kinandayu gadis cantik tapi tomboy terlihat semaunya dan jutek..tp ketika sdh kenal dekat dia adalah gadis yang caring sm semua teman2 nya dan sangat menyayangi keluarga nya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happy fit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 20-yang tak di rencanakan
Udara pagi itu terasa lebih segar dari biasanya. Embun masih menempel di dedaunan halaman sekolah, sementara matahari baru saja muncul, menyinari halaman dengan warna keemasan yang lembut. Suara burung bercampur dengan langkah-langkah siswa yang baru datang, membawa suasana pagi yang ramai tapi menenangkan.
Kinan menapakkan kakinya perlahan, rambut hitam sepunggungnya dibiarkan terurai lembut, sebagian tersapu angin. Bando putih di kepalanya membuat wajahnya tampak segar, dan sweater biru muda yang ia kenakan di luar seragam membuatnya tampak sederhana tapi menawan. Ada sesuatu yang berbeda pagi ini—senyum kecil yang tak bisa disembunyikan meski sudah berusaha.
“Eh, Kin!” suara May yang tiba-tiba muncul dari arah belakang membuatnya sedikit terlonjak.
Kinan menoleh cepat, menatap sahabatnya yang berlari kecil mendekat sambil menenteng buku tebal. “Astaga May, lo mau bikin jantung gue copot?” keluh Kinan sambil menepuk dadanya pelan.
May tertawa kecil. “Ih, kenapa sih lo senyum-senyum dari tadi? Kayak abis dikasih kabar bahagia banget.”
“Apaan sih…” Kinan berusaha menutupi wajahnya, tapi pipinya justru semakin memanas.
May menaikkan alis. “Jangan bilang... ini gara-gara seseorang?”
“Apaan tuh seseorang?” Kinan mencoba pura-pura tidak tahu, tapi suaranya justru naik setengah oktaf.
May menatapnya tajam. “Danu, kan?”
Kinan langsung menunduk. “Enggak juga. Emang harus karena dia?”
“Ya terus kenapa lo senyum-senyum dari gerbang tadi?”
“Karena... sarapan gue enak,” jawab Kinan cepat.
“Yah, alesannya basi,” cibir May, lalu terkikik puas melihat temannya yang mulai gelisah sendiri.
Tepat saat itu, Danu melintas di koridor. Seragamnya rapi, lengan kemeja digulung sampai siku, rambutnya tertata tapi tetap terlihat santai. Tas selempangnya disampirkan di bahu kiri, dan tangan kanannya menggenggam botol air minum. Sekilas pandang matanya bertemu dengan Kinan, cukup lama untuk membuat dunia seolah berhenti sejenak.
“Pagi,” ucap Danu singkat, namun suaranya terdengar berat dan tenang.
Kinan spontan membalas, “Pagi...” suaranya kecil, nyaris tak terdengar.
May menatapnya dengan ekspresi geli. “Ih, kalian sekarang udah kayak di drama Korea, tahu gak? Lirik-lirikan mulu.”
“Apaan sih May!” Kinan menepuk lengan sahabatnya pelan, tapi senyumnya tidak bisa disembunyikan.
---
Waktu berlalu cepat. Bel pelajaran pertama berbunyi, dan seluruh siswa mulai bergegas masuk ke kelas masing-masing. Kinan duduk di bangkunya, mencoba fokus pada papan tulis, tapi pikirannya malah berputar ke arah seseorang yang duduk beberapa baris di belakang—Danu.
Dari ujung mata, ia sempat melihat Danu beberapa kali menatap ke arahnya. Setiap kali itu terjadi, jantungnya seperti menari. Aneh, tapi menyenangkan.
Namun, tidak semua hal berjalan manis. Dari pojok kelas, Nadia—cewek dengan rambut bergelombang dan wajah cantik tapi tatapan tajam—terlihat tidak suka sejak pagi tadi. Sejak gosip “Kinan dan Danu makin dekat” tersebar, tatapan itu makin sering muncul, seolah setiap gerak Kinan menjadi bahan pengamatan.
Usai pelajaran ketiga, Nadia sengaja menunggu Kinan di depan kelas.
