NovelToon NovelToon
Harga Diri Seorang Istri

Harga Diri Seorang Istri

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Wanita Karir / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romansa
Popularitas:82.5k
Nilai: 5
Nama Author: Bunda SB

Indira pikir dia satu-satunya. Tapi ternyata, dia hanya salah satunya.

Bagi Indira, Rangga adalah segalanya. Sikap lembutnya, perhatiannya, dan pengertiannya, membuat Indira luluh hingga mau melakukan apa saja untuk Rangga.

Bahkan, Indira secara diam-diam membantu perusahaan Rangga yang hampir bangkrut kembali berjaya di udara.

Tapi sayangnya, air susu dibalas dengan air tuba. Rangga diam-diam malah menikahi cinta pertamanya.

Indira sakit hati. Dia tidak menerima pengkhianatan ini. Indira akan membalasnya satu persatu. Akan dia buat Rangga menyesal. Karena Indira putri Zamora, bukan wanita biasa yang bisa dia permainkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda SB, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Balkon

Acara reuni sudah berjalan hampir dua jam. MC sedang mengumumkan games untuk menebak foto masa SMA siapa yang paling berubah, siapa yang masih sama, siapa yang dulu culun sekarang jadi sukses. Tawa riuh memenuhi ballroom, diikuti sorak-sorai dan tepuk tangan.

Tapi Indira merasa... bosan.

Bukan bosan dalam artian tidak senang. Ia senang bertemu teman-teman lama, senang mendengar cerita mereka, senang tertawa bersama. Tapi setelah dua jam terus-menerus berbincang, berfoto, menyapa orang demi orang, Indira merasa butuh udara segar. Butuh ketenangan sejenak.

Ia menoleh ke Rani yang sedang asyik bercanda dengan teman-teman satu geng dulu, lalu perlahan berdiri dari kursinya.

"Ran," bisiknya, "aku ke balkon sebentar. Butuh udara."

Rani melirik dengan wajah khawatir. "Kamu oke?"

"Iya, cuma butuh sepi sebentar. Aku balik nanti."

"Oke. Jangan lama-lama, nanti ada pengumuman door prize," Rani tersenyum.

Indira mengangguk, mengambil clutch-nya, lalu berjalan menuju pintu kaca besar di sisi ballroom yang menuju ke balkon outdoor. Beberapa orang melirik saat ia lewat, wanita cantik dalam gaun hijau zamrud yang berjalan dengan anggun tapi tidak ada yang mengikuti.

Pintu kaca terbuka dengan geseran lembut. Udara malam Jakarta langsung menerpa wajahnya, udara yang lebih dingin dari dalam ballroom ber-AC, tapi segar. Balkon hotel di lantai dua ini cukup luas, dengan pagar besi tempa yang elegan dan beberapa pot tanaman hias. Pemandangan kota Jakarta di malam hari terbentang, gedung-gedung tinggi dengan lampu berkelap-kelip, jalan raya yang ramai dengan lalu lintas.

Indira berjalan ke tepi balkon, bersandar di pagar, menatap keluar dengan pikiran yang melayang. Angin malam berhembus lebih kencang di sini, membuat rambutnya yang tergerai berkibar sedikit, membuat kulitnya merinding.

Ia memeluk dirinya sendiri dengan tangan, mencoba menghangatkan tubuh yang mulai kedinginan. Gaun one shoulder ini memang cantik tapi tidak terlalu praktis untuk cuaca dingin.

Tapi Indira tidak mau kembali ke dalam. Belum. Ia butuh momen ini, momen kesendirian di tengah keramaian, momen untuk bernapas dan berpikir.

Suara pintu kaca yang terbuka membuat Indira menoleh sedikit. Seseorang keluar ke balkon. Dan jantung Indira langsung berdegup lebih cepat saat ia mengenali siluet yang familiar.

Adrian.

