Di sebuah kampung yang sejuk dan dingin terdapat pemandangan yang indah, ada danau dan kebun teh yang menyejukkan mata jika kita memandangnya. Menikmati pemandangan ini akan membuat diri tenang dan bisa menghilangkan stres, ada angin sepoi dan suasana yang dingin. Disini bukan saja bercerita tentang pemandangan sebuah kampung, tapi menceritakan tentang kisah seorang gadis yang ingin mencapai cita-citanya.
Hai namaku Senja, aku anak bungsu, aku punya satu saudara laki-laki. Orangtuaku hanya petani kecil dan kerja serabutan. Rumahku hanya kayu sederhana. Aku pengen jadi orang sukses agar bisa bantu keluargaku, terutama orangtuaku. Tapi kendalaku adalah keuangan keluarga yang tak mencukupi.
Apakah aku bisa mewujudkan mimpiku?
yok baca ceritanya😁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yulia weni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegalauan Senja
"Pelajaran selesai. Waktunya istirahat, sesuai dengan kesepakatan antara Senja dan Susan. Mereka tidak ada yang keluar kelas. Mereka langsung mengerjakan tugas kelompok mereka bersama.
"Satu kelompok terdiri dari lima orang. Senja dan Susan berada di kelompok 3. Selain mereka, masih ada Hendri, Resi, dan Putri. Susan sudah memberikan instruksi kepada teman-temannya bahwa tidak ada yang keluar kelas.
"Teman-teman, kita kerjakan di sini saja, ya!" ucap Susan. "Oke," jawab yang lain.
"Tidak lama kemudian, Novi datang dan mengajak Senja keluar kelas. "Sen, ayo kita keluar! Beli gorengan," ajak Novi. "Maaf, Nov, aku tidak bisa!
"Lo kenapa?" tanya Novi bingung.
"Aku harus buat tugas kelompok dulu, nanti Bu Tet masuk, tugas kelompok kami belum selesai," jawab Senja.
"Ya Allah, iya ya, apa tugas kelompokku sudah selesai ya sama Mega?" tanya Novi. "Ya, mana aku tahu," balas Senja yang mengangkat bahunya. "Kamu itu tugas masa Mega yang mengerjakan sendirian! Harus bersama," ungkap Senja lagi.
"Iya, kan Mega lebih pintar dan rajin dari pada aku, Sen," jawab Novi lagi sambil tersenyum besar. "Hehe, iya Nov, dan di kelompokku Senja lah yang paling pintar akuntansi, jadi aku lihat Senja saja," timpal Susan. "Hehe, kan sudah pas ya, San. Masing-masing kelompok sudah ada master-nya," jawab Novi lagi. Haha, mereka tertawa bersama.
"Ya sudah! Senja, kalau begitu aku keluar dulu, ya!" mau beli goreng tahu dulu. "Kamu nitip, sen?" tanya Novi. "Hehe, tidak, karena kamu sudah tahu jawabannya," balas Senja.
"Ya Allah, anak ini! Tenang, nanti aku belikan buat sahabat tercinta aku, ya. Aku belikan dua goreng tahu dan air mineral gelas, hehe," ungkap Novi.
"Wah, kamu baik bangat, Nov!" Aku juga mau dong ditraktir sama kamu," sela Susan dengan wajah yang berseri-seri. "Enak saja, uangku hanya lima ribu! Kalau aku juga traktir kamu, mana lagi buat aku," timpal Novi dengan wajah gemes melihat Susan.
"Ya sudah, berarti aku tak dapat traktir ya kayak Senja," jawab Susan yang pura-pura sedih. "Tidak," jawab Novi. "Ya sudah, kalau begitu aku nitip saja goreng bakwan sama tahu, ya Novi tercantik dan termanis. Sekalian air mineralnya dua, ya, hehe," ucap Susan dengan nada manja.
"Kalau aku ikut keluar juga, nanti aku takut dikeluarkan dari kelompok sama Senja," timpal Susan lagi yang pura-pura takut.
"Kamu banyak gaya bangat, bilang saja emang lagi malas keluar! Mana uangmu?" ucap Novi. "Hehe, ini," ucap Susan yang langsung memberikan uangnya pada Novi.
"Terima kasih, ya Novi cantik. Semoga Allah mudahkan urusanmu, dapat jodoh yang sholeh," ucap Susan lagi sambil bercanda. "Haha, aamiin," jawab Senja. Senja geleng-geleng kepala kalau melihat Susan dan Novi selalu beradu argument. Karena pasti saja ada lucunya bagi Senja.
"Alhamdulillah, selesai juga tugas kelompok kita," ucap Susan. "Iya ya, terima kasih, ya Senja," ucap Putri. "Kalau kita kelompok sama Senja, nilai kita pasti aman, dan tugas kita cepat selesai," hehe, ungkap Hendri. "Iya ya, benar juga," timpal Resi, mereka tertawa bersama.
"Senja hanya tersenyum atas ucapan teman-temannya."
"Tak lama kemudian, Novi datang. "Ini, Sen, buatmu! Jangan lupa dimakan! 10 menit lagi kita masuk, tuh," ucap Novi. "Lo punya aku mana, Nov?" tanya Susan sambil mengadahkan tangannya. "Sudah aku makan semua!" jawab Novi dengan nada kesal.
