NovelToon NovelToon
KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

KETUA OSIS CANTIK VS KETUA GENG BARBAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Ketua OSIS yang baik hati, lemah lembut, anggun, dan selalu patuh dengan peraturan (X)
Ketua OSIS yang cantik, seksi, liar, gemar dugem, suka mabuk, hingga main cowok (✓)

Itulah Naresha Ardhani Renaya. Di balik reputasi baiknya sebagai seorang ketua OSIS, dirinya memiliki kehidupan yang sangat tidak biasa. Dunia malam, aroma alkohol, hingga genggaman serta pelukan para cowok menjadi kesenangan tersendiri bagi dirinya.

Akan tetapi, semuanya berubah seratus delapan puluh derajat saat dirinya harus dipaksa menikah dengan Kaizen Wiratma Atmaja—ketua geng motor dan juga musuh terbesarnya saat sedang berada di lingkungan sekolah.

Akankah pernikahan itu menjadi jalan kehancuran untuk keduanya ... Atau justru penyelamat bagi hidup Naresha yang sudah terlalu liar dan sangat sulit untuk dikendalikan? Dan juga, apakah keduanya akan bisa saling mencintai ke depannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pertemuan Tak Terduga

Happy reading guys :)

...•••...

“Kenapa jadi kayak gini, sih? Siapa coba yang udah ngirim semua kegiatan malam gue ke papa sama mama? Perasaan nggak ada yang mencurigakan sama sekali selama ini, tapi kenapa sekarang kayak gini?”

Naresha mengembuskan napas panjang beberapa kali, lalu menatap pantulan dirinya di dalam kaca cermin berukuran besar yang menempel di salah satu sisi dinding kamarnya.

Di dalam sana, terlihat sosok Naresha sudah tidak lagi mengenakan dress bodycon mini berwarna hitam, lantaran sudah berganti dengan dress bergaya Korea yang cukup sopan—berwarna biru pastel dengan potongan A-line sepanjang lutut serta detail pita kecil di bagian leher.

Dress itu sebenarnya terlihat sangat manis dan anggun, sangat cocok dengan image ketua OSIS yang dikenal kalem dan berprestasi. Namun, bagi Naresha pakaian itu terasa seperti kostum—penyamaran paksa yang dipilihkan oleh situasi dan keadaan, bukan oleh dirinya sendiri.

Naresha mengusap wajahnya pelan, lantas menghela napas berat sambil bergumam, “Padahal tadinya gue udah siap banget buat malam ini. Gue udah atur semuanya dengan sangat baik … tapi kenapa ending-nya malah kayak gini, sih?”

Setelah menggumamkan akan hal itu, Naresha mengalihkan pandangan ke arah luar melalui salah satu jendela kaca kamar yang belum dirinya tutup menggunakan tirai. Ia diam beberapa saat, pikirannya kembali terlempar pada kejadian beberapa menit lalu—ketika dirinya tiba-tiba saja mendengar kabar kalau akan dijodohkan pada malam hari ini, dengan sosok cowok yang bahkan tidak dirinya kenali sama sekali.

“Apa! Pa, yang benar aja? Aku cuma pergi ke bar dan minum wine … masa hukumannya harus sampai dijodohin segala. Ini terlalu berlebihan!” protes Naresha, suaranya yang tadi sedikit bergetar telah berubah menjadi sangat tegas dan penuh keterkejutan.

Ardhan tidak menjawab protes yang sedang dilayangkan oleh Naresha. Ia hanya menatap putrinya itu dengan tatapan berat yang tidak bisa untuk dijelaskan serta dijabarkan oleh kata-kata semata—campuran antara kecewa, marah, serta cemas yang sudah lama dirinya pendam.

“Kamu pikir Papa sama Mama baru tahu sekarang, Resha?” ucap Ardhan akhirnya dengan suara pelan, tetapi mengandung tekanan serta hawa amarah yang sangat tajam, “Papa udah tahu kegiatan kamu selama ini. Kamu pikir bisa main aman dan sembunyi dari semua hal buruk yang udah kamu lakuin? Nggak akan bisa, Naresha Ardhanari Renaya … udah cukup selama ini Papa sama Mama sabar dengan tingkah kamu. Sekarang udah nggak bisa lagi … dan kamu harus nurut sama keputusan kamu berdua.”

Naresha menggigit bibir bawah cukup kencang, lalu mengalihkan pandangan ke arah sang mama yang masih duduk di tempat semula—dengan mata sudah mulai berkaca-kaca. “Ma, Mama percaya sama aku, kan? Tolong bantuin, Ma … Aku nggak mau dijodohin. Aku masih sekolah dan masa depanku masih panjang banget.”

Gayatri menundukkan kepala, tangannya meremas tisu yang sejak tadi telah dirinya genggam di atas pangkuan. Cairan bening mulai memenuhi kelopak matanya dan nyaris jatuh, tetapi saat menatap Naresha—anak gadis satu-satunya yang sejak kecil selalu dirinya banggakan—wajahnya seketika berubah menjadi sangat datar dan tegas, meskipun hatinya remuk.