Ia berjalan mendekat dengan langkah santai tanpa Raka asistennya kali ini. Hanya Adrian sendirian, dengan tangan yang memegang jas hitamnya yang sudah ia lepas.

"Kedinginan?" tanya Adrian sambil berhenti di samping Indira.

Sebelum Indira bisa menjawab atau bahkan bereaksi, Adrian sudah meletakkan jasnya di pundak Indira dengan gerakan yang sangat natural, sangat familiar. Seperti sesuatu yang sudah ia lakukan ribuan kali dulu.

Kehangatan jas itu masih menyimpan kehangatan tubuh Adrian, langsung membungkus tubuh Indira yang kedinginan. Aroma cologne Adrian yang maskulin dan lembut tercium samar, aroma yang entah kenapa membuat Indira merasa... aman.

Indira menoleh menatap Adrian dengan mata terbelalak, terkejut dengan gesture tiba-tiba itu. "Adrian, kamu tidak usah..."

"Aku tidak kedinginan," potong Adrian sambil tersenyum. "Kemeja lengan panjang cukup hangat untukku. Lagipula, aku tidak bisa membiarkan kamu kedinginan sendirian di sini."

Jantung Indira menghangat. Bukan hanya karena jas yang membungkus tubuhnya, tapi karena... Adrian. Adrian yang masih sama perhatiannya seperti dulu. Adrian yang masih ingat bahwa Indira selalu kedinginan kalau ada angin.

Mereka berdiri dalam keheningan, keheningan yang tidak awkward, tapi justru nyaman. Sama-sama menatap pemandangan kota, sama-sama menikmati udara malam yang segar.

Detik berlalu. Menit berlalu.

Akhirnya Indira yang membuka suara pelan, hampir tertelan angin.

"Adrian," panggilnya tanpa mengalihkan pandangan dari pemandangan di depan. "Aku... minta maaf."

Adrian menoleh, menatapnya dengan kerutan di dahi. "Maaf untuk apa?"

"Untuk dulu," Indira akhirnya menatapnya, mata bertemu mata. "Untuk cara aku putus dengan kamu. Untuk cara aku pergi tanpa benar-benar memberikan kesempatan untuk long distance relationship. Untuk... menyakitimu."

Adrian diam sejenak, mencerna kata-kata itu. Lalu ia tersenyum lembut tanpa dendam.

"Wah," ucapnya dengan nada bercanda, "tumben ada wanita yang mau minta maaf duluan. Biasanya kan ego wanita tinggi, susah minta maaf."

Indira tersentak, lalu tiba-tiba ia tertawa. Tertawa yang lepas, yang tulus, yang membuat seluruh beban di dadanya terasa ringan seketika. Dan tanpa sadar, refleks yang dulu selalu ia lakukan, tangannya terayun dan memukul lengan Adrian dengan ringan.

"Dasar!" ucapnya sambil masih tertawa. "Aku serius di sini!"

Begitu menyadari apa yang baru saja ia lakukan, refleks memukul lengan Adrian seperti dulu saat mereka pacaran, Indira langsung membeku. Tangannya berhenti di udara, wajahnya memerah.

"Maaf," ucapnya cepat sambil menarik tangannya. "Maaf, aku tidak bermaksud, itu refleks...aku..."

"Hey," Adrian menangkap tangannya yang mau ditarik, genggaman yang hangat, yang lembut. "Tidak apa-apa. Serius. Aku tidak keberatan."

Ia melepaskan genggamannya perlahan, memberikan ruang untuk Indira. Tapi senyumnya bertahan, senyum yang penuh dengan... kehangatan. Nostalgia. Dan mungkin hanya mungkin sedikit harapan.

"Aku senang," ucap Adrian sambil bersandar di pagar, menatap Indira dengan tatapan yang lembut. "Senang melihat kamu tertawa seperti itu lagi."

Indira mengernyit sedikit. "Seperti apa?"

"Lepas," jawab Adrian. "Tulus. Bahagia. Tidak seperti tadi di dalam ballroom, senyum yang sopan, tawa yang dibuat-buat. Tapi tawa barusan... itu tawa yang tulus. Tawa yang aku rindukan."

