ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Regina
1 jam sebelum Wisnu masuk ke kamar Naura....
Wisnu memandang wajah Lisa yang tertidur dengan sangat nyenyak di pelukannya. Setiap kali melihat wajah Lisa, ia akan selalu mengingat wajah ibunya. Orang-orang memang selalu bilang Lisa mewakili wajah ibunya.
"Ada apa mas?" tanya Regina saat melihat Wisnu menatap Lisa sangat lama.
"Jadi ingat ibu saat melihat wajah Lisa."
Regina tersenyum. "Iya, mas. Kan mas Bima wajahnya mirip ibu. Kalau mas lebih mirip bapak. Waktu pertama kali lihat mas, aku juga nggak menyangka kalau mas Wisnu dan mas Bima kakak adik. Soalnya beda. Mas Wisnu kulitnya putih, lebih tinggi dari mas Bima. Kalau mas Bima agak lebih pendek dan kulitnya sawo matang. Mas Wisnu mewakili Turki kalau mas Bima agak ke Jawa. Tapi dua-duanya ganteng."
"Kata orang memang aku mirip kakek yang asli Turki. Oh ya, bagaimana kliniknya?"
"Alhamdulillah. Bulan ini keuntungannya meningkat sampai 2 kali lipat. Kami memiliki 15 pelanggan baru. Aku sempat berpikir untuk membuka lagi satu cabangnya. Soalnya kalau cuma satu, sudah mulai kewalahan. Aku bahkan sudah membuka iklan untuk penerimaan karyawan baru."
"Baguslah."
Regina melingkarkan tangannya di lengan Wisnu. "Mas, tambahin aku modal jika aku mau membangun cabang yang baru ya?"
"Tentu saja. Kamu tinggal bilang saja ke Gading."
"Mas, kalau giliran ku tiba, kita liburan ya?"
Wisnu menatap Regina. "Untuk bulan ini sampai bulan depan, kayaknya belum bisa. Aku masih sibuk dengan proyek jalan lingkar. Aku mau terjun langsung untuk pengerjaan jalan ini supaya hasilnya baik."
Regina nampak kecewa. "Pada hal minggu depan aku sedang masa subur. Aku ingin segera hamil dan memberikan adik untuk Lisa, mas."
Wisnu terdiam mendengar perkataan Regina. Lima tahun lebih menikah dengan Regina, Wisnu sama sekali tak memikirkan anak. Begitu juga saat ia bersama Indira. Karena setiap kali memikirkan anak, Wisnu akan teringat pada Dina yang meninggal bersama bayi dalam kandungannya. Boleh dikata kalau Wisnu sedikit trauma saat menyebut kata 'anak'. Bahkan saat Lisa lahir pun Wisnu tak berani memeluknya. Makanya yang mengazani Lisa adalah bapaknya Regina. Wisnu justru berani memeluk Lisa saat gadis itu sudah berusia satu tahun.
"Tidurkan Lisa di kamarnya. Nanti badannya sakit-sakit jika terlalu lama tidur sambil ku peluk."
Regina mengambil Lisa dari gendongan Wisnu. "Oh ya mas, ini kan malam terakhir mas bersama Naura. Lisa bertanya padaku, kapan dia bisa tidur sama ayahnya. Dia kangen tidur dengan mas."
"Nanti kita atur." Jawab Wisnu datar sambil meminta Regina untuk segera membawa Lisa ke kamar.
Wisnu pun menggerakkan leher dan tangannya yang terasa agak kaku karena terlalu lama memeluk Lisa. Ia menatap jam tangannya yang sudah menunjukan pukul sepuluh lewat lima belas menit. Ia pun tersenyum saat membayangkan apakah Naura sudah memakai gaun yang sudah dibelikannya atau tidak. Namun baru saja ia akan menaiki tangga, Indira memanggilnya.
"Mas, mau kemana? Aku sudah membuat kopi untuk kita berdua. Aku ingin bicara sebentar."
Wisnu menghentikan langkahnya. Sebenarnya dia ingin cepat-cepat ke kamar namun ia tak mau membuat Indira kecewa dengan 2 cangkir kopi yang sudah ada ditangannya.
"Jangan lama ya? Aku capek." Wisnu beralasan.
Indira mengangguk senang.
"Ayo kita ke ruang kerjaku."
Indira mengikuti langkah Wisnu ke ruang kerjanya. Keduanya duduk di sofa. Indira langsung memilih duduk sangat rapat dengan Wisnu lalu ia langsung melingkarkan tangannya di lengan suaminya.
"Mas, aku mau supaya kita program hamil."
