NovelToon NovelToon
Transmigrasi Tanaya Zaman Purba

Transmigrasi Tanaya Zaman Purba

Status: sedang berlangsung
Genre:Transmigrasi / Romansa Fantasi / Ruang Ajaib / Epik Petualangan / Roh Supernatural / Time Travel
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Nyx Author

🔥"Tanaya — Jiwa dari Zaman Purba”

Tanaya, gadis modern yang hidup biasa-biasa saja, tiba-tiba terbangun di tubuh asing—berkulit gelap, gemuk, dan berasal dari zaman purba yang tak pernah ia kenal.

Dunia ini bukan tempat yang ramah.
Di sini, roh leluhur disembah, hukum suku ditegakkan dengan darah, dan perempuan hanya dianggap pelengkap.

Namun anehnya, semua orang memanggilnya Naya, gadis manja dari keluarga pemburu terkuat di lembah itu.

>“Apa... ini bukan mimpi buruk, kan? Siapa gue sebenarnya?”

Tanaya tak tahu kenapa jiwanya dipindahkan.

Mampukah ia bertahan dalam tubuh yang bukan miliknya, di antara kepercayaan kuno dan hukum suku yang mengikat?

Di dalam tubuh baru dan dunia yang liar,
ia harus belajar bertahan hidup, mengenali siapa musuh dan siapa yang akan melindunginya.

Sebab, di balik setiap legenda purba...
selalu ada jiwa asing yang ditarik oleh waktu untuk menuntaskan kisah yang belum selesai.

📚 Happy reading 📚

⚠️ DILARANG JIPLAK!! KARYA ASLI AUTHOR!!⚠️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nyx Author, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

|Suku Nahara...

Suku Nahara, inilah suku yang akan di tempati Tanaya di dunia ini. Suku kecil yang letaknya di perbatasan lembah utara.

Di apit dengan tebing curam dan hutan berburu lebat di sekitarnya. Walau begitu, di sekitar mereka masih ada beberapa suku lain—seperti suku Fenra yang beranggotakan sekitar dua ratus orang, suku Fan dengan tiga ratus anggota, suku Mun sekitar empat ratus, dan suku terbesar, Qien, yang jumlahnya mencapai seribu jiwa.

Pada zaman ini, jumlah wanita sangat sedikit. Hanya sekitar dua puluh persen dari total anggota suku. Tubuh para wanita yang lemah dibandingkan para pria membuat mereka sulit bertahan melewati musim dingin yang panjang dan kejam.

Musim dingin di wilayah ini bisa berlangsung berbulan-bulan. Persediaan makanan juga cepat menipis dan kelaparan menjadi hal biasa. Para wanita yang baru melahirkan sering tidak sanggup bertahan karena kondisi tubuh mereka yang terlalu lemah.

Dan untuk menjaga agar keturunan tetap ada, lahirlah kebijakan yang diterima oleh seluruh suku: satu wanita diperbolehkan memiliki lebih dari satu pasangan.

Namun, kebijakan itu tidak hanya soal keturunan. Saat musim dingin datang, banyak pula anak-anak dan orang tua yang meninggal karena kedinginan dan kelaparan. Kepala suku sudah berusaha sekuat tenaga, tapi setiap musim dingin, kematian tetap menjadi bagian dari kehidupan mereka.

---

“Ah! Yaren? Akhirnya kau sudah pulang, Di mana ayahmu nak? Kenapa tidak ikut bersama mu.” seru Sira begitu melihat putranya melangkah masuk dengan pakaian kulit yang sedikit kotor.

Yaren—kakak laki-laki Naya—baru saja kembali dari perburuan panjang. Tiga hari ia menghilang di hutan, dan itu sudah menjadi hal biasa bagi para pemburu suku Nahara dan suku lainnya. Biasanya, mereka akan pulang di hari keempat, membawa hasil buruan untuk dibagi bersama.