"Ya Allah, Novi... Badanmu ini sudah subur lebih kayak ini, masih makan teman kamu," ucap Susan ceplas-ceplos. Haha, tawa Senja mendengar ucapan Susan. "Enak saja kamu bilang aku makan teman! Teman mana yang aku makan?" tanya Novi kesal pada Susan.
"Ya itu punyaku, kamu makan semua! Tidak boleh memakan hak orang lain, lo Nov, dosa. Nanti kamu susah cari aku di akhirat, kalau aku tidak ikhlas. Entar kamu masuk neraka, lo!" ucap Susan sambil serius. "Haha, kepalamu kena apa barusan, San? Siang-siang sudah ceramah," tanya Novi sambil tertawa.
"Ini punyamu! Makan cepat sebelum kita masuk, sebentar lagi kamu ketemu guru idola-mu, Bu Tet," ucap Novi, hehe. "Terima kasih, Novi cantik dan bohai," ucap Susan sambil tersenyum lebar. "Tapi jangan bawa-bawa Bu Tet, dong," balas ucapnya lagi sambil cemberut. Haha, Novi dan Senja tertawa bersama.
"Bel sudah berbunyi, tanda masuk kelas pelajaran ketiga, akuntansi. Ya, Senja dan Novi jurusan IPS. Jadi, wajar mereka belajar akuntansi. "Gurunya masuk. "Siang, anak-anak," ucap Bu Tet. "Siang juga, Bu," jawab anak-anak.
"Oke, tugasnya kemarin sudah selesai, kan?" tanya Bu Tet. "Nanti kita bahas bersama, ya. "Sudah, Bu," jawab yang lain. "Oh, ya, Ibu mau kasih informasi! Sebentar lagi ujian nasional, jadi kita harus banyak membahas soal yang tahun lalu. Agar bisa nanti menjawab saat ujian nasional. Nah, karena kita sekolah swasta, pasti ada pembayarannya.
Bu Tet ini selain sebagai guru mata pelajaran, juga menjabat sebagai bendahara di sekolah ini. Berapa, Bu, bayarnya?" tanya Nanda, ketua kelas. "Mungkin sama seperti tahun kemarin, sekitar 600-700 ribu. Jadi, jangan lupa diingatkan lagi orang tuanya masing-masing, ya," jawab Bu Tet.
"Senja dan Novi hanya terdiam. Jangankan untuk membayar uang ujian, untuk jajan saja mereka sudah susah. Kadang ketika Senja ada uang jajan, dia yang mentraktir Novi, begitupun sebaliknya.
"Pikiran Senja tidak fokus, dia hanya memikirkan masalah uang.
"Apakah aku bisa membayar uang ujian nasional? Kalau tidak bisa membayar, apakah bisa ikut ujian?" gumam Senja.
"Novi memperhatikan Senja. Dia juga sama seperti Senja, galau memikirkan uang untuk ujian nasional. "Aku sudah yakin pasti Ibuku nanti yang kaget duluan, tambah dapet omelan aku," ucap Novi lirih.
"Pelajaran selesai. Sekarang sudah jam 12 siang, waktunya istirahat, sholat, makan. Senja dan Novi pulang ke rumah. Ya, karena rumah mereka sangat dekat dengan sekolah, jadi tidak masalah jika tidak ada jajan, karena bisa makan siang di rumah.
"Sen, ayo kita pulang. Aku lapar," kata Novi sambil memandang Senja.
"Iya, Nov. Aku juga lapar. Kita makan siang di rumah saja," jawab Senja sambil tersenyum.
Saat jalan pulang, Senja hanya diam, begitu pun dengan Novi. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Sen, aku tahu jika kamu galau memikirkan uang untuk membayar ujian nasional! Aku juga galau, Sen," ucap Novi sambil memandang Senja dengan mata yang peduli.
"Iya, Nov, bagaimana kita membayar untuk ujian, ya Nov?" tanya Senja sambil menghela napas.
"Aku juga tidak tahu, Sen. Aku berharap ada jalan keluar," jawab Novi dengan nada yang khawatir.
Mereka berdua terus berjalan sambil memikirkan masalah yang dihadapi, mencari solusi untuk membayar biaya ujian nasional.
"Terus aku juga bingung, Nov. Orang tuaku tidak tahu berapa nominal untuk ujian ini, kalau mereka tahu pasti juga kaget. Karena ini adalah uang terbesar bagi kita yang tidak punya uang.
"Iya, Sen," balas Novi sambil mengangguk paham. "Aku juga mikirin hal yang sama, Sen. Orang tua kita pasti akan kaget kalau tahu jumlahnya."
Senja menundukkan kepala, merasa sedikit tertekan dengan masalah biaya ujian nasional yang harus dibayar. Novi mencoba menenangkannya dengan senyum lembut. "Tapi nanti kita coba kasih tahu orang tua kita dulu, Sen, siapa tahu nanti ada saja rezeki buat kita," kata Novi dengan nada yang penuh harapan.
Senja mengangguk, sedikit merasa lega karena ada Novi yang selalu mendukungnya. "Iya, Nov, kita coba saja."