Aluna Haryanti Wijaya, gadis lembut yang menikah demi menjaga kehormatan keluarga. Pernikahannya dengan Barra Pramudya, CEO muda pewaris keluarga besar, tampak sempurna di mata semua orang. Namun di balik janji suci itu, Aluna hanya merasakan dingin, sepi, dan luka. Sejak awal, hati Barra bukan miliknya. Cinta pria itu telah lebih dulu tertambat pada Miska adik tirinya sendiri. Gadis berwajah polos namun berhati licik, yang sejak kecil selalu ingin merebut apa pun yang dimiliki Aluna.
Setahun pernikahan, Aluna hanya menerima tatapan kosong dari suaminya. Hingga saat Miska kembali dari luar negeri, segalanya runtuh. Aluna akhirnya tahu kebenaran yang menghancurkan, cintanya hanyalah bayangan dari cinta Barra kepada Miska.
Akankah, Aluna bertahan demi cintanya. Atau pergi meninggalkan Barra demi melanjutkan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04. Mencari perhatian suami
Malam itu, rumah besar keluarga Pramudya terasa lengang. Barra turun dari kamar dengan jas hitamnya yang rapi, wajahnya setegas biasanya. Ia melewati ruang keluarga tanpa sedikit pun menoleh ke arah Aluna yang sedang duduk santai di sofa dengan gaun tidur sederhana. Tak ada sapa, tak ada tatapan. Hanya keheningan yang menekan.
Namun, justru itulah yang membuat langkah Barra sempat goyah. Dalam hati kecilnya, ia bertanya-tanya.
'Kenapa malam ini Aluna begitu tenang? Tidak menuntut ikut, tidak membujuk, bahkan tidak berusaha memancing perhatian seperti biasanya.'
Hatinya sempat mengganjal, tapi ego dan gengsinya membuat Barra mengabaikan rasa itu. Ia justru merasa lega.
'Mungkin akhirnya dia sadar, tempatnya di hatiku tidak ada.'
Suara mesin mobil terdengar dari luar, lalu meredup seiring Barra meninggalkan kediaman. Begitu kesenyapan kembali menguasai ruang keluarga, bibir Aluna perlahan melengkung membentuk senyum penuh misteri. Ia mengambil ponsel dari meja dan menekan sebuah nomor. Tak lama, suara pria dengan nada akrab menyapa.
[Apa kamu serius?] suara pria di seberang sana bertanya, Aluna menyeringai dan Aluna menyandarkan tubuhnya, jemarinya bermain-main di ujung rambut.
“Ya. Malam ini aku butuh partner. Pesta ulang tahun perusahaan keluarga suamiku. Aku tidak bisa datang sendirian.”
Sejenak hening di ujung sana, lalu suara tawa kecil Andra terdengar.
[Jadi akhirnya kau siap menunjukkan dirimu, hm? Baiklah, aku akan jemput kau. Pastikan kau tampil mempesona, Luna. Karena semua mata akan tertuju padamu. Aku ingin bertanya sekali lagi, kau terus mengejarnya untuk apa? Apa cinta kamu sebesar itu, Lun?] Aluna menghela napas beratnya.
"Emm, cinta itu rumit And, aku jatuh cinta sama Barra sejak dulu, dia begitu perhatian sama aku ... meskipun cinta itu muncul karena kesalahpahaman," Senyum Aluna semakin lebar. Ia menutup telepon, lalu bangkit menuju kamarnya. Di depan cermin besar, ia menatap refleksinya sendiri dengan tatapan penuh determinasi.
Balai pertemuan megah milik keluarga Pramudya malam itu dipenuhi tamu penting. Cahaya lampu kristal berkilauan di langit-langit, sementara musik lembut mengalun mengiringi percakapan para pebisnis papan atas.
Di pintu masuk, Barra muncul dengan jas hitamnya yang tegas, sementara di sampingnya berdiri Miska dengan gaun elegan warna biru tua yang menonjolkan kesan anggun. Senyum manis Miska seakan menyambut semua tatapan, dan tentu saja, banyak tamu mengira merekalah pasangan yang sebenarnya.
Tuti, ibu Miska, langsung berseri-seri begitu melihat keduanya berjalan berdampingan. Ia mendekat, menepuk lembut tangan Barra.
“Akhirnya kau datang bersama Miska. Begini kan seharusnya, Barra … kalian serasi sekali.” bisik Tuti pada Barra.
"Mama, mama apa-apaan sih?" sela Miska yang nampak malu pada ucapan ibunya.
Namun, di sisi lain ruangan, Kakek Bram kepala keluarga Pramudya dan Kakek Haryanto sudah memperhatikan dengan tatapan penuh tanya. Bahkan Ibu Barra sendiri menoleh beberapa kali, ekspresinya tak puas.
