Riris Ayumi Putri seorang gadis yang haus akan kasih sayang dan cinta dari keluarganya. Dan sialnya ia malah jatuh cinta pada kakak temannya sendiri yang umurnya terpaut jauh dengannya. Bukanya balasan cinta, justru malah luka yang selalu ia dapat.
Alkantara Adinata, malah mencintai wanita lain dan akan menikah. Ketika Riris ingin menyerah mengejarnya tiba-tiba Aira, adik dari Alkan menyuruhnya untuk menjadi pengantin pengganti kakaknya karena suatu hal. Riris pun akhirnya menikah dengan pria yang di cintainya dengan terpaksa. Ia pikir pernikahannya akan membawa kebahagiaan dengan saling mencintai. Nyatanya malah luka yang kembali ia dapat.
Orang selalu bilang cinta itu membuat bahagia. Namun, mengapa ia tidak bisa merasakannya? Apa sebenarnya cinta itu? Apakah cinta memiliki bentuk, aroma, atau warna? Ataukah cinta hanya perasaan yang sulit di jelaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risma ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Malam semakin larut, Riris tidak bisa tidur karena terus muntah-muntah. Saat ini dirinya sedang memakan nasi goreng di ruang tengah. Sedari tadi ia merasa ingin nasi goreng, sebenarnya ingin di belikan oleh suaminya. Namun, karena tahu Alkan tidak akan melakukan itu. Dengan terpaksa ia membuatnya sendiri.
Riris tidak tahu jika suaminya tidak ada di rumah. Saat dirinya sedang asik dengan makanannya. Tiba-tiba pintu rumahnya terbuka dan terlihat Alkan yang masuk ke dalam bersama dengan seorang wanita.
Deg!
Dadanya seketika sesak, melihat suaminya yang membawa Dara ke rumah mereka. Bukannya Alkan sudah tidak ada hubungan dengan wanita itu? Mengapa mereka terlihat begitu dekat dan mesra.
Riris tidak tahu lagi apa yang sebenarnya terjadi. Dunia seakan mempermainkannya. Apa hidupnya tidak pantas bahagia? Mengapa hanya luka dan penderitaan yang selalu ia dapat? Kapan dirinya merasakan di cintai dan di bahagiakan oleh orang yang ia sayang?
"Malam ini Dara menginap, kamu tidur di sofa saja," ucap Alkan dengan teganya.
Memang Dara terus merengek karena takut dan tidak ingin Alkan pulang dengan alasan perutnya sakit. Karena tidak ingin terjadi kesalahpahaman, Alkan pun terpaksa membawa wanita itu ke rumahnya.
Riris menatap Alkan tidak percaya. Apa dirinya tidak salah dengar? Suaminya menyuruhnya tidur di sofa karena wanita lain. Padahal ia sedang mengandung anaknya, sedangkan Dara? Alkan lebih peduli pada wanita yang sedang mengandung anak dari pria lain.
"Mas, tapi aku kan lagi hami--"
"Gak usah protes, kalau gak mau pulang sana ke orang tuamu!"
Riris terdiam, tiba-tiba ia teringat dengan orang tuanya yang dengan tega membuangnya. Tangannya meremas pelan ujung bajunya. Ia melirik ke arah wanita di samping suaminya, yang sedang tersenyum sinis padanya.
"Ayo, kamu istirahat dulu gih. Gak usah takut, kalau ada apa-apa panggil aku saja," ucap Alkan sambil mengelus lembut rambut Dara.
Riris yang menyaksikan itu langsung mengalihkan pandangannya. Ia mengedip-ngedipkan matanya mencoba menahan tangis. Suaminya bisa selembut itu pada wanita lain, sedangkan pada dirinya tidak pernah. Bohong jika Riris tidak marah dan cemburu. Tapi ia tidak punya kuasa untuk marah padanya. Percuma, pasti hanya kekerasan yang bakal ia terima.