Wisnu terkejut mendengar perkataan Indira. "Hamil? Kenapa tiba-tiba kamu ingin hamil?"
"Mas, aku ingin memberikan kamu anak."
"Tapi Indira, aku kan tak mendesak kamu untuk segera memiliki anak. Biarlah semua mengalir seperti air. Kamu jangan terlalu terbeban dengan itu." kata Wisnu sambil mengusap tangan Indira yang melingkar di lengannya.
"Mas, usiaku sudah 28 tahun. Usia mas sudah 30 tahun. Wajarlah jika aku ingin kita punya anak. Memangnya mas nggak mau punya anak dengan aku?" tanya Indira dengan nada kesal.
"Bukan begitu. Aku nggak mau kamu terbeban dengan keinginan mu untuk memiliki anak. Jalani saja hidup ini dengan santai ya?"
Indira hanya mengangguk. "Mas, minum kopinya."
Wisnu menyesap kopinya. Kopi buatan Indira memang selalu enak. Sangat berbeda dengan kopi buatan Regina. Namun Wisnu tak pernah membandingkan kopi siapa yang enak. Ia hanya selalu berbicara dengan Gading untuk menyampaikan isi hatinya. Dan untungnya Gading selalu layak dipercaya sehingga rahasia Wisnu aman bersamanya.
"Indira, aku ke kamar dulu ya. Selamat malam." Wisnu melepaskan tangan Indira yang melingkar di lengannya dan langsung berdiri.
'Mas, kok nggak cium aku, sih?"
Wisnu membalikan badannya. Ia mengecup dahi Indira lalu segera melangkah lagi. Indira menatap kepergian Wisnu dengan kecewa. Wisnu memang terkenal dingin baik kepadanya atau kepada Regina. Namun ada sesuatu yang berbeda dengan sikap Wisnu pada Naura dan itu membuat Indira sangat cemburu.
"Bagaimana?"
Indira memandang Regina yang baru masuk. Semua ini memang adalah rencana Regina untuk segera hamil agar Wisnu lebih perhatian kepada mereka.
"Mas kelihatannya kurang berselera."
Regina tersenyum. "Kapan masa suburmu?"
"Sebenarnya minggu ini adalah masa suburku namun masih jadwalnya Naura. Belum lagi mas ingin punya waktu khusus selama 2 hari."
Regina menepuk bahu Indira. "Kita tidur saja. Biarkan mas menikmati malam terakhirnya bersama Naura. Jika giliran kita sudah tiba, maka kita akan membuat mas melupakan si tomboy itu. Kita usahakan salah satu diantara kita ada yang hamil. Oh ya, kamu selama ini nggak pernah menggunakan obat atau alat pencegah kehamilan kan?"
Indira menggeleng. "Hanya saja, waktu mas bersamaku, aku lagi nggak di masa yang pas untuk hamil."
"Kali ini kita harus berusaha. Aku juga sudah tak menggunakan obat pencegah kehamilan selama satu minggu ini."
Regina dan Indira meninggalkan ruangan kerja Wisnu. Tanpa mereka sadari, Saima mendengarkan percakapan itu. Ia hanya bisa menggelengkan kepalanya lalu diam-diam pergi. Kok mereka penuh dengan iri hati ya?
*********
Wisnu membuka pintu kamar. Matanya langsung tertuju ke tempat tidur dimana istri ketiganya sudah tidur.
Wisnu mendekat dan melihat dengan jelas wajah istri ketiganya itu nampak tenang dalam tidurnya. Sebenarnya jauh di lubuk hatinya, ia tak tega membangunkan Naura. Namun ada rasa jengkel dalam dirinya saat melihat istrinya ini tidak taat karena menggunakan piyamanya. Wisnu berpikir untuk membuang saja piyama itu jika Naura sudah membukanya.
Entah mengapa, Wisnu merasakan kalau baik Regina maupun Indira berusaha menahannya malam ini. Apakah mereka tak menyukai Naura?
Langkah Wisnu kini menuju ke kamar mandi. Ia ingin mandi dan menggosok giginya. Setelah selesai dengan semuanya itu, Wisnu keluar dari kamar mandi, hanya menggunakan handuk. Ia membuka lemari pakaian lalu mengambil kaos oblong dan celana rumah berbahan kain. Setelah itu ia pun naik ke atas tempat tidur.
Tangan Wisnu menyingkirkan anak rambut Naura yang menutupi wajahnya. Bibir Naura yang sedikit terbuka itu justru kelihatan sangat menggoda. Hasrat Wisnu yang tadi sudah hilang karena ia mandi air dingin, kini kembali mulai bangkit. Aku tak akan membebaskanmu malam ini. istri ku.