“Eh, Kinan,” panggilnya dengan nada manis—yang terdengar terlalu dibuat-buat.
Kinan menoleh sopan. “Iya, kenapa Nad?”
“Aku cuma mau bilang, kamu hati-hati ya deket sama Danu. Banyak yang udah deket sama dia sebelum kamu.”
Nada suaranya terdengar seperti peringatan halus tapi menusuk.
Kinan tersenyum datar. “Oh, makasih udah ngingetin. Tapi... aku gak ngelakuin apa-apa kok.”
“Ya, cuma saran aja,” Nadia menyeringai tipis sebelum melangkah pergi.
Kinan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia tidak ingin memperpanjang masalah, tapi jelas-jelas hatinya sedikit terganggu.
---
Siang hari, suasana kantin cukup ramai. May sedang antre beli minuman, sementara Kinan duduk di meja dekat jendela, menatap halaman sekolah yang rindang. Danu datang membawa dua gelas es teh dan duduk di depannya.
“Kamu suka es teh, kan?” tanya Danu pelan.
Kinan sedikit kaget tapi cepat mengangguk. “Iya, makasih ya.”
Danu tersenyum. “Kamu keliatan lelah.”
“Gak juga,” Kinan berusaha menatap ke arah lain.
“Padahal jelas banget dari cara kamu ngelamun,” lanjut Danu.
Kinan menatapnya sejenak. “Kamu observatif banget, sih.”
“Udah bawaan, mungkin,” sahut Danu santai, meneguk minumannya.
Mereka terdiam sejenak, hanya suara siswa lain yang mengisi ruang. Lalu Kinan berkata pelan, “Danu...”
“Hm?”
“Kamu gak denger gosip aneh di sekolah kan?”
Danu menatapnya, ekspresinya tenang. “Denger. Tapi aku gak peduli.”
“Serius?”
“Serius. Yang aku tahu cuma satu—aku nyaman sama kamu.”
Kinan terdiam. Ucapan itu sederhana, tapi langsung membuat jantungnya berdetak tak karuan.
---
Sore harinya, hujan rintik turun. Kinan menunggu di depan gerbang sekolah karena ojek online-nya belum datang. Angin dingin membuatnya menarik sweater-nya lebih rapat.
Danu muncul lagi, kali ini membawa payung besar. “Udah nunggu lama?”
“Sedikit,” jawab Kinan.
“Yuk, aku anter,” tawar Danu.
“Gak usah, aku udah pesen ojol.”
“Yaudah aku temenin aja nunggu.”
Kinan menatapnya, lalu mengangguk pelan. Mereka berdiri berdua di bawah payung, jarak di antara mereka cukup dekat untuk membuat Kinan mendengar degup jantungnya sendiri.
“Danu...”
“Hm?”
“Kamu yakin mau deket sama aku? Maksudku... banyak yang gak suka loh.”
Danu menatapnya serius. “Aku gak nyari siapa yang suka atau enggak. Aku cuma tahu... aku gak mau mundur.”
Kinan tertawa kecil, menatap hujan yang turun. “Kamu tuh aneh.”
“Tapi kamu senyum,” balas Danu cepat.
Kinan hanya menggeleng, tapi senyum itu memang tidak bisa disembunyikan lagi.
---
Malam harinya, Kinan merebah di tempat tidur sambil menatap langit-langit. Ponselnya berbunyi—chat dari Danu.
> Danu: “Udah makan?”
Kinan: “Udah. Kamu?”
Danu: “Udah. Btw... besok aku jemput ya.”
Kinan: “Heh? Gak usah, nanti diliatin orang-orang.”
Danu: “Biarin. Aku gak peduli.”
Kinan: “Danu...”
Danu: “Ya?”
Kinan: “Kamu tuh kenapa sih segitu beraninya?”
Danu: “Karena takut kehilangan.”
Kinan menatap layar ponsel lama. Wajahnya memerah tanpa alasan.
Mungkin, tanpa sadar... mereka memang sudah jatuh satu sama lain.
Tanpa rencana, tanpa janji, tapi hati mereka sudah bicara lebih dulu.
---
✨ Tp be continued