Di suku ini, para pemburu selalu pergi berkelompok. Bukan hanya demi keselamatan mereka, tapi juga agar hasil buruan mereka bisa dibawa pulang dengan mudah.

Yaren tersenyum ketika melihat Naya. Hanya kepada adik dan ibunya, senyum itu muncul. Di luar sana—terutama di hadapan gadis-gadis suku lain, ia lebih dikenal dengan tatapan dingin dan sikap cueknya. Tapi justru hal itulah yang membuatnya menjadi sosok idaman di antara para gadis muda suku Nahara.

“Ayah sedang di lapangan, Bu. Ia tengah membicarakan hasil buruan,” ucapnya sambil menaruh tombak di sisi dinding, lalu duduk di samping Naya.

Tanaya yang melihat pria itu duduk di sampingnya, memperhatikannya diam-diam sambil menelan ludahnya—lirih. Dari jarak sedekat ini, ia bisa melihat dengan jelas wajah pria itu—garis rahang yang tegas, alis tebal, hidung mancung, dan kulit kecokelatan yang tampak berkilau di bawah cahaya obor. Ada sesuatu dalam auranya... tenang tapi kuat. Hangat tapi juga menakutkan.

Jantung Tanaya berdegup aneh. Ia buru-buru menggeleng kecil, mencoba menepis pikirannya sendiri. Astaga, apa yang dia pikirkan? Dia kan kakaknya—setidaknya, kakak dari tubuh ini.

Dalam hati ia mendesah. Di dunia aslinya saja ia tidak mudah jatuh cinta, bahkan dengan Vino pun dia butuh waktu lama… tapi kenapa sekarang…

“Kenapa kau menatap kakak seperti itu, Naya?” suara Yaren tiba-tiba terdengar lembut, memecah lamunannya.“Apa kau tidak merindukanku?”

Tanaya menegakkan tubuhnya saat pria itu mengajak nya berbicara. ia mengerjap beberapa kali sebelum akhir nya tersenyum membalas senyuman pria itu.

“A-aku… tentu saja merindukanmu, Kak,”ujarnya gugup tapi cepat menambahkan senyum kecil. “Bagaimana perburuanmu? Apakah menyenangkan?”

Yaren sempat terdiam sejenak saat mendengar ucapan adiknya yang begitu lembut. Pandangannya sedikit melembut, sambil menelusuri wajah adiknya itu dengan heran.

Biasanya Naya akan langsung merengek meminta hadiah atau makanan padanya, bukan menanyakan kabarnya seperti ini. Namun kali ini… nada suara itu terasa hangat, jujur, dan berbeda.

Melihat itu, senyum tipis perlahan muncul di wajah Yaren.“Kau… terlihat aneh hari ini, tapi aku senang mendengarnya.” katanya pelan, kemudian mengacak rambut Naya dengan lembut—sesuatu yang jarang sekali ia lakukan.

Bagi Yaren, apapun yang terjadi, adiknya tetap satu-satunya orang yang selalu ia lindungi, bahkan dengan nyawanya sekalipun.

Sira yang memperhatikan kehangatan di antara keduanya hanya tersenyum kecil. Pemandangan seperti itu jarang sekali ia lihat—Naya yang biasanya cerewet kini tampak begitu tenang.

“Sudah, ayo kita makan,” ucap Sira lembut. “Yaren, nanti bantu ayahmu, ya? Ibu yakin kali ini hasil buruannya banyak.”

Yaren menoleh dan mengangguk pelan. “Baik, Bu. Aku akan membantunya setelah makan.”

Mereka pun hendak memulai makan. Aroma daging rebus yang masih mengepul memenuhi gua, tapi sebelum tangan mereka sempat menyentuh makanan itu, suara lembut Naya tiba-tiba memecah keheningan.

“Emm... Bu... bisakah aku meminta air?”

Sira dan Yaren sama-sama menatap ke arahnya. Tangan mereka terhenti di udara.

