Felisha harus terjebak dengan kesepakatan yang tidak bisa ditolaknya demi membantu keluarganya di kampung.
" Ingat, kamu harus menutup mata, telinga bahkan mulutmu selama kesepakatan itu berlangsung." ucap alvino.
" Ya aku akan selalu mengingatnya." patuh felisha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vennyrosmalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 20
Pagi ini Alvino kembali sarapan bersama Papa Hendra. Tidak ada percakapan yang di antara keduanya, hingga akhirnya Papa Hendra angkat bicara.
"Hari ini kamu pergi bareng Papa saja." ucap Hendra di sela-sela sarapannya.
"Tidak bisa, aku mau jemput Felisha." jawab Alvino.
Kemarin sebelum pulang dari kosan Felisha, dirinya sudah mengatakan akan menjemputnya sekolah.
"Kamu suka sama gadis itu?" tanya Papa Hendra penasaran.
Sebab meskipun dia tidak terlalu dekat dengan putranya tapi Hendra cukup tahu bagaimana Alvino dalam berinteraksi dengan orang lain apalagi seorang gadis.
"Dia masih sakit setelah kejadian bullying, aku hanya sedikit membantunya." tutur Alvino memberi alasan.
Padahal Alvino sendiri sudah merasa jika dirinya memiliki ketertarikan pada tutor belajarnya itu.
Papa Hendra hanya mengangguk-anggukan kepalanya, dia tidak mau memaksa Alvino untuk bercerita lebih padanya.
"Yasudah, sampai bertemu di sekolah nanti. Papa harap kami memberikan hasil yang memuaskan."
Papa Hendra beranjak dari meja makan terlebih dahulu. Dia akan meminta supir untuk mengantarnya karena Alvino tidak mau pergi bersama-sama.
......................
Felisha sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Dia pun segera keluar dari kamar kosnya.
"Fel, gue denger lo mau pindah ya?" tanya salah satu penghuni kos di sebelah kamar Felisha.
Kebetulan dirinya juga akan pergi membeli sarapan di warung nasi depan.
"Belum pasti ko ka." jawab Felisha.
"Kalau jadi kabarin ya, temen gue mau kos disini soalnya."
"I iya ka, nanti aku kabarin."
Felisha kemudian pamit untuk berjalan lebih dulu karena merasakan getaran di ponselnya.
Felisha berjalan cepat menuju gang, dia takut Alvino marah jika terlambat sebentar saja.
"Maaf lama." ucap Felisha begitu sampai di depan Alvino yang masih duduk di atas motor sportnya.
"Ck, cuma kamu yang bikin aku nunggu kaya gini tau gak." kesal Alvino.
"Iya maaf, lagian aku gak minta dijemput juga kan." jawab Felisha dengan cepat.
Tanpa menjawab, Alvino langsung memakaikan helm ke kepala Felisha. Hal itu tentu membuat Felisha merona.
"Ya ampun Vino, jangan deket-deket gini." ucap Felisha dalam hati.
Jantungnya terasa berdebar karena posisi Alvino yang begitu dekat. Wangi parfum Alvino benar-benar membuat Felisha lupa diri sampai memejamkan kedua matanya.
"Buka mata kamu." titah Alvino sambil mengetuk helm yang sudah terpasang di kepala Felisha.
"Ayo naik." ajak Alvino.
Untung saja Felisha sudah memakai celana legging panjang karena tahu Alvino pasti menjemputnya dengan motor sport kesayangannya.
Setelah naik dan duduk dengan nyaman, tanpa di duga Alvino langsung menarik tangan Felisha agar memeluknya.
"Vi vino." Felisha benar-benar gugup.
"Biar gak jatuh."
Tanpa Felisha tahu, Alvino menyunggingkan senyumnya saat ini.
......................
Pembagian hasil ujian hari ini terasa menegangkan untuk Felisha. Sebab dirinya juga menunggu hasil ujian milik Alvino.
Felisha takut jika nilai Alvino tidak mengalami perubahan setelah belajar bersamanya.
"Kamu gelisah banget Feli." ungkap Gina saat Felisha terlihat tidak nyaman.
"Apa hasil ujian Vino sesuai dengan harapan ya?" tanya Felisha.
"Santai Feli, aku yakin ko kamu bakal berhasil merubah nilai Alvin." jawab Gina berusaha menenangkan sahabatnya.
"Semoga ya Gin."
Di kelas Alvino.
Alvino menatap lembar nilai hasil ujian miliknya. Senyumnya yang tipis tidak akan terlihat untuk orang-orang yang tidak memperhatikan dirinya.
"Gimana?" tanya Denis menepuk pundak Alvino yang berada di sampingnya.
Dengan bangga Alvino menunjukan lembar tersebut pada Denis agar bisa dilihat sendiri olehnya.
"Karir aman, Felisha juga aman bro." ucap Denis.
Alvino terkekeh mendengar ledekan Denis untuknya. Sahabatnya memang tahu apa yang ada di fikirannya.
Papa Hendra menunggu kedatangan Alvino di ruangan kepala sekolah.
"Kenapa lama sekali anak itu?" tanya Papa Hendra.
"Sabarlah, murid di kelas bukan hanya Alvin saja, guru di kelas perlu waktu untuk membagikannya." jawab Pa Herman dengan sabar.
Kakak iparnya ini sungguh tidak sabaran, padahal dia baru menunggu 15 menit yang lalu.
Tidak lama pintu di ketuk dari luar, Herman langsung memberi izin untuk masuk pada orang yang mengetuk pintu ruangannya.
......................
Kini Alvino sudah bergabung di ruangan Pa Herman. Begitu masuk, Papa nya segera mengambil lembar nilai ujian yang ada di tangannya.
"Alvin ini." Papa hendra dengan teliti melihat nilai-nilai yang tertulis disana.
Pa Herman melalui kode matanya pada Alvino bertanya hasil nilai ujiannya.
Alvino tanpa berbicara, dia hanya mengerjapkan kedua matanya pada Pa Herman.
"Syukurlah." dalam hati Pa Herman.
Dia memang yakin Alvino tidak akan memberikan hasil yang buruk kali ini. Sebab jika itu terjadi, akan banyak orang-orang yang terlibat dalam masalah dengan Hendra, Papa Alvino.
"Papa harap ini jadi awal yang baik untuk pendidikan kamu." tidak henti-hentinya Papa Hendra memuji Alvino.
Meskipun Alvino diam, tapi ada perasaan lega karena dia tidak perlu lagi menutupi kemampuannya selama ini.
"Papa bisa bertemu Felisha kan?" tanya Papa Hendra tiba-tiba.
"Untuk apa Pa?" tanya Alvino balik.
"Papa harus berterima kasih dan memberikan bonus untuk temanmu itu."
Tentu saja Hendra menganggap ini pun bisa terjadi karena bantuan Felisha yang bisa membimbing Alvino dalam pelajaran dengan baik.
"Biar saya meminta Gina untuk memanggil Felisha." ucap Pa Herman.
Hendra mengangguk setuju dengan ucapan Herman dan meminta agar Felisha segera datang.
...****************...