak perduli dengan itu, ia tetap mendekat dan memeluk Tyas.
"Lepas, kalian pergi!" Jeritnya yang berusaha menjauhkan Nabilla.
"Tyas jangan seperti ini, kamu tidak perlu seperti ini. Tolong Tyas dengarkan aku, tenang dulu."
"Gak ayo pergi, gue bilang pergi!" Bentak Tyas yang berhasil mendorong Nabilla.
Erik rupanya sigap menahan tubuh sang istri agar tak terjatuh, meski begitu Nabilla tetap tak henti mendekati Tyas. Nabilla sempat menatap dua lelaki itu dan memintanya untuk keluar saja, tentu Erik tidak mau karena khawatir dengan Nabilla.
Tanpa ragu Nabilla menggiring keduanya untuk keluar, Erik kembali menahan ketika pintu itu akan di tutup. Kenapa harus seperti itu, seharusnya biarkan saja mereka di dalam bersamanya.
"Mending kamu cari tuh teman kamu, kemana dia, kabur?"
"Hati-hati kalau bicara."
"Ya udah cari, bawa kesini suruh lihat tuh Tyas gimana sekarang."
Akhirnya pintu itu ditutup tanpa Erik tahan lagi, benar juga kemana Daniel dan orang tua Tyas, kenapa mereka membiarkan Tyas sendirian. Erik sempat menatap Revan yang tampak bingung sendiri saat ini, hingga akhirnya Erik berlalu begitu saja meninggalkan satu temannya itu.
Melihat Nabilla yang justru kembali, Tyas menunjukan tatapan tak sukanya, sorot matanya cukup membuat Nabilla takut. Tapi mau bagaimana pun Nabilla tidak akan pergi, Nabilla akan tetap bersama Tyas bagaimana pun caranya.
"Tyas, aku-"
"Pergi!"
"Tunggu dulu, Tyas kamu jangan seperti ini."
"Gue bilang pergi, lo tuli!" Bentak Tyas seraya melemparkan bantalnya.
Nabilla berhasil menghindar hingga bantal itu melesat bebas melewati tubuhnya, Nabilla menggeleng dan terus mendekat. Entah apa kesalahannya karena Tyas jadi marah padanya, Nabilla tidak bisa biarkan ini terus menerus.
"Tyas, dengarkan aku dulu ya."
"Apa, hah. Gue gak mau dengar apa-apa, pergi!"
"Aku gak akan pergi, kamu dengar?"
Kedua tangan Tyas mengepal kuat, Nabilla sangat menjengkelkan padahal Tyas hanya memintanya untuk pergi saja. Lihatlah wanita itu kini sudah ada di hadapannya, tidak bisakah Nabilla pergi sesuai keinginannya.
"Pergi!"
"Aku gak akan pergi, percuma kamu seperti ini Tyas."
Tyas tersenyum sinis, begitu saja iya menarik jarum infus ditangannya. Nabilla yang melihat itu berusaha menghentikannya, dengan memeluk dan menarik pisah kedua tangan Tyas.
Sedikit sulit kerena ternyata tenaga Tyas cukup kuat, tapi tidak bisa menyerah begitu saja karena ini juga kebaikan Tyas. Dokter lebih tahu apa yang terbaik untuk pasiennya, sudah benar Tyas hanya mengikuti saja semuanya.
"Tyas cukup, kamu seperti ini tidak akan membuat kehamilan kamu tiada!" Bentak Nabilla akhirnya.
Pergerakan Tyas seketika terhenti, wanita itu menangis begitu saja tanpa bisa ditahan. Tangan yang semula kasar itu kini tak lagi bertenaga, Nabilla memutar tubuh Tyas dan memeluknya erat.
"Jangan menyakiti diri kamu sendiri, bersikap seperti ini hanya menunjukan jika kamu itu bodoh. Bagaimana pun keadaannya kamu harus terima, dengar Tyas segala yang terjadi saat ini adalah hasil dari langkah awal kamu sendiri."
"Gue gak mau anak ini!"
"Diam dulu, tenang dulu pikirkan semua baik-baik. Tyas kamu sudah berdosa dengan hamil di luar nikah, apa kamu masih mau menambah dosa kamu dengan tidak menerima kehamilan kamu."
Nabilla jadi ikut sedih karena mendengar tangisan Tyas saat ini, sekali pun Nabilla tidak pernah memikirkan hal seperti ini akan terjadi pada sahabatnya. Sejak dulu Nabilla kenal Tyas yang begitu pandai menjaga diri, tapi lihatlah sekarang justru semuanya terbalik karena Tyas justru merusak hidupnya sendiri.
Nabilla melepaskan pelukannya dan menangkup kedua pipi Tyas, semua yang terjadi pasti karena sebab akibat. Tyas yang memulainya jadi sekarang Tyas harus menerima akhirnya, meski pahit tapi itu adalah buah dari gaya pacarannya yang seperti itu.
"Jangan sakiti diri kamu sendiri, jangan sakiti juga calon anak kamu. Tyas yang salah disini itu adalah kamu dan Daniel, tolong jangan buat susah janin yang bahkan tidak meminta untuk dihadirkan di rahim kamu."
"Aku gak mau anak ini, aku gak mau Bil."
"Mau atau tidak mau dia harus hidup, Tyas jangan semakin merugikan hidup kamu dengan membuang janinnya. Kamu harus dengarkan aku, Daniel akan bertanggung jawab, dia akan bersama kamu merawat dan membesarkan anak itu."
Tyas hanya menggeleng saja, Daniel sudah pernah mengatakan jika punya anak bukan jadi prioritasnya bahkan menikah pun Daniel belum memikirkan. Daniel tidak akan bisa membantunya, lelaki itu pasti akan meninggalkannya sendiri.
Pelukan itu kembali diberikan Nabilla, Tyas tidak akan sendirian walau seburuk apa pun kehidupannya. Jika memang Daniel tak mampu bertanggung jawab, Nabilla juga tidak akan meninggalkannya.
"Billa, Daniel tidak pernah mau punya anak. Gue gak bisa biarkan anak ini hidup."
"Bisa, kalau ayahnya tidak bisa maka harapan satu-satunya adalah Ibunya. Kamu jangan egois Tyas, kamu yang sudah mengundangnya datang jadi kamu harus menerimanya."
Tyas menggeleng, tidak bisa semudah itu karena Nabilla tidak merasakannya sendiri, Nabilla tidak pernah tahu seperti apa Daniel. Pelukan itu diurai ketika Erik kembali masuk, berani sekali lelaki itu datang seorang diri, kemana Daniel sampai sekarang tak terlihat.
Erik yang paham dengan tetapan Nabilla segera menjelaskan semuanya, perihal Daniel yang saat ini sedang melakukan pertemuan keluarga. Daniel sedang mengurusi semuanya, sesuai dengan ucapannya jika lelaki itu akan bertanggung jawab.
"Bohong!" Tolak Tyas.