“Ah, kau haus rupanya?” ujar Sira setelah beberapa detik hening. Nada suaranya lembut, tapi ada sedikit kebingungan di sana. “Baiklah, ibu ambilkan, tunggu sebentar ya, Nak.”

Ia pun beranjak masuk ke lorong dalam gua, meninggalkan Naya dan Yaren di sana.

“ini... minumlah, minum pelan-pelan jangan sampai kau tersedak yah.” ucap Sira saat kembali.

Di tangannya membawa sebuah wadah dari tempurung besar, berisi air jernih yang tampak dingin lalu meletakkan wadah itu di hadapan putrinya.

Tanaya tersenyum kecil. “Terima kasih, Bu,” ujarnya lirih.

Namun alih-alih langsung meneguknya, gadis itu malah mencelupkan kedua tangannya ke dalam air. Ia menggosok perlahan, lalu menepuk-nepuk jari dan punggung tangannya yang kotor seolah sedang mencuci.

Yaren yang melihat itu, menatapnya bingung. alisnya terangkat begitupun dengan Sira yang juga ikut tertegun.

Tanaya buru-buru memasang senyum kaku.

“Ah! Aku cuma… mencuci tangan ku, Bu. Sebelum makan, tangan harus dibersihkan supaya kotorannya tidak masuk ke tubuh,” jelasnya pelan.

Sebagai mahasiswi jurusan kedokteran di dunianya, kebiasaan menjaga kebersihan sudah mendarah daging. Meski kini ia hidup di zaman purba, refleks itu masih melekat kuat padanya.

Keduanya saling berpandangan, jelas tak memahami sepenuhnya maksud Tanaya.

“Membersihkan tangan?” ulang Yaren ragu, “Tapi, bukankah tangan kita sudah bersih?"Matanya menunduk, menatap kedua tangan nya—heran.

“Iya, tapi... kotoran yang tak terlihat juga bisa membuat sakit,” jawab Tanaya hati-hati, mencoba menjelaskan tanpa terdengar aneh.“Kita tidak bisa melihatnya, tapi kalau sering mencuci tangan sebelum makan, tubuh akan lebih kuat.”

Sira menatapnya lama. Ada kehangatan sekaligus keheranan di matanya.“Kalau begitu, ajari ibu juga, ya.”

Tanaya tertegun sesaat sebelum akhirnya tersenyum. “Iya, Bu. Cuci begini saja... pelan-pelan.”

Ia menggandeng tangan ibunya, mengajarkan gerakan sederhana seperti menggosok telapak dan sela-sela jari. Yaren hanya memperhatikan dengan mata melebar, antara heran dan kagum melihat adiknya itu begitu serius.

“Hmm... kalau ini bisa membuat tubuh kuat, aku pun akan melakukannya,” kata Yaren akhirnya dengan nada mantap. Ia ikut mencelupkan tangannya ke dalam air, meniru gerakan Tanaya meski canggung.

Tanaya hanya bisa tertawa kecil. “Begitu, Kak... iya, bagus! Nah, baru sekarang kita makan.”

Sira tersenyum hangat, matanya lembut menatap putrinya. Entah kenapa... Naya malam ini terasa berbeda. Lebih tenang, lebih bijak—dan sedikit asing.

...~~~...

Malam itu terasa berbeda… sunyi, lembap, dan asing.

Tanaya duduk bersandar pada dinding batu kasar, satu tangannya mengusap perutnya yang membuncit sambil menatap ruang sempit yang kini harus ia sebut 'kamarnya'.

Ia benar-benar tidak bisa bergerak karena terlalu kenyang. Bagaimana tidak—dia baru saja menghabiskan tiga ekor kelinci sekaligus. Dan kelinci itu jelas-jelas bukan ukuran kelinci modern di dunianya yang beratnya hanya sekitar 1–2 kilogram.

