Cinta sejati seharusnya hanya terjadi sekali dalam hidup. Tapi bagi Alia, cinta itu datang berkali-kali, di dunia yang berbeda, dengan waktu dan takdir yang terus berganti.
Sejak kematian suaminya, Arya, hidup Alia telah kehilangan warna. Hingga suatu malam, alam semesta seolah mendengar jerit hatinya, Alia pun bertransmigrasi ke dunia paralel di mana Arya masih hidup.
Yang ajaib, Alia tidak hanya bertransmigrasi ke satu dunia paralel, melainkan dia terus berpindah-pindah ke berbagai dunia yang berbeda.
Di satu dunia paralel, Alia adalah sekretaris dan Arya adalah seorang CEO. Di dunia lainnya, dia remaja SMA sementara Arya adalah kakak kelas yang populer. Bahkan, ada dunia di mana ia menjadi seorang tante-tante sedangkan Arya masih seorang berondong muda. Dan masih banyak lagi situasi paralel yang lainnya.
Ini adalah perjalanan seorang wanita yang tak pernah bosan membuat pria yang sama jatuh cinta.
Jadi mari kita ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arc Maulana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali Ke Dunia Kedua
Arya duduk di depan meja di mana berbagai jenis makanan tersaji rapih. Aroma yang menggoda hidung membuatnya menelan ludah. Tapi diantara hangatnya suasana, Arya merasakan tatapan dingin dari satu arah.
"...."
Cara ayahnya Alia memandang dia, membuat Ari juga menelan ludah.
Baru setelah diam-diam dicubit istrinya, Ari berhenti mengintimidasi Arya.
"Silahkan! Jangan sungkan! Sayang kan kalau banyak yang tersisa," ucap Amira, sembari menyodorkan sepiring nasi hangat ke depan Arya.
"Terima kasih." Arya menerimanya dengan baik.
"Sayang, tolong ambilkan ayam itu untuk Arya!" Amira berkata pada Alia.
Alia pun melakukannya.
Dan jujur, ada perasaan tak biasa saat Arya menyaksikan Alia dengan perlahan meletakan lauk di piringnya.
Alia masih tampak malu-malu. Namun di kesempatan ini, perasaan Arya juga kurang lebih sama.
"Ini enak," kata Arya setelah mencoba beberapa cuil ayam ditemani nasi.
"Tante senang kalau kamu suka," Amira tersenyum. "Tapi asal kamu tahu, Alia juga selama ini sudah Tante ajarin masak. Gak akan nyesel deh, kalau Alia buatin kamu makan tiap hari."
Ada maksud terselubung di balik ucapan itu. Seperti wanita membuat masakan untuk pria kan biasanya cuma pas setelah menikah.
""....""
Arya dan Ari, kedua pria itu lebih memilih diam dan pura-pura tak paham.
Sementara Alia mengacungkan jempol di bawah meja.
Nice Assist!
...----------------...
Makan malam di kediaman keluarga Pratama berjalan mulus. Arya perlahan mulai bisa tenang. Dan Amira lah yang berperan penting dalam menciptakan suasana yang kondusif.
Ari di sisi lain masih banyak diam. Tapi dinilai dari bagaimana dia tak lagi cari masalah dengan Arya, adalah sesuatu yang tetap patut disyukuri.
...----------------...
Malam sudah tambah larut. Arya pun tak bisa berlama-lama di sana.
Di depan rumah, Alia mengantar kepergian Arya.
"Sekali lagi terima kasih karena sudah membolehkan aku makan malam di sini."
Di bawah langit malam yang berbintang, Arya menatap wajah Alia.
Alia yang sudah tak lagi mengenakan seragam tampak beda dari biasanya. Kaca mata yang dilepas juga membuat wajahnya lebih bisa terlihat jelas. Ditambah cahaya rembulan, Alia begitu cantik, begitu pula memikat mata.
"Aku yang harusnya makasih, karena Kakak udah mau mengantarku pulang."
Masih ada ketidakrelaan di hati, Alia sebenarnya masih mau bersama Arya lebih lama. Tapi apa daya, situasinya tak memungkinkan.
"Sampai jumpa besok," Arya pamit. Yang tak disadari, ketidakrelaan untuk berpisah juga ada di hatinya.
"Iya, sampai jumpa besok, Kak." Alia terus menatap ke bawah.
"...."
Setelah matanya selama beberapa detik mengarah ke sosok Alia, barulah Arya bisa melangkahkan kakinya pergi.
Ketika Arya sudah cukup jauh, Alia pun mengangkat kepalanya. Ekspresi malu-malu tak lagi tersirat di wajah dia.
Aku kok merasa berdosa.
Batin Alia rumit.
Aku seperti tante-tante yang sedang berusaha membodohi seorang brondong.
Karena nyatanya, secara mental Alia memang lebih tua.
Tapi ya sudahlah! Toh ini demi kebaikan Arya.
Kebahagiaan Arya kan memang cuma ketika dia bersamaku.
...****************...
"Sungguh hidup yang aneh."
