“Satu malam, satu kesalahan … tapi justru mengikat takdir yang tak bisa dihindari.”
Elena yang sakit hati akibat pengkhianat suaminya. Mencoba membalas dendam dengan mencari pelampiasan ke klub malam.
Dia menghabiskan waktu bersama pria yang dia anggap gigolo. Hanya untuk kesenangan dan dilupakan dalam satu malam.
Tapi bagaimana jadinya jika pria itu muncul lagi dalam hidup Elena bukan sebagai teman tidur tapi sebagai bos barunya di kantor. Dan yang lebih mengejutkan bagi Elena, ternyata Axel adalah sepupu dari suaminya Aldy.
Axel tahu betul siapa Elena dan malam yang telah mereka habiskan bersama. Elena yang ingin melupakan semua tak bisa menghindari pertemuan yang tak terduga ini.
Axel lalu berusaha menarik Elena dalam permainan yang lebih berbahaya, bukan hanya sekedar teman tidur berstatus gigolo.
Apakah Elena akan menerima permainan Axel sebagai media balas dendam pada suaminya ataukah akan ada harapan yang lain dalam hubungan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Lima
Axel yang sedang mengerjakan sesuatu terkejut saat mendengar pintu ruangan diketuk. Dia menghentikan kegiatannya.
“Masuk!” Suara Axel menjawab datar tapi tegas.
Pintu terbuka perlahan. Aldi muncul dengan wajah dingin, seakan mencoba menyembunyikan gelombang emosi yang sebenarnya. Dia berjalan masuk, menutup pintu di belakangnya.
“Duduk,” ucap Axel tanpa basa-basi. Dia menarik napas dalam. Tak mau terbawa emosi. Menghadapi pria seperti Aldi memang butuh energi ekstra. Dia tak mau karena amarahnya, semua rencana jadi gagal.
Aldi menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Axel. Tatapan mereka bertemu di udara, seperti dua singa jantan yang siap bertarung memperebutkan wilayah.
“Aku dengar kamu ingin bertemu,” ucap Aldi lebih dulu, nada suaranya terdengar menantang.
Axel menyandarkan punggung ke kursi, menyilangkan tangan di dada. “Aku ingin tahu keputusanmu. Kau akan tetap mempertahankan Elena, atau kau lepaskan dia secara baik-baik?”
Aldi tersenyum miring. “Aku sudah bilang, aku tetap akan mempertahankan rumah tangga ini. Elena istriku, dan dia akan tetap jadi istriku. Sampai kapan pun.”
Axel menghela napas panjang, mencoba menahan emosi yang hampir meledak. “Jadi itu keputusanmu?”
“Ya.” Aldi menatap Axel dengan tatapan meremehkan. “Kau pikir hanya karena Elena dekat denganmu, aku akan menyerah begitu saja? Jangan mimpi, Xel.”
Axel membenamkan pandangan sejenak ke meja, lalu mengangkat kepala dengan ekspresi dingin. “Baiklah,” ucap Axel akhirnya. “Berarti kau siap di penjara.”
Aldi tertawa sinis, tapi tawanya terdengar kaku. “Kau bercanda?”
Axel mengangkat alis. “Menurutmu aku terlihat bercanda?”
Tanpa mengalihkan pandangan dari Aldi, Axel meraih ponselnya dari meja, lalu menekan nomor cepat. Suaranya sengaja dibuat jelas.
“Halo,” ucap Axel datar. “Siapkan laporan kekerasan dalam rumah tangga. Dan tolong sertakan juga laporan penyalahgunaan dana perusahaan atas nama Aldi Pratama. Proses hari ini."
"Satu lagi, kasus penganiayaan yang aku alami kemarin. Bukti sudah lengkap!' seru Axel melanjutkan.
Aldi membeku. Wajahnya memucat seketika. Dia tak mengira jika sepupunya itu tega melaporkan dirinya.
“Kau … serius?” suaranya bergetar.
Axel menatapnya lurus. “Kau kira aku akan diam setelah tahu kau kunci Elena di kamar? Setelah tahu dia sampai harus melukai dirinya sendiri hanya untuk keluar dari rumahmu? Tidak, Aldi. Aku tidak akan diam. Kau keterlaluan.”
Aldi berdiri mendadak, menepuk meja Axel dengan keras. “Aku suaminya! Aku punya hak atas dirinya. Apa pun yang aku lakukan itu hakku!"
“Kau tidak punya hak untuk menyiksa!” Axel ikut berdiri, suaranya meninggi. “Kau kehilangan hak itu ketika kau mengurungnya, ketika kau membuat dia ketakutan sampai hampir mati! Kau tahu itu bukan sekadar salah, Aldi. Itu kejahatan.”
Kedua pria itu saling tatap, udara di antara mereka seakan bergetar. Mereka jadi lupa jika ada hubungan saudara.
Axel lalu melempar sebuah map ke arah Aldi. “Ini. Berkas perceraian. Tandatangani sekarang. Kalau kau tanda tangan, aku hentikan semuanya di sini. Kalau kau tidak … polisi akan datang menjemputmu sebelum siang.”