Alkan berjalan menggandeng Dara menuju kamar Riris. Memang di rumah mereka hanya ada dua kamar. Dan jika Dara tidur di kamarnya, dengan terpaksa Riris tidur di sofa.
Riris sedari tadi hanya diam dengan tatapan kosong. Matanya terpejam pelan dan air matanya perlahan menetes. Bohong jika dirinya tidak lelah, saat ini ia merasa sangat capek. Riris gak sekuat itu. Mengapa ujiannya semakin berat, ia tidak yakin bakal sanggup.
...***...
Di sebuah taman bunga yang begitu indah. Terlihat seorang lelaki yang menatap sekelilingnya bingung. Tiba-tiba dua anak kecil berlari pelan menghampirinya.
"Ayah!" panggilnya sambil memeluk kakinya erat.
Lelaki itu terdiam, menatap bingung keduanya. Ia dengan penasaran terus memperhatikan mereka.
"Kalian siapa?" tanyanya bingung.
Kedua anak itu hanya diam tidak menjawab. Tak lama datanglah seorang pria menghampiri mereka dengan pakaian serba putih.
"Gue titip mereka, jika Lo menyakitinya lagi. Gue benar-benar kecewa sama Lo," ucapnya yang membuat lelaki itu langsung mendongak.
"R-ray? Maksudnya apa?" tanyanya bingung.
Pria itu tak menjawab dan malah membalikkan badannya berlalu pergi begitu saja.
"Ray!"
Alkan terbangun dari tidurnya. Ia menatap sekelilingnya bingung, nafasnya terengah pelan. Dirinya terdiam mengingat mimpinya tadi. Apa maksudnya? Dua anak kecil yang memanggilnya ayah dan ada Ray juga di sana.
Alkan melirik jam dinding, waktu menunjukkan pukul 02.20 dini hari. Ia beranjak dari tempat tidurnya berniat untuk mengambil minum.
Lelaki itu melangkahkan kakinya pelan menuruni tangga. Pandangannya tertuju pada istrinya yang tertidur meringkuk di sebuah sofa. Alkan berjalan menghampirinya, memperhatikan wanita itu yang terlihat gelisah dalam tidurnya.
Alkan berjongkok di hadapannya, tangannya terangkat menyelipkan rambut yang menghalangi wajah cantik istrinya. Ia terus memperhatikannya, tanpa sadar senyuman tipis mengembang di sudut bibirnya.
"Cantik," gumamnya pelan.
Ada rasa kasihan di hati kecilnya. Alkan memilih pergi menuju kamar. Dan tak lama ia kembali dengan membawa sebuah selimut. Di selimuti tubuh mungil istrinya yang terlihat menggigil kedinginan.
"Hatiku tidak berbohong jika aku menyayangimu," ucapnya pelan sambil mengecup keningnya lembut.
Ya, sebenarnya dari dulu Alkan sudah menyayangi Riris sama seperti Aira. Ia sudah menganggapnya seperti adik sendiri. Entah mengapa rasa sayang nya sekarang lebih dari rasa sayang kakak pada adiknya.
Namun, karena tau semua kebusukannya membuat Alkan marah dan tubuhnya terus di kuasai emosi setiap kali bersamanya. Padahal sebenarnya hati kecilnya tidak percaya dan tidak terima saat ia menyakitinya.
Keesokan harinya, Dara masih berada di rumah Alkan. Hari ini adalah hari weekend. Saat ini Riris sedang berada di dapur, fokus memasak.
"Wih bau apa nih? Bau-bau nya bau pelakor," sindir Dara yang tiba-tiba datang menghampirinya.
Riris melirik wanita itu sekilas, ia tidak memperdulikannya. Dirinya masih fokus memasak. Namun, tiba-tiba Dara menarik pundaknya dengan sedikit keras.
"Heh kurang ajar ya Lo nyuekin gue!"