Alia geleng-geleng kepala. Hidupnya sudah pasti tidak lagi masuk kategori normal. Ketika pas dia tidur dia adalah anak SMA, sekarang saat bangun dia malah kembali jadi orang dewasa.
Ini dunia kedua.
Dunia di mana Mas Arya adalah seorang CEO.
Alia bangkit dari ranjang lalu mengambil ponselnya. Dia kemudian melihat tanggal yang tertera.
Waktu di dunia kedua sama sekali tak bergerak saat aku berada di dunia ketiga.
Lagi-lagi Alia bingung dengan kekuatan yang membuatnya berpindah-pindah antar dunia.
Tapi dipikirkan terlalu berat juga tidak akan menghasilkan jawaban. Untuk sekarang, mari fokus saja menaklukkan hati Mas Arya.
Dan tentu tak lupa, di dunia Alia akan kembali masuk ke dalam mode agresif.
...****************...
"Permisi Pak, Aku mau tanya sesuatu." Alia masuk ke ruangan Arya.
"Tanya apa? apa soal anggaran untuk bulan depan?" Arya balik bertanya dengan serius.
"Bukan." Alia tiba di samping Arya.
"Terus apa yang mau kau tanyakan?" Arya memiringkan kepala.
Selepas mengibaskan rambutnya, wajah Alia mendekat, "Aku cuma mau tanya, apa Bapak gak merindukan aku?"
"...." Arya melongo. Dia kira dirinya salah dengar. "Apa?"
"Aku tanya ... Apa Bapak gak merindukan aku?" ulang Alia.
"A-Apa yang kau katakan!? Kita baru aja ketemu kemarin!"
"Iya. Tapi perasaan aku mengatakan kalau kita sudah tidak bertemu selama berhari-hari."
Arya yang ada di dunia kedua dan ketiga adalah sama-sama Arya. Namun di saat yang, ada perbedaan juga yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Makanya saat berada di dunia ketiga, Alia tetap merindukan sang CEO.
"K-Kamu ngawur!" Arya memalingkan muka.
Reaksi Arya adalah hiburan bagi Alia. Ingin sekali Alia mencubit pipinya.
"Sudah! Kembali kerja sana! Kamu gak aku gaji buat main-main kayak gini!"
"Iya iya." Alia tahu kapan harus mundur. kalau terlalu ditekan, Arya malah justru bisa jadi marah beneran.
...****************...
Hari hari berlalu, waktu Alia di dunia kedua berlangsung lancar. Dia pun merasa usahanya mendekati Arya berjalan cukup mulus. Arya masih sering bersikap keras padanya, namun Alia tetap bisa melihat kalau Arya sudah mulai terbiasa dengan keberadaannya.
Di satu siang, ketika mood Alia sedang baik-baiknya, pas ia berjalan di lorong perusahaan, dirinya berpapasan dengan seorang wanita.
"Hei Alia," sapa si wanita. Dia berdiri menghalangi sehingga Alia tak bisa lewat. "Perasaan, belakangan ini kita jarang bertemu. Kau tidak sedang menghindar dariku kan?"
Untuk sesaat, Alia berpikir dulu, Siapa wanita ini? Tapi tak butuh waktu lama untuk memori tentang si wanita mengalir di otaknya.
Wanita ini bernama Olivia. Kami berdua dulu satu angkatan pas kuliah.
Dan Olivia ... Suka memeras diriku di dunia ini!?
"Aku sebenarnya sedang kesulitan. Terlalu banyak barang yang mau aku beli di bulan ini. Jadi bisakah kau memberiku sedikit bantuan?" Senyum licik terbentuk di wajah Olivia. "Kau tidak mau kan sampai orang-orang di kantor tahu tentang apa yang pernah kau lakukan saat kuliah dulu?"
"...."
"Kalau orang-orang di perusahaan ini sampai tahu kau pernah mematahkan kaki seseorang, nama baikmu itu bisa hancur."
Ya. Dulu pas kuliah, Alia memang pernah membuat kaki seseorang sampai patah. Kalau tidak salah, sampai sekarang pun orang tersebut masih tak bisa berjalan dengan normal.
Apa pun alasan dia melakukannya, jika sampai orang-orang tahu hal ini, Alia tetap akan tersudutkan. makanya Alia yang dulu lebih memilih untuk menutup mulut Olivia menggunakan uang.
"Dan ada satu hal lain," lanjut Olivia. "Aku sedang bosan karena sudah semingguan ini jomblo. Bantu aku mendekati Pak Arya! Aku ini wanita yang selalu butuh kehangatan pria. Gak kayak dirimu yang alat kelaminnya pasti sudah karatan."
Olivia kira dia akan masih bisa mengintimidasi Alia seperti dulu-dulu. Dia tak tahu kalau Alia yang sekarang cenderung lebih gila.
Alia meletakan salah satu tangannya di pundak Oliva, kemudian ia membisikkan sesuatu dengan nada yang dingin, "Kau tahu aku pernah mematahkan kaki seseorang. Tapi kau masih saja berani mengancam ku?"
"...."
"Apa tidak pernah terlintas di pikiranmu, bahwa aku bisa saja membuatmu jadi korban kedua!"