NovelToon NovelToon
Aku Kekasih Halalmu

Aku Kekasih Halalmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Nikahmuda / CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.9k
Nilai: 5
Nama Author: RahmaYusra

Hana Hafizah menjadi perempuan paling tidak beruntung ketika ayah dan ibu memintanya untuk menikah, tetapi bukan dengan lelaki pilihannya. Ia menolak dengan tegas perjodohan itu. Namun, karena rasa sayang yang dimilikinya pada sang ayah, membuatnya menerima perjodohan ini.

•••

Gadibran Areksa Pratama. Dosen muda berumur 27 tahun yang sudah matang menikah, tetapi tidak memiliki kekasih. Hingga kedua orang tuanya berkeinginan menjodohkannya dengan anak temannya. Dan dengan alasan tidak ingin mengecewakan orang yang ia sayangi, mau tidak mau ia menerima perjodohan ini.

•••

“Saya tahu, kamu masih tidak bisa menerima pernikahan ini. Tapi saya berharap kamu bisa dengan perlahan menerima status baru kamu mulai detik ini.”

“Kamu boleh dekat dengan siapapun, asalkan kamu tahu batasanmu.”

“Saya akan memberi kamu waktu untuk menyelesaikan hubungan kamu dengan kekasih kamu itu. Setelahnya, hanya saya kekasih kamu. Kekasih halalmu.”

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYusra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Kekasih Halalmu – Nengsih dan Game Online-nya

Hana memberikan jawaban yang memang diinginkan oleh kedua pihak. Mereka menyambut itu dengan suka cita. Dan seminggu berlalu, hubungan Dibran dan Hana masih tergolong minim. Hanya berkomunikasi ketika para orang tua membutuhkan keputusan mereka berdua.

Hana masih lanjut kuliah dan Dibran juga masih aktif sebagai dosen. Bahkan ketika membicarakan pertunangannya mereka yang akan terjadi dalam waktu 3 minggu ke depan. Keduanya masih sibuk dengan urusan masing.

Baik Hana maupun Dibran hanya bisa pasrah dan menyetujui hal-hal yang sedang didiskusikan oleh orang tua mereka masing-masing. Keduanya hanya akan turun tangan ketika benar-benar mereka yang dibutuhkan dan tidak bisa diwakilkan. Seperti saat ini, Dibran sedang dalam perjalanan menjemput Hana untuk fitting baju pertunangan mereka. Untuk tempatnya sudah diatur oleh Sovia, yaitu dibutik wanita itu sendiri.

Seharusnya Hana sedang bersantai dengan laptop dan cemilannya untuk menikmati pagi minggunya. Namun semua itu hanyalah angan ketika Dibran menelponnya tadi malam untuk kebutik melakukan fiting baju. Hana sebenarnya ingin menolak, tetapi tentu saja tidak bisa sebab baju tersebut harus dibuat sesuai dengan ukuran badannya.

Saat mendengar suara deru mobil, Hana melihat dulu melalui jendela kamarnya apakah itu Dibran atau mobil lewat. Setelah meastikan itu mobil Dibran, ia segera mengambil tas dan keluar kamar lalu turun. Bertepatan dengan mama yang sedang membawa dua cangkir teh.

“Sudah siap, sayang?” tanya mama.

Hana mengangguk. “Udah, Ma.”

Keduanya kemudian berlalu ke ruang tamu. Di sana sudah ada Evan dan Dibran yang sedang bicara dengan sangat serius. Entah apa yang mereka bicarakan Hana tidak tahu, dan sepertinya ia tidak ingin tahu sama sekali. Pantas mama bikin dua cangkir teh, batin Hana.

Dua laki-laki berbeda generasi itu pun segera menoleh saat melihat ada yang akan mendatangi mereka. Mereka sama-sama tersenyum, yang satu tersenyum karena anak dan istrinya, dan yang satu lagi tersenyum karena terkesan maklum dan segan.

“Berangkat sekarang?” tanya Hana pada Dibran. Perempuan itu sudah duduk di samping Dibran. Sedangkan Lidia di samping Evan, setelah menaruh minuman.

Dibran mengangguk. “Ayo,” katanya lalu meminum terlebih dahulu teh yang sudah disediakan Lidia. Barulah lepas itu, keduanya berpamitan pada orang tua Hana dan berangkat menuju butik mamanya.

Hana melihat senyuman tulus yang dilayangkan papa-nya pada Dibran sambil menepuk pelan pundak laki-laki itu beberapa kali saat mereka salaman. Membuatnya terenyuh dan sedikit sesak. Sepercaya itu kah papa-nya terhadap laki-laki ini?