Kelinci hutan di dunia ini ukurannya dua kali lebih besar, dagingnya tebal dan berlemak—lebih mirip kelinci liar raksasa daripada hewan kecil lucu di dunia modern.

“Huhu…” Tanaya meratap dalam hati.

Baru kali ini aku serakus itu… bagaimana mau kurus kalau makan seperti ini?

Tapi tidak apa-apa. Ini pasti karena tubuh ini yang terbiasa makan banyak. Mulai besok… dirinya akan mengurangi jatah makannya. Harus!

Ia menepuk pipinya pelan, berusaha menyemangati diri sendiri.

Kini, dengan ingatan asli milik Naya yang sepenuhnya kembali, semuanya terasa semakin nyata—termasuk tubuh besar yang harus ia rawat, dan dunia purba yang kini menjadi kehidupannya.

Dari ingatan itu, ada banyak hal yang ia tahu sekarang yaitu: Penduduk purba di sini sangat bergantung pada pakaian kulit.

Mereka tidak punya pilihan lain selain memakai kulit binatang dan bahkan harus mengurangi jatah makan demi bertahan hidup, terutama menjelang musim dingin. Sangat berbeda dengan zaman modern yang serba praktis dan nyaman.

Tanaya menghela napasnya panjang. Kalau hanya soal berdandan atau bau kulit, ia masih bisa menoleransi… Tapi bagaimana kalau nanti ia datang bulan? Apa yang dilakukan para wanita suku ini? Daun? Lumut? Kain kulit?

Ah! Memikirkannya saja sudah membuat kepalanya berdenyut.

Namun semua itu belum seberapa dibandingkan ancaman terbesar di dunia ini: musim dingin. Dari ingatan Naya, musim dingin di sini berlangsung lama, sangat dingin, dan sering kali mematikan. Persediaan makanan habis lebih cepat dari yang seharusnya. Anak-anak, wanita, bahkan orang kuat sekalipun dapat mati hanya dalam beberapa minggu.

Ia menggigit bibirnya. Kalau dia tidak segera mempersiapkan diri, maka dirinya bisa mati kapan saja.

Masih ada lima bulan sebelum musim dingin tiba. Dan selama itu ia harus mencari cara agar bisa tetap hidup dalam tubuh ini.

Tanaya akhirnya membaringkan diri di atas alas kulit yang lembut namun bau, mencoba menenangkan pikirannya. Namun suasana gua yang lembap dan gelap membuat tidurnya tak nyaman. Udara di sini tidak pernah luput dari dingin yang menusuk hingga ke tulang. Sinar matahari pun sama sekali tidak bisa masuk ke dalam, membuat tempat itu terasa suram dan pengap.

Ini baru hari pertamanya di sini.

Mungkin besok dia bisa meminta Yaren… untuk membuatkannya jendela kamar seperti di dunianya. Setidaknya biar tidak terlalu gelap dan lembab, pikirnya.

Ia menatap langit-langit gelap itu sembari menarik napasnya pelan. Setidaknya, sedikit cahaya matahari dan udara baru bisa meringankan hidupnya di dunia yang begitu berbeda ini.

Srekk…

Tanaya tersentak kecil. Suara langkah kaki yang menyeret tanah lembap terdengar memasuki ruang sempit itu. Cahaya obor membuat bayangan tubuh seseorang muncul lebih dulu sebelum akhirnya sosok Yaren menampakkan diri.

“Ah… apakah kakak mengagetkanmu?” tanya Yaren sambil melangkah masuk. Mata tajamnya sedikit melebar, terkejut karena adiknya masih terjaga.

Tanaya buru-buru duduk tegak, mencoba terlihat tenang.“Belum… aku masih belum mengantuk, Kak,” sahutnya pelan.

Yaren tersenyum tipis—senyum hangat yang jarang ia berikan pada orang lain selain Naya. Ia duduk di sampingnya, jaraknya cukup dekat hingga Tanaya bisa merasakan hawa hangat tubuh lelaki itu.