Indira menatapnya dengan bingung. "Bagaimana kamu tahu? Bagaimana kamu tahu kalau tadi aku tidak benar-benar tertawa?"

Adrian menatapnya intens, yang membuat Indira tidak bisa mengalihkan pandangan.

"Dari matamu," jawabnya dengan simpel. "Aku selalu bisa lihat dari matamu, Dira. Mata adalah jendela jiwa, kan? Dan matamu... tidak bohong. Tadi di dalam, kamu tersenyum tapi matamu tidak ikut tersenyum. Matamu terlihat... lelah. Sedih. Seperti ada beban berat yang kamu tanggung sendirian."

Indira terdiam. Karena Adrian benar. Sangat benar. Dan itu membuat dadanya sesak, sesak karena ada orang yang masih bisa membacanya dengan sempurna setelah hampir sepuluh tahun tidak bertemu.

"Tapi barusan," lanjut Adrian dengan senyum, "saat kamu tertawa dan mukul lengan ku, matamu ikut tertawa. Matamu terlihat hidup. Itulah Indira yang aku kenal. Indira yang ceria, yang spontan, yang tidak takut menunjukkan perasaannya."

Indira merasakan matanya mulai memanas. "Adrian..."

"Aku tidak minta penjelasan," Adrian mengangkat tangannya. "Apapun yang kamu hadapi sekarang, apapun yang membuat matamu terlihat sedih seperti itu, itu urusanmu. Aku tidak akan maksa kamu untuk cerita. Aku cuma mau kamu tahu... aku senang bisa lihat kamu tertawa lagi. Meskipun hanya sebentar."

Indira tersenyum, senyum yang kali ini tulus, hangat. "Terima kasih."

"Sama-sama."

Mereka kembali menatap pemandangan kota dalam keheningan yang nyaman. Angin masih berhembus, tapi Indira tidak kedinginan lagi, jas Adrian dan kehangatan percakapan mereka sudah cukup.

"Dira," Adrian berbicara lagi setelah beberapa menit. "Boleh aku minta nomor ponselmu?"

Indira menoleh. "Untuk apa?"

"Untuk... tetap kontak?" Adrian tersenyum yang sedikit gugup, seperti remaja yang minta nomor gebetannya. "Aku ingin kita tetap berkomunikasi. Sebagai teman. Catch up sesekali. Minum kopi bareng. Atau sekedar chat. Kalau kamu tidak keberatan."

Indira memikirkannya sejenak. Apakah ini ide yang baik? Menjalin pertemanan dengan mantan yang dulu ia cintai? Sementara hidupnya sekarang sedang kacau dengan drama Rangga dan Ayunda?

Tapi kemudian ia melihat mata Adrian, mata yang tulus, yang tidak menuntut apapun, yang hanya menawarkan... pertemanan. Dan Indira menyadari ia butuh ini. Butuh teman. Butuh seseorang yang bisa membuatnya tertawa lepas tanpa beban. Butuh kenyamanan yang bahkan ia sendiri belum sadari.

"Oke," akhirnya Indira mengangguk. "Boleh."

Wajah Adrian langsung cerah. Ia mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Indira. "Ketik nomormu di sini. Nanti aku akan save dan SMS kamu."

Indira mengambil ponsel itu, mengetik nomornya dengan jari yang sedikit gemetar bukan karena dingin, tapi karena... nervous. Setelah selesai, ia mengembalikan ponsel itu pada Adrian.

"Done," ucapnya.

Adrian menatap layar ponselnya, tersenyum puas saat melihat nomor Indira tersimpan dengan nama "Indira Zamora" dan emoji bintang di sampingnya. "Perfect. Nanti aku SMS ya, jadi kamu punya nomor ku juga."

"Oke," Indira tersenyum.