Aldi menatap map itu dengan tatapan tajam. Dia menepis map tersebut hingga terjatuh ke lantai. “Aku tidak akan tanda tangan!” bentaknya.
Axel tidak gentar. Dia membungkuk, mengambil map itu dari lantai, lalu menaruhnya kembali di atas meja dengan tenang. “Kau pikir aku main-main?”
Dia kembali menempelkan ponsel ke telinga. “Ya, lanjutkan. Pastikan tim datang hari ini juga.”
Aldi menelan ludah. Nafasnya semakin cepat. Tangan yang tadi mengepal mulai meremas celananya sendiri. Dalam hatinya ia tahu Axel tidak sedang menggertak.
Beberapa detik berlalu, seperti perang diam di antara mereka. Lalu Aldi akhirnya menghela napas panjang, meraih map itu dengan tangan bergetar. Dia membaca sekilas, lalu meraih pena.
Suara gesekan pena di atas kertas terdengar jelas, seolah menjadi satu-satunya suara di ruangan. Setelah selesai menandatangani, Aldi menjatuhkan pena itu dengan keras di meja.
“Sudah!” ucap Aldi ketus.
Axel mengambil map itu, memeriksanya dengan saksama. Setelah yakin tanda tangan Aldi sah, Axel tersenyum tipis. Senyum dingin yang membuat Aldi semakin panas.
“Terima kasih, Aldi,” ucap Axel perlahan. “Terima kasih sudah membebaskan wanitaku. Ingat ... jangan pernah hadir di persidangan!"
Aldi mendengus, matanya merah karena menahan amarah. “Kau menang sekarang. Tapi ingat, ini belum berakhir. Aku akan ambil kembali Elena. Aku akan rebut dia darimu. Dan saat itu terjadi, kau tidak akan bisa menghentikanku.”
Axel mendekat, menatap Aldi hanya beberapa inci dari wajahnya. “Silakan coba,” balas Axel dengan suara datar. “Tapi kau harus siap menghadapi aku.”
Aldi tersenyum sinis, lalu berbalik. Langkahnya berat tapi cepat. Pintu ditutup keras ketika ia keluar, membuat kaca di ruangan sedikit bergetar.
Axel berdiri beberapa detik, membiarkan amarahnya mereda. Lalu ia mengambil ponselnya, menelepon seseorang.
“Pastikan Elena dijaga ketat. Jangan ada satu pun orang asing mendekati kamarnya tanpa izin.”
Setelah menerima jawaban dari seberang, Axel menutup telepon. Ia duduk kembali, menarik napas panjang. Ada sedikit rasa lega di dadanya, tapi juga perasaan lain yang sulit dijelaskan, semacam firasat buruk.
Ia tahu Aldi tidak akan diam. Dan firasat itu membuatnya semakin waspada.
Di sisi lain, Aldi berjalan keluar dari gedung kantor dengan wajah kelam. Tangannya mengepal kuat, hampir membuat buku jarinya memutih. Di parkiran, ia berhenti sebentar, menatap langit dengan tatapan marah.
“Axel …” gumamnya. “Kau pikir kau menang hanya karena aku tanda tangan? Tidak. Aku akan kembali. Dan kali ini, kau yang akan jatuh.”
Dia masuk ke mobil, menyalakan mesin dengan kasar. Mobil melaju kencang keluar dari area parkir, meninggalkan suara ban yang berdecit.
Di dalam mobil, Aldi meraih ponselnya, menghubungi seseorang. “Aku perlu kau cari tahu semua tentang Axel. Semuanya. Aku mau tahu titik lemahnya. Kalau perlu, aku mau tahu orang-orang yang dia sayangi, selain Elena.”
Suara dari seberang terdengar mengiyakan. Aldi tersenyum tipis, senyum yang dingin dan penuh dendam.
“Bagus. Kali ini aku tidak akan kalah.”
Sementara itu, Axel memutuskan untuk segera kembali ke rumah sakit setelah pekerjaannya selesai. Ia tidak ingin meninggalkan Elena terlalu lama.
Di perjalanan, pikirannya terus berputar. Ia memikirkan wajah Elena ketika menceritakan malam itu. Ketakutan yang begitu jelas, suara yang bergetar. Axel menggenggam setir kuat-kuat.
“Tidak ada lagi yang boleh menyakitimu, Lena,” gumamnya.
Mobilnya melaju cepat, seolah tak sabar untuk segera sampai.
Namun di tempat lain, rencana balas dendam Aldi mulai berjalan. Seseorang yang ia hubungi tadi siang sedang mengumpulkan data, mencari celah untuk menyerang balik.
Aldi menatap fotonya bersama Elena yang masih tersimpan di ponselnya. Ia usap layar itu dengan jemari, senyumnya kembali muncul.
“Ini belum selesai, Elen. Kamu tetap milikku.”
Aldi jdinya sdh jatuh tertimpa tangga pulak
Jelas sudah siapa di sinibybg tidak bisa menghamili pasangan nya 😂😂😂😂