Berawal dari sebuah gulir tak sengaja di layar ponsel, takdir mempertemukan dua jiwa dari dua dunia yang berbeda. Akbar, seorang pemuda Minang berusia 24 tahun dari Padang, menemukan ketenangan dalam hidupnya yang teratur hingga sebuah senyuman tulus dari foto Erencya, seorang siswi SMA keturunan Tionghoa-Buddha berusia 18 tahun dari Jambi, menghentikan dunianya.
Terpisahkan jarak ratusan kilometer, cinta mereka bersemi di dunia maya. Melalui pesan-pesan larut malam dan panggilan video yang hangat, mereka menemukan belahan jiwa. Sebuah cinta yang murni, polos, dan tak pernah mempersoalkan perbedaan keyakinan yang membentang di antara mereka. Bagi Akbar dan Erencya, cinta adalah bahasa universal yang mereka pahami dengan hati.
Namun, saat cinta itu mulai beranjak ke dunia nyata, mereka dihadapkan pada tembok tertinggi dan terkokoh: restu keluarga. Tradisi dan keyakinan yang telah mengakar kuat menjadi jurang pemisah yang menyakitkan. Keluarga Erencya memberikan sebuah pilihan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
Buku catatannya dengan kening berkerut. Angka dan simbol itu seakan menari-nari mengejeknya. Ia baru saja menyelesaikan les tambahan dan kini harus berjuang sendirian untuk memahami materi persiapan ujian. Kamarnya yang bernuansa pastel terasa sunyi, hanya terdengar suara gesekan ujung pensil di atas kertas.
Tiba-tiba, keheningan itu pecah oleh getaran singkat dari ponselnya yang tergeletak di samping buku.
Sebuah notifikasi pesan dari Instagram. Erencya meliriknya sekilas, mengira itu dari salah satu teman sekelasnya yang mungkin menanyakan tugas. Namun, nama yang tertera di layar membuatnya menghentikan gerakan pensilnya.
Akbar.
Nama itu asing. Ia tidak punya teman atau kenalan bernama Akbar. Rasa penasarannya yang lebih besar dari pusingnya pada pelajaran Kimia, membuatnya meraih ponsel itu. Ia membuka ruang pesan.
“Assalamualaikum. Maaf, profil kamu lewat di explore saya. Salam kenal dari Padang.”
Erencya membaca kalimat itu dua kali. Assalamualaikum. Sebuah sapaan yang sangat familiar ia dengar dari teman-temannya yang Muslim, sebuah ucapan doa yang damai. Menerimanya dari orang yang sama sekali asing terasa sedikit berbeda, namun tetap sopan. Lalu matanya menangkap kata "Padang". Jauh sekali.
Sebelum membalas, nalurinya menuntunnya untuk membuka profil pengirim pesan itu. Akbar. Foto profilnya adalah siluet seorang pria yang berdiri di tepi pantai, dengan langit senja berwarna jingga sebagai latar belakangnya. Wajahnya tidak terlihat jelas, namun ada kesan tenang dan puitis dari foto itu.
Jemarinya menggulir ke bawah. Galeri Akbar tidak seperti kebanyakan profil pria yang ia tahu. Tidak ada foto pamer kendaraan atau swafoto berlebihan. Isinya justru menenangkan: pemandangan bukit yang hijau, detail secangkir kopi dengan uap yang masih mengepul, tumpukan buku-buku tebal, dan beberapa foto candid bersama teman-temannya di sebuah danau. Pria ini tampak dewasa, punya dunianya sendiri.
"Siapa itu, Ren?"
Suara Mamanya dari ambang pintu kamarnya yang sedikit terbuka membuatnya terkejut. Erencya buru-buru meletakkan ponselnya.
"Bukan siapa-siapa, Ma. Cuma notif dari teman," jawabnya sedikit gugup, berharap mamanya tidak bertanya lebih jauh.
Mamanya hanya mengangguk kecil, mengingatkannya untuk tidak tidur terlalu malam, lalu kembali ke ruang tengah. Erencya menghela napas lega. Ia menatap kembali layar ponselnya. Orang tuanya selalu berpesan agar hati-hati dengan orang asing di dunia maya.
Namun, pesan dari Akbar tidak terasa mengancam. Justru terasa begitu sopan dan tulus. Tidak membalasnya rasanya akan sangat tidak sopan. Lagi pula, ini hanya sebuah sapaan perkenalan. Apa salahnya?
Jemarinya yang lentik mulai menari lincah di atas keyboard. Ia tahu sapaan pembuka yang paling tepat untuk membalas pesan itu.
“Wa'alaikumsalam. Iya, tidak apa-apa. Salam kenal juga. Erencya dari Jambi.”
Singkat. Ramah. Dan sopan.
Dengan sedikit debaran di dada, ia menekan tombol kirim. Pesan itu terkirim, dan dalam sepersekian detik, dua centang abu-abu di sampingnya langsung berubah menjadi biru. Dibaca.
Dan bahkan sebelum Erencya sempat meletakkan ponselnya, tiga titik kecil muncul dan berkedip-kedip di sudut bawah.
Dia sedang mengetik balasan.
Sebuah senyum tipis tanpa sadar terukir di bibir Erencya. Ternyata, pria dari Padang itu sedang menunggunya. Dan di sudut hatinya yang paling dalam, ada getaran kecil yang terasa menyenangkan. Getaran yang memberitahunya bahwa malam yang membosankan karena rumus Kimia ini mungkin akan menjadi sedikit lebih menarik.