"Oh ya," Adrian menatapnya lagi. "Kamu pulang naik apa nanti? Aku bisa antar kalau kamu mau."

"Tidak perlu," Indira menggeleng. "Ada supir yang antar aku tadi. Dia akan tunggu sampai acara selesai."

"Oh," Adrian terlihat sedikit kecewa, hanya sedikit. "Oke. Aku tidak mau maksa."

"Terima kasih sudah menawarkan," ucap Indira tulus.

Adrian menatapnya, tatapan yang panjang, yang penuh dengan emosi yang tidak terucapkan. Lalu ia tersenyum lembut yang membuat hati Indira menghangat.

"Aku senang bisa bertemu dan ngobrol dengan kamu lagi, Dira," ucapnya dengan suara yang lembut. "Sangat senang. Bahkan hanya ini saja sudah cukup membuatku bahagia."

Indira merasakan dadanya sesak tapi bukan sesak yang menyakitkan. Sesak yang hangat. Sesak yang... membuat ia merasa hidup lagi.

"Aku juga senang," jawabnya jujur. "Senang bisa bertemu kamu lagi, Adrian."

"Bagus," Adrian tersenyum lebar. "Kalau begitu, mari kita masuk lagi sebelum Rani mencari-cari kamu dan mengira aku menculikmu."

Indira tertawa, lagi-lagi tertawa yang tulus. "Rani pasti sudah curiga sekarang."

"Biarkan dia curiga," Adrian bercanda sambil membukakan pintu kaca untuk Indira. "Itu membuat hidup lebih menarik."

Mereka masuk kembali ke ballroom yang masih ramai dengan games dan tawa. Beberapa orang melirik saat melihat Indira memakai jas pria dan mata mereka langsung tertuju pada Adrian yang berjalan di sampingnya dengan kemeja tanpa jas.

Rani langsung menyeringai dari mejanya, senyum yang mengatakan "AKU TAHU APA YANG TERJADI DI LUAR SANA."

Tapi Indira tidak peduli. Ia merasa... ringan. Lebih ringan dari sebelumnya. Ada sesuatu tentang percakapan dengan Adrian tadi, tentang cara ia bisa tertawa lepas, tentang cara Adrian masih bisa membacanya dengan sempurna yang membuat ia merasa... seperti dirinya sendiri lagi.

Bukan CEO Zamora Company yang tegas dan dingin.

Bukan istri yang dikhianati yang penuh dendam.

Tapi Indira. Hanya Indira. Wanita yang bisa tertawa, yang bisa merasa hangat, yang bisa merasakan kenyamanan di samping seseorang.

Dan kenyamanan itu... bahkan ia sendiri belum sadari adalah sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan.

Sesuatu yang mungkin, hanya mungkin ia butuhkan untuk menyembuhkan luka-lukanya yang dalam.