Entah berapa lama ia termenung melihat wajah cerah sang papa, hingga ketika Dibran memanggilnya beberapa kali tidak terdengar. Baru lah saat Lidia menyentuh pundaknya Hana tersedar. Kemudian mereka langsung pamit pergi.

***

Perjalanan menuju tempat mereka melakukan fitting baju cukup jauh, karena antara rumah Hana dan butik itu berlawanan arah. Sesampainya disana –ViaTik, nama butik yang dimiliki oleh Sovia, keduanya langsung masuk dan bertemu dengan Manager butik tersebut –Miya. Sedangkan sang mama tidak bisa datang karena ada pertemuan yang harus dihadirinya disalah salah satu hotel dikawasan Jakarta.

Dibran yang memang sudah mengenal tante Miya –wanita cantik yang seumuran dengan mamanya, bersalaman. Begitu juga dengan Hana. Tante Miya memuji kecantikan paras yang dimiliki oleh Hana.

Sebagai seorang Designer, Miya tentu saja dapat menilai bentuk tubuh seseorang dengan sangat baik. Dan Hana termasuk ke dalam jajaran perempuan yang memiliki tubuh ideal. Tidak kurus atau pun gendut. Tubuhnya juga terlihat akan sangat cocok untuk mengenakan pakaian apapun.

Mendengar itu, Hana hanya bisa tersenyum sambil mengangguk malu-malu. Ia salah tingkah karena pujian bertubi-tubi yang dilontarkan Miya. Dibran juga ikut terkena imbasnya ketika Miya mengatakan jika ia sangat pandai dalam memilih pasangan.

Melihat itu, membuat Miya tertawa ringan karena tingkah dua insan ini. “Ya sudah. Lebih baik kita membicarakan tentang baju kalian,” kata Miya mengakhiri kata-kata penuh pujiannya.

Ketiganya sudah berada diruangan khusus diskusi pelanggan. Dibran dan Hana sudah mengetahui konsep dari acara pertunangan mereka seperti apa. Sehingga saat Miya menjelaskan itu lalu menyambungkannya pada baju pertunangan, keduanya tidak bingung.

“Saya sudah menyiapkan tiga design baju buat kalian. Jadi, kalian tinggal pilih saja yang mana yang ingin kalian gunakan. Kalau dari kalian ada yang mau diubah atau kalian punya rancangan sendiri tidak masalah. Saya bisa mengaturnya lagi,” kata Miya sambil memperlihatkan rancangan desaignnya melalui sebuah tab.

Dibran dan Hana lalu memperhatikan ketiga gambar tersebut. Keduanya sama-sama mengangguk saat baju-baju tersebut sudah sangat bagus dan pas. Melihat kekompakan tersebut, membuat Miya kembali tertawa ringan. Tidak akan ada yang menyangka jika mereka terpaksa bertunangan.

“Gimana?” tanya Hana pada Dibran.

Dibran mengedikkan bahunya. “Semuanya bagus. Terserah kamu.”

Hana mendengkus. “Cewek banget. Jawabannya ‘terserah’,” dumel Hana, membuat alis Dibran terangkat sebelah.

“Terserah saya.”

“Iya, iya!” ketus Hana. “Saya pilih yang nomer dua aja, Tante. Tapi kalau bisa warnanya agak pekat dikit, ya, Tan. Yang ini terlalu girly menurut saya.”

Miya mengangguk untuk mengiyakan permintaan Hana. Wanita itu tidak habis pikir jika dua insan ini sangat lucu.

“Oke. Ada lagi?” tanpa mau melihat Dibran, Hana langsung menggeleng.

Miya kembali mengangguk. Kemudian mengajak Hana dan Dibran untuk melakukan pengukuran. Setelah selesai, keduanya pamit dan pulang.

***

Nengsih dengan santai mencomot satu per satu keripik kentang ke dalam mulutnya sambil berjalan. Mulutnya bahkan sampai maju karena terlalu bersemangat memakan keripik kentang tersebut. Setelah habis, Nengsih membuang sampah plastik itu ke tempat sampah yang ia lihat di pinggir jalan.

Habis itu, Nengsih masih dengan kebiasaannya yang tergolong menjijikkan tetapi sangat nikmat, menjilat jari-jarinya yang terkena bumbu keripik kentang. Lalu mengeluarkan air mineral yang sudah ia beli dari dalam tas. Nengsih mencuci tangannya dengan memposisikan tangannya di atas pot bunga yang di sampingnya.

Selesai dengan itu, Nengsih lalu minum dan kembali melanjutkan langkah ke ruang kelas.

Datang diwaktu yang tergolong pagi, membuatnya dilanda kegabutan yang haqiqi. Bagaimana tidak, kelas tentu saja kosong saat ia masuk, dan kampus? Tentu saja masih sepi. Alhasil, ia membelokkan dirinya ke kantin untuk makan, walaupun sudah makan dikosnya.

