Ratna yang tidak bisa hamil menjebak suaminya sendiri untuk tidur dengan seorang wanita yang tak lain adalah adik tirinya.
ia ingin balas dendam dengan adik tirinya yang telah merenggut kebahagiaannya.
akankah Ratna berhasil? atau malah dia yang semakin terpuruk?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fadelisa dedeh setyowati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Mata Istri Yang Diabaikan 3
“Mas mau sarapan apa pagi ini?” tanya Ratna di sela-sela pelukan mereka di atas ranjang.
“Emmhh tunggu bentar ya dek, mas lagi menikmati suasana ini,” Bagas semakin merapatkan tubuh istrinya ke tubuhnya. Mengusap perlahan tubuh istrinya. Menikmati setiap inci kulit Ratna yang halus.
Ratna tentu saja tidak menolak permintaan Bagas. Ia tak keberatan jika harus terus-menerus di posisi seperti ini.
“Mas ....” panggil Ratna sembari mengusap dada Bagas yang bidang dan ditumbuhi rambut halus,
“Apa sayang ...?” jawab Bagas dengan nada yang menghangatkan hati Ratna. Membuat perempuan itu semakin menenggalamkan tubuhnya dalam rengkuhan tubuh suaminya yang tak kalah hangatnya.
“Kenapa ya kita belum punya anak sampai sekarang?” ucap Ratna kembali membawa topik yang cukup sensitif itu. Rasanya ia masih tak percaya pada hasil test pack beberapa waktu lalu.
“Dek, tujuan adek punya anak apa?” tanya Bagas dengan nada yang tetap lembut. Sejujurnya Bagas lelah dengan topik yang selalu diungkit Ratna tentang anak. Bukan ia tak mau, tapi emosi Ratna selalu tidak stabil jika masalah anak mulai dibahas. Namun ... bagaimanapun juga dia berusaha memahami perasaan istrinya. Ratna hanya ingin memberinya buah cinta mereka.
Tak ada yang bisa Bagas lakukan selain menenangkan hati Ratna. Maka dari itu Bagas belajar untuk bisa lebih sabar dan telaten menghadapi dambaan istrinya yang tak kunjung terjawab.
“Supaya keluarga kita bahagia Mas.” Ungkap Ratna lirih. Bukan – bukan Ratna tidak bahagia, ia sangat bersyukur memiliki Bagas dalam hidupnya. Tapi rasanya ada yang kurang dalam pernikahan mereka.
“Sekarang mas mau tanya, adek bahagia ga sama mas?” Ratna hanya mengangguk tanpa menjawab, ”Kalau mas bilang mas bahagia banget dengan apa yang sudah kita miliki, adek mau ga untuk ga khawatir lagi tentang anak – “
“Tapi ini udah lima tahun Mas.” Potong Ratna, “Sudah lama adek pengen mas bisa ngerasa senang dipanggil Papa.”
“Dek, dengarkan mas. Mau lima tahun sepuluh tahun atau lima puluh tahun sekalipun, asal sama kamu, Mas udah cukup. Ga ada yang mas minta dari kamu selain perasaan cinta yang tulus seperti sekarang ini. Kita bisa melakukan apapun berdua, bukankah itu lebih menyenangkan?” ucap Bagas panjang lebar. Ia mengungkapkan sedikit keluhannya dengan cara yang lembut dan penuh kasih.
“Mas Bagas ... makasih yaa mas ga pernah menuntut adek, adek akan lakukan apapun semampu adek untuk kebahagiaan kita. Kita lakukan yang bisa kita lakukan berdua.” Timpal Ratna dengan senyumnya yang menggoda.
Mendorong Bagas untuk melakukan sesuatu.
“Sekarang – “ tubuh Bagas menghadap istrinya, “ – apa yang bisa kita lakukan berdua sekarang?” lanjut Bagas sambil menjawil dagu istrinya yang cantik itu.
“Menurut Mas apa?” bisik Ratna sambil mengedipkan matanya.
“Jangan menggoda Mas ya.” Ujar Bagas merapatkan kembali tubuhnya dengan tubuh istrinya. Kulitnya yang bergesekan menimbulkan sensasi menyenangkan yang membangkitkan gairahnya.
