NovelToon NovelToon
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Pengantin Pengganti / Percintaan Konglomerat / Pengantin Pengganti Konglomerat / Romansa / Roman-Angst Mafia
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Menjelang hari pernikahannya, Amara menghilang tanpa jejak. Dengan waktu yang semakin sempit, keluarga calon pengantin pria mendesak agar pernikahan tetap berlangsung demi nama baik. Helena, adik Amara yang diam-diam mencintai tunangan kakaknya, Lucian, dipaksa menjadi pengantin pengganti.

Namun ketika ia menerima peran itu dengan hati yang penuh luka, Helena menemukan jejak kejanggalan: apartemen Amara yang terlalu rapi, koper yang tertinggal, dan waktu yang tidak sinkron dengan hari hilangnya Amara. Semakin ia melangkah ke dalam pernikahan, semakin besar pula misteri yang membayangi keluarga mereka.

Jejak-jejak ganjil tentang hilangnya Amara membuat Helena ragu: apakah ia sedang mengambil tempat seorang pengantin yang kabur, atau menggantikan seseorang yang sudah tak akan pernah kembali?

.

Jika ada kesamaan nama tokoh, dan latar hanyalah fiktif belaka, tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

follow ig: @aca_0325

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Helena akhirnya merebahkan diri, mematikan lampu kamar, membiarkan dirinya tenggelam dalam kegelapan. Matanya terasa berat, kelelahan dari tangis, dari percakapan dengan mamanya, dari telepon Alina dan Darren yang masih membekas di kepalanya. Perlahan ia tertidur.

Namun tidurnya tidak tenang.

Dalam mimpi itu, Helena berdiri di sebuah ruangan putih kosong, tak ada pintu, tak ada jendela. Hanya cahaya pucat menyelimuti segalanya. Suara langkah samar terdengar, dan dari kejauhan, muncul sosok yang sangat dikenalnya. Amara.

Amara berjalan perlahan ke arahnya, mengenakan gaun putih sederhana, rambutnya tergerai lembut. Tidak ada senyum, tidak ada tangis. Ekspresinya datar, tapi matanya menatap Helena begitu tajam, seolah ingin mengatakan sesuatu yang penting.

“Amara…” bisik Helena dalam mimpi itu, setengah ragu, setengah berharap.

Amara tidak menjawab. Ia hanya mengangkat tangan, menunjuk ke arah dinding putih yang tiba-tiba retak. Dari celah retakan itu keluar suara dentang jam, berulang, berat, menggema memenuhi ruangan. Dentang itu terasa begitu nyata hingga dada Helena berdebar keras.

Helena mencoba mendekat, tapi tubuhnya seolah terkunci, tidak bisa melangkah. Amara terus menatapnya, bibirnya bergerak pelan, membentuk kata-kata tanpa suara.

Helena berusaha membaca gerakan bibir itu, namun sebelum ia sempat memahaminya, retakan di dinding melebar, cahaya menyilaukan menyapu segalanya.

Helena terbangun dengan napas tersengal, tubuhnya basah oleh keringat dingin. Ia memegangi dadanya yang berdebar hebat, matanya menatap kosong ke langit-langit gelap.

Itu bukan mimpi bahagia. Bukan juga mimpi sedih. Tapi mimpi itu meninggalkan rasa aneh, seolah Amara benar-benar hadir… dan sedang mencoba memberi pesan.

Helena menyingkap selimut, duduk di tepi ranjang dengan napas masih berat. Jam di meja menunjukkan hampir pukul tiga pagi. Ia tahu ia tidak akan bisa tidur lagi setelah mimpi itu.

Dengan tangan gemetar, ia membuka laci nakas. Di dalamnya tersimpan sebuah album foto lama, sampulnya sedikit berdebu. Perlahan ia mengeluarkannya, lalu menyalakan lampu meja.

Halaman demi halaman dibuka. Foto-foto penuh senyum menatap balik padanya. Helena dan Amara saat kecil dengan gaun kembar buatan Mama, saat remaja berfoto di depan butik Amara yang baru dibuka, hingga momen keluarga yang tampak sempurna.

Helena mengusap pelan foto itu, jari-jarinya berhenti di wajah Amara.

“Di mana kau sebenarnya, Amara…?” bisiknya lirih.

Matanya terus bergerak, meneliti detail demi detail. Seakan-akan ada sesuatu yang selama ini ia lewatkan. Ia mencoba mengingat, adakah tanda-tanda sebelum Amara menghilang? Tatapan kosong? Perkataan samar? Senyum yang berbeda?

