NovelToon NovelToon
The Land Of Methera

The Land Of Methera

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: lirien

WARNING!!
Kita akan berkelana ke Dunia Fantasi, Karena itu, ada beberapa lagu yang akan di rekomendasikan di awal cerita untuk membawamu ke sana. Putarlah dan dengarkan sembari kamu membaca >>

___
Di sebuah kerajaan, lahirlah dua putri kembar dengan takdir bertolak belakang. Satu berambut putih bercahaya, Putri Alourra Naleamora, lambang darah murni kerajaan, dan satu lagi berambut hitam legam, Putri Althea Neramora, tanda kutukan yang tak pernah disebutkan dalam sejarah mereka. kedua putri itu diurus oleh Grand Duke Aelion Garamosador setelah Sang Raja meninggal.

Saat semua orang mengutuk dan menganggapnya berbeda, Althea mulai mempertanyakan asal-usulnya. hingga di tengah hasrat ingun dicintai dan diterima sang penyihir jahat memanfaatkannya dan membawanya ke hutan kegelapan. Sementara itu, Alourra yang juga berusaha mencari tahu kebenaran, tersesat di tanah terkutuk dan menemukan cinta tak terduga dalam diri Raja Kegelapan, makhluk yang menyimpan rahasia kelam masa lalu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Academy Stevia

‧˚♪ 𝄞 : Young and Beautiful - Nvly // Yt: Moonch

...ᝰ.ᐟ...

Tiga tahun telah berlalu.

Grand Duke Aelion Garamosador berdiri membelakangi ruangan, memandang ke luar jendela besar bertirai sutra putih. Di balik kaca berembun, terbentang panorama Kerajaan Eamora yang megah, namun tak lagi seterang dahulu.

"Ampuni hamba, Yang Mulia... Hamba tahu apa yang sedang mengusik benak Anda," ujar Paul, kepala pelayan setia, yang berdiri tak jauh dari pilar batu marmer.

Aelion berbalik perlahan, jubah panjangnya mengekor anggun di atas lantai. Ia melangkah menuju meja kerjanya yang penuh gulungan dokumen dan peta-peta kuno.

"Paul," panggilnya, suaranya datar namun tegas.

"Ya, Yang Mulia," sahut Paul, menundukkan kepala.

"Kau telah lama mengabdi kepada keluarga ini. Tentu kau tahu... segalanya."

Duke meraih pena bulu hitam dan mencelupkannya ke dalam botol tinta yang tertata rapi di sisi meja.

"Tentu saja, Yang Mulia. Bahkan... jika hamba boleh jujur, kekhawatiran yang sama pun menghantui diri ini," balas Paul lirih.

Aelion menoleh dengan sorot mata tajam. "Katakan padaku."

Paul menelan ludah pelan. "Hamba telah berusaha membungkam para pelayan, tapi... rumor tentang Putri Althea terlalu cepat menyebar. Beberapa dari mereka terkadang mulai berbisik secara terang-terangan."

Ia menarik napas, lalu melanjutkan, "Beberapa hari terakhir, Tuan putri Althea tampak murung, dan... bahkan nyaris tak menyentuh makanan, Yang Mulia."

Aelion mengangguk pelan, seolah telah memprediksi semua itu. Rumor yang menyebut Althea sebagai putri terkutuk dan bukan dari garis keturunan murni kerajaan Cahaya, kini tak hanya menjadi bisik-bisik pelayan akan tetapi Rakyat pun tampaknya mulai gelisah akan nasib negerinya. Ia juga tahu, tak lama lagi, Althea sendiripun pasti akan menanyakan asal-usulnya.

Ia menghela napas panjang. "Paul... ambilkan selembar kertas dari laci belakangmu."

Tanpa banyak tanya, Paul berbalik dan menyerahkan sehelai perkamen kosong. Duke segera menuliskan sesuatu dengan goresan tegas namun tenang, lalu menggulung kertas itu, mengikatnya dengan benang perak, dan menekan stempel kerajaan di atasnya.

Melihat itu, Paul mengerutkan dahi. "Apa yang hendak Anda lakukan, Yang Mulia?"

Duke tidak langsung menjawab. Ia hanya berdiri, menyerahkan gulungan surat itu ke tangan Paul.

"Kirimkan ini ke Academy Stevia"

Paul menegang. "Jangan-jangan... Anda berniat...?"

"Ya," potong Duke tenang.

"Tapi... usia Tuan Putri masih sepuluh tahun. Apakah tidak terlalu dini?"

"Tak mengapa. Di sana, aku punya seseorang yang bisa kupercaya."

Aelion kembali duduk, menyandarkan punggungnya di kursi besar berbalut beludru biru tua.

"Antarkan surat itu, Paul."

Kepala pelayan itu menunduk hormat. "Segera, Yang Mulia." Ia lalu melangkah pergi meninggalkan ruangan.

...────୨ৎ────...

Kereta kuda berhenti perlahan di depan sebuah gerbang megah yang terbuka lebar, disambut angin lembut yang membawa aroma musim semi.