Seperti perempuan pada umumnya, Nengsih dengan gaya tomboy-nya masih masuk dalam kategori penakut. Hanya saja, ia tidak parno-an. Sehingga saat didalam kelas seorang diri, ia tidak merasa canggung. Hanya saja sedikit merinding. Tetapi semuanya akan langsung sirna ketika ia sudah berselancar di dunia game miliknya.

Selama beberapa menit Nengsih bermain dan masih war, satu persatu anggota kelas datang. Ada yang datang seorang diri, berdua, dan rombongan. Masing-masing dari mereka juga langsung duduk ditempat yang tentu saja akan membuat mereka merasa nyaman.

Hal pertama yang akan berubah ketika anak-anak sudah mulai datang adalah suasana kelas. Yang awalnya sepi menjadi ramai. Suara-suara canda gurau akan terdengar dan sedikit bising. Tetapi dari itu semua, tentu saja tidak akan membuat konsenterasi seorang Nengsih terganggu. Pasalnya ia terlalu larut dalam permainan sehingga tidak begitu memperhatikan sekitarnya.

Bahkan saat Hana sudah masuk kelas dan duduk di sampingnya, Nengsih masih saja fokus dengan permainan yang ia lakoni. Sedangkan Hana menatap datar pada sahabatnya itu ketika Nengsih mengumpat dengan kata yang tentu saja tidak baik kala sang Hero tewas.

“A’udzubillahiminasyaithanirrajiim …” latah Nengsih sambil mengelus dadanya. Ia sangat kaget saat melihat wajah Hana dengan begitu dekat kala ia mengalihkan pandangan. Ditambah wajah sahabatnya itu sangat datar dan seperti ingin memakan orang.

“Ngagetin lo, ah!” kata Nengsih.

“Ck!” Hana langsung menjauhkan wajahnya. Ia duduk dengan benar dan menatap ke depan. Tidak lama setelah itu, dosen yang berjenis kelamin perempuan masuk kelas dengan elegan.

Salam yang di ucapkan dosen itu langsung di jawab serempak oleh anak-anak. Namun tidak dengan Nengsih yang kembali sibuk dengan game online-nya. Hana segera menyenggol sahabatnya itu dan memberitahu kalau dosen sudah datang.

“Heh, Nengsih! Matiin dulu. Dosen udah datang, tuh! Kecilin juga volumenya.”

Mendengar itu, sontak membuat Nengsih langsung menghentikan permainannya. Kemudian dengan segera ia menyimpan ponsel dengan baik. Sangat paham jika dosen yang saat ini akan mengajar di kelasnya adalah seorang ketua prodi dan memiliki ketegasan yang mutlak untuk semua mahasiswa.

Meskipun begitu, Nengsih tetap mengumpat penuh kata kasar untuk dosennya itu, karena datang disaat yang tidak tepat. Tangannya terkepal erat sambil meninju pelan meja miliknya. “Sialan! Kena AFK gue pasti!” gumamnya dengan gigi bergemelatuk.

P

elajaran sudah dimulai. Bu Nela –Dosen dengan mata kuliah Anak Berkebutuhan Khusus, menjelaskan mengenai materi yang ia sampaikan. Walaupun suasana sedikit tegang, karena yang mengajar seorang dosen killer (?) Bisa dikatakan seperti itu, tetapi masih bisa dibawa santai.

Infokus dan leser yang digunakan bu Nela masih berjalan dengan baik. Menandakan bahwa, walaupun sudah berjalan kurang lebih satu setengah jam pelajaran, anak-anak masih mau mendengarkan penjelasan sang dosen. Walaupun hanya sekedar mendengarkan. Itu lebih baik, daripada tidur. Benar bukan?

Lain halnya dengan Nengsih yang sama sekali tidak mendengarkan penjalasan bu Nela, karena diotaknya saat ini ialah, “game aing tadi gimanaaa?” hanya itulah yang ada di pikirannya. Matanya memang menatap ke depan seolah memahami dengan baik materi tersebut, yang nyatanya itu adalah hoax alias tidak benar.

Nengsih masih dengan batinnya yang menggerutu sambil otaknya yang terus memikirkan jika akunnya akan terkena AFK. Kaki dan tangannya bahkan bergetar seolah menanti kapan jam dengan ibu ini akan selesai. Gelisah. Itulah yang dirasakan Nengsih kali ini.

Hana yang melihat kegelisahan Nengsih sedari tadi hanya bisa mengerutkan keningnya. Bingung.

“Oke, baiklah. Dari teman-teman apakah ada yang ingin ditanyakan, sepanjang saya menjelaskan tadi?” bu Nela sudah menyelesaikan penjelasan materinya, kemudian seperti biasa beliau akan menanyakan kepada anak didiknya apakah memiliki pertanyaan tentang materi tersebut.