Semakin lama ia menatap, rasa rindu bercampur perih menusuk dadanya.

“Aku rindu kau… lebih dari yang bisa kubayangkan,” katanya lagi, suaranya pecah.

Air matanya jatuh ke halaman foto. Helena cepat menyekanya, takut merusak kenangan itu. Tapi dalam hatinya, ia tahu: kehilangan Amara bukan hanya soal saudara yang menghilang. Ada misteri besar yang mengikatnya, misteri yang kini bahkan terasa menyeret seluruh hidup Helena ke dalam pusaran rahasia yang makin gelap.

Helena membalik halaman demi halaman, matanya menelusuri setiap senyum, setiap tatapan, setiap detail kecil dalam foto-foto itu. Tapi semakin lama ia menatap, semakin ia sadar tidak ada yang aneh, tidak ada tanda-tanda yang bisa ia tangkap.

Amara selalu sama. Anggun dalam setiap pose, cerdas dalam tatapannya, misterius dalam caranya menatap kamera seakan menyimpan sesuatu yang tak pernah bisa diungkap. Bahkan dalam momen paling sederhana sekalipun, Amara tampak seolah berada satu langkah di depan semua orang, termasuk Helena.

Helena menarik napas panjang, menutup album di pangkuannya.

“Bagaimana mungkin aku bisa tahu kalau kau akan menghilang, Amara?” bisiknya getir.

Ia menunduk, menatap bayangan dirinya sendiri di permukaan sampul album yang mengilap. Selama ini, ia selalu merasa menjadi bayangan Amara, tak pernah cukup berani, tak pernah cukup istimewa, hanya mengisi ruang yang ditinggalkan kakaknya.

Saat Amara hilang, Helena bukannya menemukan jawabannya… justru semakin terjebak dalam kebingungan.

Tangannya menggenggam album erat-erat, matanya mulai basah lagi. “Aku bahkan tidak bisa membacamu, Kak… aku tidak pernah benar-benar bisa.”

Keheningan kamar semakin menusuk. Hanya detak jam dinding yang pelan-pelan mendekat ke subuh.

Helena tidak bergerak dari tempatnya. Album foto masih tergeletak di pangkuan, jari-jarinya menelusuri sampulnya tanpa arah. Matanya kosong, menatap lurus ke depan, tapi pikirannya jauh tersesat dalam kenangan dan pertanyaan yang tak kunjung terjawab.

Di luar, langit perlahan memudar dari hitam ke kelabu. Cahaya pertama menembus tirai jendela, memberi semburat pucat di kamarnya. Helena tetap duduk di tepi ranjang, tubuhnya kaku, matanya sembab.

Burung-burung mulai berkicau samar, menandai datangnya pagi. Tapi bagi Helena, pagi hanya terasa seperti kelanjutan dari malam yang panjang.

Ia menoleh sebentar ke jendela. Ada rasa hampa yang menekan dadanya, perasaan ditinggalkan, perasaan mencari sesuatu yang tidak tahu harus mulai dari mana.

Sampai akhirnya, dengan suara serak ia berbisik, “Amara… kalau kau benar-benar kembali, tolong… beri aku tanda. Satu saja.”

Tapi tentu saja, yang menjawab hanyalah suara kota yang perlahan terbangun.

Helena duduk di sana sampai cahaya matahari sepenuhnya memenuhi kamar, seakan menunggu sesuatu yang tak kunjung datang.

...***...

...Like, komen dan vote....

...💙💙💙...

1
kalea rizuky
skip males cwk nya oon
kalea rizuky
males bgt muter aja ne cerita
kalea rizuky
Helena ngapain ngemis ngemis pergi jauh aja bodohh bgt benci MC lemah
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
nonoyy
siapa yaa laki2 itu? smg sgr terungkap yaa misteri soal amara
nonoyy
kamu tau harapan mu ttg lucian sangat menyakitkan, tapi kenapa kamu masi saja berharap lucian akan menoleh ke kamu helena, berhentilah karena itu semua menurut mu tidak mungkin..
nonoyy
masih misteri dan teka teki.. dibuat gemusshh dgn ceritanya
Nda
luar biasa
Lunaire astrum
lanjut kak
Nyx
Jangan-jangan hilangnya Amara ada hubungannya dengan Rafael😌
olyv
nexttt thorrr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!