Cewek naif itu sudah mati!
Pernah mencintai orang yang salah? Nainara tahu betul rasanya.
Kematian membuka matanya, cinta bisa berwajah iblis.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua, kembali ke sepuluh tahun lalu.
Kali ini, ia tak akan menjadi gadis polos lagi. Ia akan menjadi Naina yang kuat, cerdas, dan mampu menulis ulang akhir hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Pagi itu, setelah seminggu penuh mereka berjibaku dengan soal-soal, kini para siswa berkerumun di depan koridor aula. Papan pengumuman hasil ulangan baru saja ditempel, membuat suasana mendadak riuh. Ada yang bersorak bangga, ada pula yang hanya bisa menunduk kecewa.
Naina dan Zora ikut menyelip di antara kerumunan.
“Nama aku di mana ya…” gumam Naina sambil menelusuri daftar dari atas ke bawah.
“Julian Gevanno Elbert, urutan pertama! Gila…” teriak seorang siswa lantang, membuat hampir semua kepala menoleh. Tak heran, banyak yang kaget dengan pencapaian itu.
Naina spontan melupakan namanya sendiri, buru-buru mencari nama Julian. Dan benar saja nama cowok itu ada di peringkat satu. Matanya berbinar, ikut takjub, sebelum kembali menelusuri barisan nama. “Hah, aku urutan empat? Lumayan lah tak buruk-buruk amat,” ujarnya bangga.
“Aku ke-14, Naina. Padahal biasanya nyaris 20-an,” Zora ikut senyum puas.
Tapi perhatian Naina justru melayang, menoleh ke segala arah, mencari sosok Julian yang entah kenapa tak terlihat di antara kerumunan.
Sementara itu, suara-suara lain mulai bergema.
“Eh, nama Aaron mana? Biasanya kan selalu di tiga besar.”
“Iya, kok di sepuluh besar juga nggak ada?”
Naina cuek. Hanya satu orang yang ingin ia cari saat ini yaitu Julian.
Di sisi lain, Aaron melangkah masuk bersama Raka, percaya diri dengan senyum lebarnya. “Awas semua,” ujarnya sambil menyibak kerumunan. Pandangan pertamanya langsung menuju deretan teratas dan seketika wajahnya kaku. Nama di urutan pertama bukan dirinya, lagi-lagi Julian. Tangannya terkepal. Kemarin di audisi, Julian juga yang mengungguli. Gila!
“Coba nomor dua, pasti lo di situ,” kata Raka. Tapi Aaron tetap tak menemukannya. Ia turun ke nomor tiga, empat, lima… nihil.
“Eh, bahkan nggak ada di sepuluh besar,” bisik seorang siswi sambil menahan tawa. Beberapa orang mulai beranjak pergi, meninggalkan Aaron dan Raka sendirian di depan papan.
Raka yang masih menelusuri tiba-tiba berseru, “Ini, Aaron! Nama lo di sini!” Suaranya setengah kaget, setengah iba.
Aaron membeku. Namanya tertulis jelas di urutan ke-25 dari bawah. Dari seluruh angkatan kelas A sampai F, ia berada hampir di dasar.
Wajahnya memerah, campuran malu dan amarah. Rahangnya mengeras, napasnya berat. Tanpa menanggapi Raka, Aaron berbalik, langkahnya cepat, jelas-jelas sedang mencari seseorang yaitu Naina.
...----------------...
Naina dan Zora kini berada di halaman belakang bersama beberapa siswi lain. Ada yang membahas kembali soal-soal ujian, ada juga yang mengobrol santai sambil tertawa kecil.
“Oh iya, kabarnya Aaron bakal dipindah ke kelas F. Nggak nyangka banget nilainya bisa anjlok segitu,” ujar salah satu siswi, seolah sedang membocorkan gosip segar.
Naina hanya menyimak sambil memainkan ujung rambutnya, lebih ke tidak peduli. Sementara Zora jelas-jelas tersenyum puas.
“Syukur! Biar dia tau rasa, betapa buruknya dia selama ini,” cetus Zora lantang.
Beberapa siswi mengangguk setuju, tapi suasana mendadak berubah ketika seorang cewek datang menatap tajam ke arah Naina. Itu Yura, teman sekelas Aaron, yang juga diam-diam menyukainya.
“Naina, kok bisa Aaron sampai di pindahin kelas?” suaranya penuh tuduhan.
Naina mengerutkan dahi, heran.Apa gadis itu pikir Naina penyebab dari semua ini? jawabannya tentu bisa iya dan bisa juga tidak. Iya karena Naina kasih kunci jawaban asal, tapi tidak karena salah sendiri Aaron mengharapkan kunci jawaban tanpa berusaha belajar. Andai dia belajar sedikit, semisal baca soal dan cocokkan dengan kunci jawaban itu, bisa saja ada perasaan ragunya bukan? Nah, kesimpulannya salah Aaron yang tidak belajar.
“Kenapa tanya ke aku?” balas Naina santai.
“Iya, heran aja. Biasanya dia selalu di tiga besar, tapi sekarang…”
“Ya berarti dia bodoh. Bego. Tolol!” potong Zora cepat, nada suaranya tajam.
Yura mendelik kesal, bibirnya bergetar, tapi akhirnya memilih pergi begitu saja tanpa balasan.
“Eee, dasar, sukanya nyalahin orang lain,” gerutu Zora pelan sambil menyilangkan tangan di dada.
...----------------...
“Sini kamu!” Aaron datang dengan wajah merah padam, langsung menarik kasar tangan Naina.
“Aaron, ngapain?” Naina meringis, mencoba melepaskan.
“Hei, kucing garong! Mau dibawa ke mana sahabat gue, hah?!” teriak Zora, melangkah maju.
“Diam! Jangan ikut campur,” bentak Aaron tajam.
Naina menoleh ke Zora dan memberi anggukan kecil, seolah berkata biarkan aku urus ini sendiri.
Zora menggertakkan gigi, tapi akhirnya menahan diri.
Aaron menyeret Naina ke sudut ruangan yang sepi lalu melepaskan genggamannya dengan kasar.
“Apa maksudnya ini, hah?!” suaranya bergetar penuh amarah.
Naina hanya tersenyum tipis, penuh ledekan. "Ayolah Aaron, bagaimana kamu bisa pindah kelas sementara aku buang uang untuk beli kunci jawaban," ujar Naina dramatis, tentu saja membuat Aaron makin mendidih.
"Kamu..." tunjuk Aaron
"Kenapa? salah semua ya? ups... maaf, aku sengaja," ujar Naina sembari menutup mulutnya.
"Lagian kamu masih berani minta kunci jawaban seperti itu, emang kamu siapa?" tegas Naina. kemudian dia berjinjit sedikit mendekat ke telinga Aaron, "aku bahkan tidak takut sama sekali dengan ancaman kamu, karena mungkin semua orang dan guru juga sudah pada tau, tinggal kamu saja yang siap menanggung malu," sambung Naina terlampau santai, dia tersenyum menepuk pundak Aaron kemudian hendak berbalik, langkahnya ringan.
Namun baru beberapa langkah, suara berat itu menahan, “Naina, tunggu!”
Aaron menariknya lagi, lebih keras kali ini. Tubuh Naina membentur dinding, membuat jarak mereka hanya sejengkal.
"Jangan main-main, Naina..." desis Aaron dengan tangan yang hampir saja mencekik Naina, sebelum sebuah suara menghentikannya.
"Turunkan tangannya!"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...