Perlahan, Yaren merogoh kantong kulit di pinggangnya.“Aku menemukan ini,” katanya, lalu mengulurkan sesuatu kecil berwarna merah gelap ke depan bibir Tanaya.

“Coba kau rasakan.”

Tanaya berkedip bingung—tapi mengikuti saja. Ia membuka mulut dan membiarkan benda itu masuk.

Begitu gigitannya menekan, cairan manis langsung meledak memenuhi mulutnya.

“Hah… ini—manis sekali,” gumamnya terkejut. Rasa itu begitu familiar, seperti permen buah di dunia asalnya.

Yaren tertawa kecil, puas melihat ekspresi adiknya.“Itu buah dari pohon dekat sungai. Kakak menemukannya ketika berburu. Warnanya menarik… jadi kakak mencoba memakannya.”

Ia menatap Tanaya dengan mata berbinar.“Kalau kau suka, besok kakak akan memetikkan banyak untukmu.”

Tanaya mengangguk cepat. “Aku suka sekali, Kak. Terima kasih.”Ia tersenyum tulus—senyuman lembut yang benar-benar baru pertama kali dilihat Yaren.

Dan itu langsung membuat dunia Yaren seakan berhenti sejenak.

Adiknya… tersenyum seperti itu?

Senyum itu begitu manis hingga Yaren seperti ikut meleleh. Hatinya memanas dengan rasa sayang yang sulit ia jelaskan.

‘Adikku… kenapa kau begitu manis malam ini?’ batinnya, terpaku oleh perubahan sikap Naya.

“Naya,” gumamnya perlahan, suaranya serak penuh kelembutan, “kau… begitu cantik dan imut.”

Tanpa sadar, tangannya terangkat mengusap kepala Tanaya dengan lembut, lalu mencubit pipinya pelan seperti kebiasaan lama mereka.

Tanaya membeku.

Ia menatap Yaren dari dekat—wajah keras, garis tegas, mata gelap yang selalu teduh saat menatap dirinya. Lelaki yang tampak gagah dan tampan itu memanggil tubuh gemuk dan kulit gelap ini cantik?

Ia menunduk, pipinya panas meski hatinya campur aduk.

Cantik? Imut?

Kalau bukan karena sayang, jelas Yaren pasti buta.

Heiii… batinnya gemas sendiri.

Sedikit saja ia salah gerak, pria ini bisa salah paham. Namun… meski begitu, ia merasakan sesuatu menenangkan di dada. Entah mengapa, perhatian Yaren membuatnya merasa… terlindungi.

Sama seperti ia di dekat vino dulu saat mereka masih bersama walau akhirnya takdir berkata lain.

"Baiklah... Kau tidurlah lagi. Kakak akan pergi membantu ayah di balai suku."

Yaren tersenyum tenang, tubuhnya hendak berdiri. Namun suara Tanaya yang lirih menahan langkahnya.

"Emm… kak, bisakah aku ikut?"

Yaren terhenti. Punggungnya menegang sejenak sebelum perlahan ia kembali menoleh. Tatapannya penuh keheranan bercampur harap, seolah ia ingin memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

"Kau… ikut?" ulangnya, nada suaranya setengah berbisik.

Tanaya mengangguk pelan, jemarinya meremas sisi kain kulit yang menutupi kakinya.

"Aku… tak ingin hanya diam di sini. Aku ingin melihat bagaimana balai suku itu… aku ingin belajar hal-hal di sana juga." ujarnya lebih hati-hati, takut terdengar aneh.

Sekilas tampak cahaya kebahagiaan memantul di mata Yaren. Ini pertama kalinya adiknya—yang biasanya canggung, pemalu, dan malas bergerak—meminta ikut ke tempat penting seperti balai suku. Baginya… ini seperti hadiah kecil yang membuat dadanya hangat.

"Benarkah?"