1
Ariany Sudjana
Darren kemana lagi? kenapa ga cerita ke Adrian, kalau panggilan malam itu hanya modus saja, supaya Adrian tidur dengan jalang itu, dan jalang itu akan merekam peristiwa itu, dan membuat Indira hancur. jangan biarkan si jalang itu merusak rumah tangga kamu Adrian, apalagi anak jalang itu, yang sudah diajarkan untuk memanipulasi kamu, sama seperti si jalang itu. lekas binasakan mereka Adrian, kamu harus tegas
mama
minta segera di basm tu jalang tak tau diru
mama
klu km smpe mau mkn siang sm Laura brrti km bodoooh Andrian.. derren juga kmana,gk lngsung bilang ke Andrian klu kmrin Laura cm pingsan bohong an
Ariany Sudjana
ngapain juga ini pelakor mau ajak makan siang Adrian? pasti mau menjebak Adrian supaya bisa tidur bareng, soalnya yang drama pingsan, padahal sudah pakai lingerie, kan gagal 🤭🤭🤣🤣 Adrian kamu harus tegas dong, jangan biarkan Laura ini mengganggu rumah tangga kamu dengan Indira
Aretha Shanum
lo ga kelar2 ma benalu ku skip, nanti muter2 bosen
Dew666
🌻🍦
Ariany Sudjana
ini hanya drama murahan yang dibuat Laura, untuk menghancurkan rumah tangga Adrian dan Indira. dasar pelakor murahan, Laura harus dibinasakan
Dew666
🍭🍭🍭🍭
Dew666
Baru ini lakinya pintar suruh orang utk urusin perusuh🌻🍦
Aether
LAURA HARUS MATI, HARUS DIBINASAKAN SECARA PERLAHAN
Tini Uje
udah mau mati masih aja mau ngejalang 😅laulier laulierrr
Ariany Sudjana
semoga Adrian bisa mencari tahu kebenarannya seperti apa, bagus Indira kamu bisa tetap dengan kepala dingin menerima penjelasan Adrian dan kamu harus tegas menghalau semua pelakor demi rumah tangga kamu
Aretha Shanum
ini nih yg bikin ga mood bca
Wulan Sari: sebetulnya ia selalu ada pelakor ,tp klu ga gini ceritanya ga panjang 🤔🤔🤔🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Dew666
🏆🏆🏆🏆
Ariany Sudjana
harus tes DNA dan Adrian kalau ada bagian IT yang canggih, coba cari cctv nya, benar ga kejadian seperti itu, atau hanya akal-akalan Laura saja, demi merebut Adrian lagi. tapi yang utama sih Adrian harus jujur sama Indira
gaby
Makin ruwet critanya. Aq penasaran para pembaca novel ini kira2 kalo ada di posisi Indira mau ga dsuruh ngasuh anak haram suami?? Kalo aq mah Big No. Suruh aja sodara atau bawahan Indira atau Adrian yg ngurus, jgn kaya org susah ngurus anak haram nyuruh istri sah. Jd istri jg jgn bucin tolol mau dsuruh ngasuh anak haram suami. Walau anak ga berdosa, tp seolah2 serendah itukah harga diri seorang istri di suruh ngasuh anak haram suami. Kalo aq mending cerai & menjanda aja slamanya drpd dhina dgn status istri tp ngasuh anak haram suami.. Takutnya jd kebiasaan si Adrian, ada masalah sdikit lari ke bar, mabuk & berakhir nidurin perempuan. Namanya rmh tangga walau atas pondasi cinta, ga mungkin tanpa konflik. Takutnya nih, stiap ada masalah sm Istri, si Adrian lari ke bar lagi, lalu beberapa thn kemudian ada lagi wanita yg ngaku pny anak dr Adrian hasil one night stand
Wulan Sari: kalau ibu pribadi mumpung blm punya anak suruh ngasuh anak orang lain lebih baik bercerai pisah karena ibu ga bisa berlapang dada juga berarti dia sudah berselingkuh atau apalah intinya tidak bisa untuk kedepanya gt sj say...😘
total 1 replies
Lee Mbaa Young
filing ku mengatakan itu anak Adrian Dr gestur Andrian yg gk bisa nolak ae wes kelihatan mereka sdh unboxing. tinggal itu tes DNA ae.
malang bner nasib istri Andrian br di keloni ternyata Andrian dah punya anak Dr wanita lain.🤣🤣🤣
Ariany Sudjana
harusnya sih kamu ikut ya Indira, bagaimanapun kamu itu istrinya, dan kamu harus melindungi suami kamu dari pelakor. jangan sampai tragedi rumah tangga kamu dengan William terulang lagi, karena pihak ketiga
aku
napa gk ikut jg.temui berdua. aih. malah di kasih celah. bego
gaby
Indira bodoh, ko malah nyuruh suaminya nemuin wanita lain tanpa di dampingi. Km istrinya & posisinya lg di samping suami, knp ga ikut nemuin Laura?? Ga belajar dr pengalaman sblmnya?? Apa dah siap jd janda lg?? Ga bosen jadi janda gara2 org ketiga??
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!