Kemudian ada beberapa mahasiswi yang mengangkat tangan. Ibu Nela lalu menampung semua pertanyaan dari mereka, barulah setelah itu beliau menjawabnya. Cukup panjang, karena setiap jawaban yang diberikan bu Nela ia kaitkan dengan pengalaman yang pernah beliau alamai. Sehingga para mahasiswi diharapkan bisa memahaminya dengan baik lagi.

Sekitar empat buah pertanyaan, dan memakan waktu kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya jam pelajaran Bu Nela habis. Ia lalu menutup kelas dengan memberikan tugas kelompok. Sebanyak enam kelompok dengan anggota masing-masing ada yang lima dan ada yang enam orang, tugasnya membuat PPT sekaligus makalah tentang macam-macam anak yang berkebutuhan khusus. Dikumpul dipertemuan berikutnya.

Bu Nela mengucapkan salam dan dijawab oleh anak-anak, beliau akhirnya keluar kelas. Sedangkan anak-anak ditahan dulu oleh ketua kelas karena ia ingin membagi kelompok. Semuanya menurut dan menunggu. Begitu pula Nengsih yang langsung men-cek game-nya bahkan disaat bu Nela sedang berbicara tentang tugas yang diberikan. Sekali lagi ia sudah larut dalam game-nya.

Hana bahkan hanya bisa geleng-geleng kepala ketika mendengar umpatan-umpatan yang diucapkan Nengsih kala ia mendapatkan AFK. Nengsih menggerutu dan marah-marah tidak jelas. Lalu menoyor kepala Nengsih menggunakan telunjuknya.

“Sadar, woi! Sadar! Itu cuma game! Tuh, tugas kerjain! Lihat anggota kelompok lo!” kata Hana dengan nada yang agak meninggi. Lama-lama ia jadi kesal dengan sahabatnya itu.

“Ck!” hanya itulah yang dilontarkan Nengsih. Lalu masih dengan batin yang menolak karena terkena peringatan, Nengsih mematikan ponselnya lalu melihat anggota kelompoknya. Dan bertambah kesal lah Nengsih ketika tidak menemukan Maira di sana.

Hana yang tentu saja sudah tahu kenapa Nengsih semakin mencak-mencak tidak jelas hanya tertawa bahkan cukup keras.

“BACOT!” bentak Nengsih pada Hana. Bukannya tersinggung, Hana malah semakin tertawa dengan keras. Lalu menyusul Nengsih yang sudah berjalan keluar kelas. Mereka melewati koridor yang lumayan sepi karena masih banyak yang sedang ada kelas.

“Nengsih,” panggil Hana sambil merangkul pundak Nengsih.

“Hm,” gumam Nengsih.

“Boba dulu, yuk,” ajak Hana dan diangguki Nengsih.

Keduanya lalu berbelok ke stand boba yang ada di pinggir jalan depan gedung FKIP. Tempat biasa mereka ketika ingin membeli Boba. Setelah sampai di sana, dua sahabat itu lalu duduk di tempat yang disediakan.

Sambil menunggu, Hana dan Nengsih bermain ponsel mereka. Nengsih kembali sibuk dengan game-nya. Sedangkan Hana yang bosan mematikan ponsel lalu memanggil Nengsih.

“Nengsih.”

“Hm.”

“Gue mau tunangan.”

“Udah tahu.”

“Ha?”

“Hah?”

Keduanya sama-sama terkejut. Terutama Hana yang sangat terkejut dengan jawaban Nengsih.

“Maksud lo?” tanya Hana.

“Lo mau tunangan? Sama Galang?” tanya Nengsih balik.

Hana mengkerut kan keningnya. “Katanya lo udah tahu?”

“Umumnya gue, kan, udah tahu semua tentang lo. Makanya gue spontan jawab gitu,” jawab Nengsih. Membuat Hana mengangguk saja tanpa bantahan.

Boba mereka datang lalu mengucapkan terimakasih. Setelah kakak si penjual Boba pergi, Hana dan Nengsih mulai meminum boba-nya.

“Eh, emang bener lo, mau tunangan? Sama siapa? Galang?” tanya Nengsih bertubi-tubi.

Mendengar itu, membuat Hana tertawa miris. Ia mengangguk, lalu menggeleng. Membuat Nengsih semakin bingung.

“Lo datang aja, ntar, ke acara pertunangan gue.”

Setelah Hana mengatakan itu, sambil mengangguk perempuan cepol kuda itu menghembuskan napas-nya lega.

***

1
minato
Nggak sabar buat lanjut ceritanya!
Linechoco
Ngangenin banget ceritanya.
Aerilyn Bambulu
Alur ceritanya keren banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!