“Kita telah sampai, Yang Mulia Tuan Putri,” ucap sang kusir, suaranya penuh hormat.

Langit di atas mereka membiru lembut, membingkai megahnya bangunan putih dengan atap biru safir yang menjulang di kejauhan. Di bawahnya, hamparan rumput hijau membentang bagai permadani hidup, menyambut siapa pun yang datang.

Alourra dan Althea melangkah turun dari kereta, gaun mereka berayun lembut tertiup angin.

“Academy Stevia…” bisik Althea, matanya membesar penuh takjub. “Sungguh indah…”

Alourra mengangguk pelan, matanya sama terpesonanya. Tapi ada yang aneh sejak Alourra menginjakkan kaki di sini, seperti ada sesuatu yang menarik tapi entah apa.

“Lihat, Kak. Di sana,” tunjuk Althea ke arah bukit kecil di sisi kiri. “Ada bangunan lain… seperti istana.”

Alourra memperhatikan bangunan itu—anggun, berdiri di atas dataran tinggi dengan pilar-pilar yang kokoh dan batuan besar yang mengelilinginya. Ia mengangguk ringan.

“Aku rasa itu gedung utama akademi. Yang ini, mungkin hanya asrama atau tempat belajar para putra-putri bangsawan.”

“Benarkah?” tanya Althea polos, suaranya dipenuhi rasa ingin tahu.

Sebelum Alourra sempat menjawab, seorang wanita berpakaian resmi berjalan mendekat dan membungkuk anggun.

“Selamat datang, Tuan Putri dari Kerajaan Eamora,” sapanya.

“Terima kasih,” jawab Alourra dan Althea bersamaan. Mereka menunduk sopan, mengangkat sedikit gaun mereka dalam etiket kerajaan yang anggun.

“Perkenalkan, saya Alourra Naleamora,” ucap Alourra.

“Dan saya Althea Neramora,” lanjut sang adik.

“Kami berasal dari Kerajaan Eamora,” ujar keduanya bersamaan.

“Saya Ela, pengurus asrama putri di sini. Izinkan saya untuk memandu kalian,” ujar wanita itu, memperkenalkan diri dengan senyum hangat.

Langkah kaki lain terdengar mendekat. Grand Duke Aelion yang sejak tadi berdiri tak jauh kini berjalan menghampiri.

“Senang melihatmu lagi, Ela,” ucapnya ramah.

Ela tersenyum dan menunduk. “Grand Duke Aelion. Sudah lama sekali.”

“Tidak perlu bersikap sekaku itu padaku,” balas Aelion, suaranya tenang namun bersahabat.

“Kalau begitu… apakah Anda juga ingin ikut bersama kami, Ael?” tanya Ela, kini nadanya lebih santai, menunjukkan kedekatan lama yang terjalin di antara mereka.

Duke menggeleng. “Tidak. Aku akan menuju ruang Kepala Akademi. Ada beberapa hal yang harus perlu kuurus.”

“Baiklah. Kalau begitu—Tuan Putri, mari ikut saya,” ujar Ela, berbalik sambil memberi isyarat tangan.

“Kami mohon diri, Grand Duke,” ujar Alourra sopan.

“Berhati-hatilah,” pesan Duke, sorot matanya teduh.

“Baik, Duke,” balas Althea lembut sebelum mereka melangkah mengikuti Ela,

Ela berjalan di depan, membimbing dua putri menuju pelataran utama Akademi Stevia. Udara pagi membawa aroma bunga dan dedaunan segar, menciptakan kesan agung sekaligus damai.

“Kita telah sampai di pelataran Akademi Stevia,” ucap Ela, mengarahkan pandangan mereka pada bangunan menjulang anggun, dikhususkan bagi para pelajar bangsawan.

“Jika diperhatikan lebih dekat, ternyata ada kolam air mancur di sana,” ujar Alourra, matanya menyusuri aliran air yang memantulkan cahaya keperakan.

“Benar. Airnya mengalir langsung dari sungai bawah tanah yang mengaliri fondasi akademi ini,” jelas Ela.

“Menakjubkan sekali...” ujar Althea, hampir berbisik.

Ela tersenyum mendengar kekaguman mereka.

“Lihatlah ke sebelah kiri,” katanya sambil menunjuk bangunan megah dengan menara tinggi dan jendela-jendela kaca patri.

Alourra dan Althea menoleh, mengikuti arah tunjuknya.

“Itu adalah bangunan utama—Main Stevia. Di sanalah semua acara resmi dilaksanakan. Aula pesta dansa, ruang guru besar, dan kantor kepala Akademi semuanya berada di sana.”

Kedua putri menyimak dengan mata berbinar.

“Sekarang, lihatlah ke kanan,” lanjut Ela, dan sekali lagi mereka mengikuti arah pandangnya.

Kali ini, keduanya terdiam.

“Tempat itu dinamakan Hutan Kabut Peri,” kata Ela pelan, seolah menyebut sesuatu yang sakral.