Lalu secara perlahan, Wisnu memposisikan dirinya di atas Naura. Wajah mereka begitu dekat dan Wisnu dengan sengaja menghembuskan napasnya di wajah gadis itu. Dan berhasil. Naura perlahan membuka matanya. Ia terkejut melihat Wisnu. Matanya langsung terbuka lebar dengan gerakan panik tubuhnya yang langsung mendorong dada Wisnu namun pria itu sama sekali tak bergerak. Ia sedikit menunduk lalu berbicara.
"Jangan tidur sebelum kita memulainya, sayang." bisik Wisnu lalu mencium pipi Naura.
"Me...memulai apa?" tanya Naura terbata. Terlihat sangat jelas kalau ia berusaha tak kontak mata secara langsung. Wajah Naura memerah.
"Malam pertama kita." kata Wisnu sensual lalu langsung mencium.bibir Naura yang sedikit terbuka itu.
Mendapat serangan secara tiba-tiba, Naura terkejut. Tangannya semakin kuat mendorong sang Juragan.
"Tu.... tunggu...!" Kata Naura sambil melepaskan ciumannya. Napasnya agak memburu.
"Tunggu apa lagi sayang? Aku tak akan melepaskanmu malam ini." Kata Wisnu dengan tatapan tajam dan suara yang agak kesal.
"A...aku mau buang air kecil." Kata Naura mencoba menatap pria yang ada di hadapannya itu namun ia langsung memalingkan wajahnya. Sungguh, Wisnu terlihat tampan dengan tatapan matanya yang tajam.
"Kamu tidak bohong?" tanya Wisnu.
"Aku bersumpah kali ini aku tak bohong." Naura memang merasa tiba-tiba saja ingin buang air kecil.
Wisnu menjauh dari Naura. Ia duduk lalu bersandar di kepala ranjang. "Pergilah....!"
Naura dengan tergesa langsung turun dari atas ranjang dan menuju ke kamar mandi. Ia duduk di atas kloset sambil memegang kepalanya yang mendadak buntu. Ayo Naura, cari akal untuk bisa menghindar malam ini. Katanya dalam hati sambil menepuk-nepuk kepalanya sendiri.
"Nuara.....!" terdengar teriakan Wisnu dari depan kamar mandi sambil mengetuk pintu kamar mandi itu.
"Iya sebentar." Kata Naura lalu ia berdiri, menaikan baju dalamnya dan membuka pintu.
Wisnu menatapnya dengan intens sambil ia mengulurkan lingre hitam yang tadi sudah disimpan Naura di dalam lemari.
"A...apa?" Mata Naura membulat melihat lingre itu.
"Kau lupa untuk memakai ini? Kau kan sudah janji akan menjadi istri yang patuh malam ini."
"Tapi, ini bukan baju."
"Siapa bilang ini bukan baju? Ini bahkan terbuat dari sutra. Cepatlah pakai! Aku menunggumu di ranjang kita." Wisnu mengedipkan sebelah matanya dan langsung menarik pintu kamar mandi.
Naura terpaku di tempatnya berdiri sambil tangannya masih memegang lingre itu.
"Duh bagaimana ini? Aku ingin sekali kuliah lagi dan ketemu dengan Jeslin. Aku masih ingin main teater. Tapi apakah untuk bisa mencapai itu, aku harus kehilangan kesucianku? Sesuatu yang kujaga dengan baik selama ini? Duh Naura, dia itu kan suamimu. Wajarlah jika dia akan mendapatkan dirimu." Naura berbicara dengan dirinya sendiri. Ia benar-benar gelisah. Otaknya kembali merasa buntu.
Akhirnya gadis itu membuka piyamanya dan menggunakan lingre itu. Ia menatap cermin besar yang ada di atas wastafel. Ia hampir menangis melihat pantulan dirinya yang terlihat sangat seksi. Lalu dengan tangan yang sangat bergetar, Naura membuka pintu kamar mandi. Wajahnya tersenyum ketika sebuah ide nakal melintas di kepalanya.
***********
Duh si emak, PHP lagi?
Kan emak sudah bilang, nggak gampang bagi Wisnu untuk mendapatkan Naura.
Namun juragan nggak akan mudah menyerah malam ini. Karena ini malam terakhirnya bersama Naura dan Wisnu sudah bertekad untuk mendapatkan istrinya malam ini walaupun ia harus berusaha sampai fajar menyingsing.
Jadi MP nya jadi nggak?
Ya jadilah. Namun tak semudah yang Juragan bayangkan 😂😂😂😂
baru lapak emak n bapaknya