“Barra.” Suara Kakek Bram tegas, membuat beberapa tamu yang mendengar ikut menoleh.
“Di mana istrimu? Di mana Aluna?”
Pertanyaan itu disusul dengan nada yang lebih lembut dari Haryanto, namun tetap menusuk.
“Iya, Nak Barra. Bukankah Aluna seharusnya ada di sisimu malam ini? Ini ulang tahun perusahaan keluarga kalian, bukan pesta pribadi.”
Barra terdiam sesaat. Ia menatap ke arah hadirin, lalu kembali melirik Miska yang menahan senyum tipisnya. Dengan wajah dingin, ia hanya berkata, “Aluna … sedang beristirahat.”
"Kakek," seru Miska berjalan menghampiri Haryanto.
"Kakak, yang minta aku untuk menemani kakak ipar, karena saat ini Kakak tengah sibuk,"
Namun jawaban itu sama sekali tidak memuaskan. Ibu Barra mendekat, menyipitkan mata, nadanya penuh tekanan.
“Beristirahat? Atau kau sengaja tidak mengajaknya? Barra, ini pesta keluarga. Semua orang menunggu kehadiran menantuku malam ini ... bukan malah pergi bersama ... Adik iparmu,"
Miska cepat-cepat menyela, seolah ingin menolong Barra dari tekanan.
“Tante, jangan salahkan Kak Barra. Kak Aluna memang tidak begitu suka keramaian. Biarlah malam ini aku yang menemani Kak Barra.”
Ucapan itu terdengar manis, tapi justru membuat ruangan semakin penuh bisik-bisik. Haryanto memandang cucunya itu dengan wajah yang sulit terbaca antara kecewa dan khawatir. Sementara Barra, meski berusaha menjaga wibawanya, untuk pertama kalinya malam itu merasa jengah oleh semua tatapan.
Di ambang pintu berdiri seorang wanita dengan gaun merah anggun berpotongan elegan, rambutnya disanggul modern, dan lehernya dihiasi kalung berlian yang berkilau. Senyum tipis menghiasi bibirnya, begitu tenang, begitu percaya diri.
Namun, bukan hanya itu yang mengejutkan semua orang. Di sisinya berjalan seorang pria gagah, Andra, mengenakan setelan jas biru gelap. Tangan Aluna menggandeng lengannya dengan santai, seolah-olah mereka datang sebagai pasangan yang serasi.
Bisikan-bisikan langsung pecah di antara para tamu.
“Itu Nona Aluna, kan? Istrinya Tuan Barra?”
“Siapa pria yang bersamanya?”
“Bukankah seharusnya dia datang dengan suaminya sendiri?”
"Itu Tuan Andra, Pewaris dari keluarga Santosa. Dengar-dengar keluarga Santosa adalah keluarga Wijaya rekan bisnis yang kuat sejak lama, selain dengan keluarga Pramudya."
Mata Tuti langsung membelalak, wajahnya pucat pasi. Sementara Miska tertegun, jemari yang menggenggam clutch bag kecilnya gemetar menahan amarah. Ia sama sekali tidak menyangka kakak tirinya itu akan muncul dengan cara seperti ini.
Kakek Haryanto justru tersenyum samar, sorot matanya penuh kebanggaan melihat cucunya berdiri tegak. Kakek Bram mengelus janggutnya, seolah menahan komentar, sementara ibu Barra tampak sedikit lega.
Aluna berjalan anggun ke tengah ruangan, matanya lurus menatap Barra yang berdiri kaku bersama Miska. Begitu sampai di depan keluarga, ia melepas lengannya dari Andra dan menunduk hormat.
“Selamat ulang tahun untuk perusahaan keluarga Pramudya. Maaf saya datang terlambat,” ucapnya dengan suara lembut tapi penuh wibawa.
Andra hanya memberi senyum sopan pada para tamu, lalu berdiri sedikit di belakang, membiarkan Aluna jadi pusat perhatian. Barra menatap tajam ke arah istrinya, rahangnya mengeras. Ada bara amarah yang ditahannya, tapi ia juga tidak bisa menunjukkan wajah marah di depan semua orang. Apalagi melihat semua mata kini justru memandang Aluna dengan kekaguman.
Miska di sisi Barra hanya bisa tersenyum kaku, sementara dalam hatinya mendidih. Aluna menoleh sebentar ke arahnya, lalu mengulum senyum tipis senyum kemenangan.
'Sialan, Aluna selalu bisa menjadi pusat perhatian. Aku harus melakukan sesuatu,' gumam Miska dalam hatinya.
Semoga karma cepat menjemput mu 😡😡😡
Apalagi dia selalu ada di saat susah dulu , di saat kamu terabaikan dan tidak di anggap
Semangat Aluna 😍😍