“Hutan Kabut Peri?” ulang Alourra, nada suaranya sarat rasa ingin tahu.

“Ya. Hutan itu digunakan sebagai tempat berlatih sihir. Ia dilindungi oleh mantra pelindung yang hanya dapat ditembus oleh mereka yang memiliki kekuatan magis,” jelas Ela lirih.

“Apakah mungkin... tempat itu yang menarikku sejak tadi?” batin Alourra, merasakan getaran aneh dalam dadanya.

“Apakah di sana benar-benar ada peri?” tanya Althea polos, memotong lamunan kakaknya.

“Tentu saja,” jawab Ela sambil membungkuk dan dengan gemas menyentuh ujung hidung Althea.

“Kini, bangunan di hadapan kalian adalah tempat khusus untuk para bangsawan muda belajar dan tinggal. Di sinilah kalian akan menghabiskan hari-hari kalian,” Ela tersenyum hangat.

“Ayo, mari kita masuk.”

Ela mendorong pintu kayu besar berukir dan mengajak mereka menapaki lantai berlapis marmer.

"kalau kalau kalian berbelok ke kiri kalian akan sampai di area latihan berkuda" ujar Ela sembari melangkah di lorong.

"sekarang mari kita naik ke lantai atas" ujar Ela mengarahkan

“Ini adalah ruang kelas utama Akademi Stevia. Di sinilah kalian akan belajar nanti.”

“Di sebelahnya ada ruangan seni,” lanjut Ela.

 “Dan kalau kalian menuruni tangga di ujung lorong, kalian akan sampai ke aula utama dan juga ruang Makan”

Tak lama, mereka tiba di sebuah ruang besar yang dipenuhi rak-rak buku tinggi menjulang, memenuhi dinding putih dua tingkat dengan ornamen emas.

“Ini adalah perpustakaan Akademi Stevia,” bisik Ela, seolah tak ingin mengusik keheningan suci tempat itu.

“Buku-bukunya... sangat banyak,” gumam Alourra kagum.

Saat itulah Althea melambaikan tangan, “Arzhel!” serunya.

Alourra menoleh. Seorang anak laki-laki berambut hitam sedang membaca buku. Ia menoleh, mengenali suara itu, dan tersenyum.

“Althea,” sapanya. Ia menutup buku lalu melangkah mendekat.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya.

“Mulai hari ini, aku akan belajar di sini,” jawab Althea ceria.

“Benarkah?” Arzhel tampak terkejut sekaligus senang.

“Iya! Dan ini kakakku, Alourra,” kata Althea memperkenalkan.

Arzhel segera membungkuk sopan. “Salam hormatku, Yang Mulia Putri Alourra, penerus Cahaya Kebaikan. Aku Pangeran Arzhel.”

Alourra tersenyum dan membalas dengan anggun, “Alourra Naleamora. Senang bertemu denganmu, Pangeran Arzhel.”

Ela memperhatikan mereka dengan senyum penasaran. “Kalian sudah saling mengenal?”

“Ya, kami pernah bertemu sebelumnya,” jawab Arzhel.

“Oh, halo Ela,” sapanya kemudian.

Tiba-tiba, seseorang datang dan membisikkan sesuatu di telinga Ela. Ia mengangguk pelan, lalu berpaling ke arah kedua putri.

“Maaf, aku tak bisa menemani kalian lebih lama. Aku akan mengantarkan kalian ke kamar sebelum pergi.”

“Tak apa, Ela,” ucap Alourra lembut.

“Kami permisi dulu, Arzhel,” ujar Althea sambil menunduk.

“Sampai jumpa lagi,” Arzhel membalas dengan hormat.

Ela kemudian mengantar mereka hingga ke lantai atas. Di sana, ia membuka pintu kayu yang mengarah ke kamar mereka.

“Ini kamar kalian berdua,” ujarnya.

Ruangan itu luas, dengan dua ranjang terpisah yang menghadap dinding putih. Ukiran emas menghiasi setiap sudutnya, memberikan kesan hangat dan megah sekaligus.

“Wah, besar sekali,” seru Alourra, matanya mengamati sekeliling.

“Kasurnya terpisah! Aku mau tidur di depan Kakak!” ujar Althea riang.

Ela terkekeh pelan. “Masih banyak ruangan-ruangan yang belum Saya beritahu."

"Tidak apa-apa, Ela" Ujar Alourra sembari tersenyum.

"Baiklah saya permisi dulu, selamat beristirahat, Tuan Putri.” ujarnya sopan

“Silakan, Ela,” balas Alourra sopan. Sementara itu, "Terimakasih, Ela," ujar Althea yang sudah terduduk santai di atas ranjang, senyum kecil tak lepas dari wajahnya.

...· · ─ ·𖥸· ─ · ·...

1
anggita
like👍 iklan👆, moga novelnya lancar.
anggita
iri 😏
anggita
visualisasi gambar tokoh dan latar belakang tempatnya bagus👌
Nanachan: wah trimakasih banyak kak, jadi makin semangat 🫰🫶
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!