"Ada apa, Kak?" tanya Riris dengan malas.
"Gak usah sok baik deh Lo, pelakor! Gara-gara Lo gue gak jadi nikah sama Alkan!"
"Bukannya kalian gak jadi nikah karena kamu hamil anak dari pria lain?" Riris menaik-naikan alisnya sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Dan kamu nyalahin aku dengan alasan udah jebak kamu? Dengan bodohnya Mas Alkan percaya begitu saja. Jahat ya kalian, padahal sama sekali aku tidak tahu apa-apa."
Dara terdiam, ia mengepalkan tangannya kuat. Wanita ini harus cepat-cepat di singkirkan. Kalau tidak, akan terus menghalanginya mendapatkan Alkan.
"Gak tau malu banget, udah hamil di luar nikah dan sekarang masih saja berusaha deketin suami orang. Mending urusi bapak anaknya sana!" dengan beraninya Riris mengatakan kata-kata pedas.
"Lo!" Dara langsung menjambak rambutnya.
Riris yang tidak terima pun memilih melawannya. Ia tidak ingin terus-terusan di tindas seperti ini. Dirinya tidak salah, jika ia diam mereka akan terus menginjak nya.
Saat keduanya sedang asik jambak-jambakan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki seseorang menuruni tangga. Dara sontak langsung melepaskan jambakkan nya.
Riris mengerutkan keningnya melihat apa yang di lakukan wanita di hadapannya. Ia menampar pipinya sendiri, mengacak-acak rambutnya lalu menjatuhkan tubuhnya ke lantai.
"Ahk!"
Mendengar suara teriakan Dara, sontak Alkan langsung berjalan cepat menghampiri mereka.
"Dara! Kamu kenapa?" tanyanya langsung membantu wanita itu berdiri.
"Riris marah-marah, dia udah jambak aku. Dia juga nampar aku dan dorong aku sampe jatuh. Perutku sakit, Mas," ucapnya berbohong.
Alkan melirik istrinya dengan tatapan tajam. Wanita itu menggeleng pelan, menandakan jika itu tidak benar. Ia benar-benar tidak percaya, Dara akan menuduhnya sejahat itu.
"Padahal aku tadi berniat mau bantuin dia. Tapi dia gak suka dengan kehadiranku di sini. Dan dia malah nyakitin aku hiks," Dara terus bersandiwara.
"Perut kamu tidak apa-apa kan?" tanya Alkan sambil mengelus perutnya khawatir.
Lalu pria itu beralih menatap istrinya dengan tatapan datar. Rahang mengeras, tangan terkepal kuat dan sorot mata yang tajam.
"Kalau sampai terjadi apa-apa dengan anak yang di kandung nya, gue gak akan maafin Lo!" tanpa sadar Alkan mendorong tubuh istrinya dengan lumayan keras.
"Ahk!"
Riris terhuyung kebelakang, ia berusaha melindungi perutnya agar tidak ter pentok meja dapur. Alhasil malah tangannya yang terluka karena tergores meja.
"Ayo kita pergi," tidak memperdulikan istrinya, Alkan malah mengajak Dara pergi.
Riris mendongak, menatap kepergian mereka dengan tersenyum miris. Suaminya lebih perduli pada wanita lain di bandingkan dirinya dan calon anaknya. Dia mengkhawatirkan kandungan wanita itu. Sedangkan pada kandungannya? Justru pria itu malah melukainya.
"Maaf sayang, bunda nyerah. Bunda tidak bisa mempertahankan ayahmu jika terus seperti ini. Bahkan dia berani melukaimu," lirihnya sambil mengelus pelan perutnya yang terasa keram.
"Bunda tidak ingin kamu terluka. Untuk sekarang kita berdua dulu ya. Bunda akan terus berusaha melindungimu," ucapnya sambil tersenyum tipis.
baru pub chap 6 penulisan makin bagus, aku suka>< pertahankan! cemangattttt🫶