Wajah Yaren secara perlahan berubah menjadi lembut, bahkan lebih dari sebelumnya. Ia berjongkok sedikit, menatap langsung ke matanya.

"Naya ingin ikut… bersama kakak?"

Tanaya menelan saliva, sedikit salah tingkah tapi tetap mengangguk."Iya kak… kalau boleh."

Yaren tidak bisa menyembunyikan senyumnya kali ini. Senyumannya kian melebar, polos, dan begitu bangga.

"Tentu boleh."Ia mengulurkan tangan besarnya, kasar tapi penuh kehati-hatian.

"Kakak akan menjagamu. Ayo… tapi pakai mantel kulit tambahan, malam di luar lebih dingin dari dalam gua. Kakak akan bilang ke ibu terlebih dahulu."

Tanaya tertegun sejenak. Ada sesuatu pada cara Yaren memanggilnya—“Naya”—dan juga cara pria itu memandangnya seperti seorang kakak yang begitu memuja adiknya… membuat hatinya sedikit hangat juga.

Ia pun segera menyambar mantel kulit tipis yang ada di sampingnya."Baik kak… aku siap."

Yaren mengangguk puas, lalu berdiri sambil menyingkap sedikit tirai kulit di pintu gua."Kalau begitu… mari. Ayah pasti senang melihatmu keluar dan ikut kegiatan suku."

Tanaya melangkah mendekat, dan…

Untuk pertama kalinya sejak terbangun di dunia purba, ia akan keluar lagi—bukan karena takut atau bingung tapi karena ia ingin melihat, memahami, dan perlahan… hidup di sini.

...>To Be Continued......

1
Angela
lanjut thor
Lala Kusumah
double up dong Thor, ceritanya tambah seruuuuu nih 🙏🙏👍👍
Yani
update lagi Thorr, semangat 💪🙏🙏
Musdalifa Ifa
rua lelaki kurang ajar ih dasar lelaki brengsek😤😤😤😠😠😠
Lala Kusumah
Naya hati-hati sama buaya darat 🙏🙏🙏
anna
❤❤👍🙏🙏
Andira Rahmawati
dasar laki2 munafik..naya harus lebih kuat..harus pandai bela diri..knp tadi naya tdk msk ke ruang rahasianya saja..
Yani
aku mau izin masuk grup dong Thorr, sdh aku klik tapi gak ada ya lanjutannya. apa belum di accept ya🥰🥰🙏
📚Nyxaleth🔮: Maaf kak... ceritanya error enggak bisa di masukin di grub. Aku udah up disini kok, bentar lagi muncul. kata-kata nya udah AQ perbaiki. makasih udah nunggu🙏❤️
total 1 replies
Yani
ayok lanjut Thorr crita nya
Angela
yah cuman 1 eps , kurang banyak thor kalau bisa 2 eps
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
lanjut kak
Angela
lanjut thor,aku suka ceritanya😍
RaMna Hanyonggun Isj
sedikit sekali update x sekali update x 50 ep kha
Lala Kusumah
Naya emang hebaaaaaatt baik hati dan tidak sombong 👍👍👍😍😍
Muhammad Nasir Pulu
lanjut thorr..baru kali ini dapat cerita yg menarik, bagus dan ini kali pertama selama baca novel baru ku tinggalkan jejak
Andira Rahmawati
lanjut..thor...
Musdalifa Ifa
wah bagus sekali Tanaya pengetahuan dunia modern bisa menjadi solusi untuk hidup lebih baik di dunia kuno
Lala Kusumah
makasih double updatenya ya 🙏🙏🙏
anna
🙏❤👍
Rena🐹
itu kan ada mobil kenapa kagak di pakee/Frown/

tapi klo di pake trs Tanaya selamat ya ceritanya ga bakal sesuai sihh
📚Nyxaleth🔮: /Curse/ Astaga kak, enggak ekspek bakal ada yang komen gini. tapi iya juga sih🤭🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!