“Emang kenapa kalau aku nggodain Mas.” Timpal Ratna sambil menggigit bibir bawahnya. Membuat Bagas tak tahan ingin melahap istrinya itu.
“Kamu yang mulai ya dek.” Bagas tersenyum, senyum yang terlihat manis tapi dipenuhi hasrat yang tak tertahankan.
Ratna hanya tersenyum dan mengulurkan jemarinya yang lentik, mengikuti setiap lekukan wajah suaminya dan berhenti tepat di bibir Bagas. Mengusapnya perlahan untuk kemudian mengecupnya dengan penuh kelembutan.
Bagas yang sudah ‘siap’ menyambut Ratna, mulai berpindah tempat dengan posisinya di atas tubuh istrinya.
“Mau berapa kali?” tawar Bagas sambil mengedipkan mata bermaksud balik menggoda Ratna.
“Berkali-kali,” tantang Ratna, membuat Bagas tertawa.
Tak lama tidak ada suara yang terdengar selain lenguhan keduanya.
...
Mobil yang dikendarai Ratna membelah jalanan Solo yang terbilang cukup sepi untuk hari yang bisa dianggap sibuk ini. Namun tentu saja ini adalah keuntungan baginya. Ia tak perlu terjebak kemacetan meskipun Solo termasuk kota yang tidak terlalu besar. Terdengar lagu Westlife yang ia putar dan sesekali Ratna ikut bersenandung mengikuti lagu favoritnya itu.
Senyum cerahnya tak pernah lepas dari wajahnya yang ayu rupawan. Tentu saja karena pagi tadi Bagas memberinya kebahagiaan. Seandainya jika bukan karena ia harus mengurus butiknya mungkin aktivitas mereka bisa berlangsung seharian.
Bagi Ratna itu bukan masalah, ia bersedia seharian berbaring di pelukan suaminya. Karena disanalah Ratna menemukan kenyamanan dan kedamaian.
Sekian waktu mengingat kembali hal romantis tadi tanpa Ratna sadari ia telah sampai di tempat tujuannya. Segera ia memarkirkan mobilnya. Namun saat akan melepas seatbelt, pandangan Ratna jatuh ke mobil yang ada di sampingnya. Ia seperti mengenal sosok yang ada di mobil itu. Untuk itu ia menunggu sampai sosok yang membuatnya penasaran itu keluar.
Tak lama baginya untuk menunggu karena detik berikutnya sosok tersebut keluar dari mobilnya diikuti oleh seorang Perempuan.
Ratna yang walaupun sudah menduga siapa sosok tersebut tetap saja menatap dengan mata penuh dengan keterkejutan.
“Ayah ….” ujar Ratna lirih. Ia tak percaya dengan apa yang ia lihat.
Sekian tahun mereka tak bertemu tidak membuatnya lupa bagaimana rupa ayahnya. Dan perempuan yang ikut keluar tersebut juga adalah orang yang Ratna kenal. Ratna bisa melihat betapa akrabnya mereka – sesuatu yang tak pernah Ratna rasakan.
Mata Ratna mengekori keduanya sampai kedua orang tersebut masuk ke Gedung yang juga Ratna tuju. Ratna memutuskan untuk tidak turun dan berada di mobil. Ia tak siap bertemu ayahnya dan Perempuan yang ayahnya bawa.
Bayangan kenangan tentang ayahnya yang meninggalkan ia, adik dan ibunya berputar di kepalanya membentuk potongan-potongan memori yang telah ia upayakan untuk ia tinggal di belakang.
Tapi ternyata … sekian tahun Ratna mencoba melupakan, justru kerinduan yang menang.
Ya! Dibalik kebenciannya tersimpan rasa rindu yang menyiksa batinnya. Baik rindu maupun benci keduanya pelan-pelan menggerogoti kehidupannya.
Sekian waktu melamun, Ratna disadarkan oleh dering ponselnya. Asistennya meneleponnya – sesuatu yang jarang terjadi kecuali ada hal yang sangat penting. Ibu jarinya mengusap tombol hijau dan meletakkan ponselnya di dekat telinganya.
“Ya, halo gimana Nur?”
“Ib – ibu dimana?” suara Nur terdengar gemetar ketakutan,
“Ini saya masih di bawah, ada apa?” ujar Ratna kebingungan, “Kamu kenapa Nur?”