“Mama percaya sama kamu, Sayang … Mama percaya kamu pintar, kamu hebat … tapi Mama juga tahu kamu sekarang lagi kehilangan arah,” ucap Gayatri dengan suara pelan, tetapi terdengar sangat menusuk, “Dan Mama juga tahu, kalau Mama sama Papa nggak ambil tindakan sekarang, kamu bisa semakin jauh dari jalan yang benar.”

Naresha menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya. “Tapi, Ma … ini hidup aku! Aku bisa atur semuanya sendiri, aku cuma butuh waktu … kenapa harus sampai dijodohin segala? Bukannya masih banyak hukuman lain yang bisa aku teri—”

“Karena kamu sudah terlalu jauh, Resha,” potong Ardhan dengan suara rendah yang terdengar sangat tidak bisa untuk dibantah, “Oke, gini … Kalau kamu memang nggak mau dijodohin, Papa punya satu pilihan lain … Kamu harus keluar dari sekolah, homeschooling dan nggak boleh keluar dari rumah kalau nggak bareng Mama sama Papa.”

Naresha melebarkan mata sempurna dan segera tersadar dari dalam lamunannya, saat secara tiba-tiba mendengar suara pintu masuk kamarnya diketuk oleh seseorang dari arah luar. Ia perlahan-lahan mulai melangkahkan kaki mendekat, kemudian membuka pintu guna melihat sosok orang yang telah mengganggu aktivitasnya.

“Bi Lastri? Ada apa, Bi?” tanya Naresha, seraya sedikit mengerutkan kening saat melihat sosok perempuan paruh baya—asisten rumah tangga—tengah berdiri di depan pintu kamarnya.

Bi Lastri sedikit membungkukkan badan, lantas menunjuk ke arah tangga penghubung lantai satu menggunakan ibu jari tangan kanan. “Itu, Non … Non Resha disuruh turun sama tuan dan nyonya.”

Naresha menghela napas panjang—penuh kelemahan—saat mendengar jawaban yang telah diberikan oleh BI Lastri. “Udah ada pada datang, ya, Bi?”

Bi Lastri mengangguk pelan. “Iya, Non … kalau boleh tahu mau ada apa, ya?”

Naresha menggeleng-gelengkan kepala pelan, sebelum keluar dari dalam kamar dan menutup pintu secara perlahan-lahan. “Nggak ada apa-apa, kok. Ya udah, Bibir balik kerja lagi … Aku mau turun ke bawah.”

Bi Lastri diam beberapa saat, terus menatap wajah cantik Naresha dengan sorot penuh kekhawatiran yang sangat mendalam—lantaran dirinya sudah mengenal gadis berparas cantik itu sedari lahir. “Iya, Non … semangat, ya, kalau ada apa-apa, Bibi siap dengerin semua keluh kesah, Non.”

Naresha mengukir senyuman tipis dengan sangat susah payah. “Iya. Makasih banyak, Bi … doain aku baik-baik aja, ya.”

Setelah mengatakan hal itu, Naresha mengalihkan pandangan ke arah tangga penghubung lantai satu, menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan-lahan, sebelum pada akhirnya mulai melangkahkan kakinya menjauhi area kamar.

Sepanjang perjalanan, Naresha menggigit bibir bawah dan menggenggam kedua tangan dengan sangat erat, berusaha menenangkan hati serta pikirannya yang masih sangat kacau karena semua rahasianya terbongkar.

Langkah demi langkah diambil Naresha dengan sangat berat, seolah setiap anak tangga yang sedang dirinya lewati adalah pengingat bahwa hidupnya kini bukan lagi miliknya sendiri.

Beberapa detik berlalu, begitu menginjakkan kaki di lantai satu, Naresha membelalakkan mata sempurna saat melihat tiga orang yang sedang duduk serta mengobrol bersama kedua orang tuanya—sepasang suami-isteri dan juga seorang remaja laki-laki yang memiliki umur seusianya.

Bukan sepasang suami-isteri itu yang membuat Naresha terkejut, melainkan sosok remaja laki-laki yang berada di samping kiri mereka—orang yang selama ini sangat dirinya benci saat berada di sekolah, sekarang sedang duduk santai di salah satu sofa ruang keluarga rumahnya, seolah dunia benar-benar sedang ingin menjatuhkannya.

Naresha menghentikan langkah kaki tepat di belakang tangga penghubung lantai dua. Tubuhnya mematung sempurna, dengan mata double eyelid-nya terus-menerus menatap ke arah remaja laki-laki itu tanpa berkedip sedikit pun.

“Kaizen Wiratma Atmaja.”

^^^To be continued :)^^^

1
Vlink Bataragunadi 👑
what the..., /Shame//Joyful//Joyful//Joyful/
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha puas bangett akuu/Joyful//Joyful//Joyful/
Musoka: waduh, puas kenapa tuh 🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
buahahaha Reshaaaa jangan remehkan intuisi kami para orang tua yaaaaa/Chuckle//Chuckle/
Musoka: Orang tua selalu tahu segalanya, ya, kak 🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
ada ya yg ky gini/Facepalm/
Musoka: ada, dan itu Resha 🤭🤭🤭
total 1 replies
Vlink Bataragunadi 👑
gelooooo/Facepalm/
Musoka: gelo kenapa tuh kak 🤭🤭🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!