“Tolong ibu segera kesini ya bu, kami disini takut bu.” Ucap Nur dengan nada memohon, entah apa yang membuatnya takut
“Ok ok … saya kesana.” Ratna mematikan telepon dan bergegas ke toko butiknya yang ada di Gedung yang tadi dimasuki ayahnya.
Entah kenapa Ratna menambah laju Langkah kakinya, seolah ada hal buruk yang terjadi. Belum sampai di tokonya Ratna bisa mendengar teriakan dan cacian yang ia Yakini berasal dari tokonya dan dari jauh Ratna bisa melihat Perempuan yang dibawa ayahnya tadi lah yang Tengah memaki para pegawainya.
“Mana! Panggil bos mu kesini! Asal kamu tau ya kamu Cuma pegawai biasa kamu ga ada hak ngelarang saya! Cepat panggil bos mu. Dasar pegawai tidak becus!” perempuan itu menunjuk wajah para pegawai dengan tajam.
“Ada apa ini?” potong Ratna mencoba meredakan keriuhan. Ia sedikit risih karena banyak orang yang berhenti menoleh ke arah mereka, seolah menantikan apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Siapa kamu?” berang perempuan itu.
“Saya pemilik butik ini.” Ujar Ratna mencoba untuk tetap tenang dan sopan. Meskipun dalam hati ia muak dengan wanita itu. Terlebih ayahnya yang tepat di belakang wanita itu hanya diam saja. Seharusnya ayahnya bisa menenangkan istrinya.
Ya! Wanita yang sedang marah itu adalah istri kedua ayahnya. Wanita yang sudah merebut seluruh kebahagiaan yang Ratna miliki.
“Oh baguslah! Apakah ini yang namanya pelayanan?! Saya beli baju disini mahal-mahal hanya untuk salah ukuran!” bentak wanita itu masih dengan nada yang naik. Seolah agar semua orang disana tahu tentang pelayanan di butik Ratna.
“Baik boleh saya lihat?” tanya Ratna halus
Wanita itu melempar dress berwarna emerald ke wajah Ratna membuat Ratna hampir-hampir lepas kendali.
Ratna mengamati dress itu untuk kemudian menyerahkannya kepada pegawainya yang ada di sampingnya.
“Kami minta maaf atas kesalahan ini, ukuran akan diganti dan sebagai bentuk maaf, kami memberikan potongan harga 50%,” Tutur Ratna
“Ok. Saya terima.” ada senyum puas di wajah wanita itu.
Senyum yang mengingatkan Ratna saat ayahnya pergi dan memilih wanita lain. Senyum itulah yang mengembang di wajah wanita pilihan ayahnya. Senyum yang menyatakan kemenangan. Dan sekarang Ratna melihat senyum itu lagi, rasanya ia ingin muntah saat itu juga.
Ia berharap wanita itu segera pergi sebelum Ratna tak kuat menahan hasrat kerinduan yang membuncah di hatinya.
Bagaimanapun juga lelaki itu tetap ayahnya. Tentu saja ia kangen dan ingin memeluknya, tapi sepertinya ayahnya sudah benar-benar ingin memutus hubungan semenjak ia meninggalkan rumah mereka.
“Tolong berikan ibu ini ukuran yang cocok,” perintah Ratna pada salah seorang pegawainya.
“Ini bu.” Pegawai tadi menyodorkan dress yang sesuai ukurannya dengan permintaan si wanita.
“silahkan,” ucap Ratna sembari menyerahkan dress tersebut
Segera setelah mendapatkan yang dia inginkan, wanita itu pergi tanpa berkata apapun. Pun ayah Ratna juga seolah tak peduli dan pergi begitu saja. Persis seperti dulu – tak ada kata-kata yang terucap
“Ayah ....” Dada Ratna rasanya sesak. Ingin ia berlari dan memeluk ayahnya dari belakang, tapi yang bisa dilakukannya hanya menatap punggung ayahnya yang perlahan menghilang. Pun Ratna kembali menyibukkan diri di butiknya.
Tanpa Ratna tahu ayahnya masih di ujung jalan, mengamatinya dengan mata berkca-kaca.