NovelToon NovelToon
Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Adik Tiri Kesayangan Si Kembar

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Hazelnutz

Sejak bayi, Eleanor Cromwel diculik dan akhirnya diasuh oleh salah satu keluarga ternama di Kota Olympus. Hidupnya tampak sempurna dengan dua kakak tiri kembar yang selalu menjaganya… sampai tragedi datang.

Ayah tirinya meninggal karena serangan jantung, dan sejak itu, Eleanor tak lagi merasakan kasih sayang dari ibu tiri yang kejam. Namun, di balik dinginnya rumah itu, dua kakak tirinya justru menaruh perhatian yang berbeda.

Perhatian yang bukan sekadar kakak pada adik.
Perasaan yang seharusnya tak pernah tumbuh.

Di antara kasih, luka, dan rahasia, Eleanor harus memilih…
Apakah dia akan tetap menjadi “adik kesayangan” atau menerima cinta terlarang yang ditawarkan oleh salah satu si kembar?

silahkan membaca, dan jangan lupa untuk Like, serta komen pendapat kalian, dan vote kalau kalian suka

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Kilau lampu kristal dari hotel bintang lima itu berpendar ke segala arah, memantulkan cahaya hangat yang membias lewat jendela kaca besar. Lantai marmer yang dipoles hingga berkilau, suara sepatu hak tinggi para tamu yang lalu-lalang, dan aroma mawar putih segar yang menghiasi lorong hotel menambah kesan glamor malam itu.

Di salah satu ruangan private, jauh dari hiruk pikuk ballroom, pintu kayu elegan bertuliskan VIP Dressing Room perlahan tertutup rapat.

Di dalamnya, suasana benar-benar berbeda. Hening, hanya terdengar dentingan lembut kuas make up yang menyapu wajah. Elanor duduk tenang di depan cermin besar yang dipenuhi lampu bulat-bulat terang. Tangannya bertumpu manis di pangkuan, matanya setengah terpejam, membiarkan tangan sang MUA terkenal bekerja dengan presisi sempurna.

Bedak tipis menyatu dengan kulit porselennya, eyeliner ditarik halus, bibirnya dipulas dengan warna yang memancarkan kesan anggun. Setiap detail ditata bak seorang putri yang siap memasuki panggung dunia.

Sementara di sisi lain ruangan, Bella duduk dengan wajah setengah panik, setengah kagum. Matanya berkeliling, sesekali melirik MUA yang meriasnya.

“Gila La…” bisiknya pelan, suaranya bergetar. “Ini pertama kali gue ngerasain kayak gini. Rasanya kayak… bukan gue gitu. Muka gue kok bisa berubah jadi kayak artis Hollywood coba! Gue takut kalo pulang ke rumah, emak gue nggak ngenalin.”

Elanor membuka mata, menoleh sedikit sambil terkekeh kecil. “Santai aja, Bel. Emang itu kerjaan MUA terkenal, bikin orang biasa keliatan luar biasa.”

Bella menatap refleksinya di cermin, bibirnya terbuka lebar seolah nggak percaya. Rambutnya sudah ditata rapi dengan hiasan simpel elegan, riasan wajahnya halus tanpa berlebihan. Dia bahkan sempat cubit pipinya sendiri, memastikan kalau itu bukan mimpi.

Sementara itu, Elanor kembali memejamkan mata. Ada ketenangan sekaligus getaran halus di dadanya. Malam ini bukan sekadar pesta ulang tahun mendiang ayahnya… malam ini adalah panggung pertama dia tampil ke hadapan semua orang,

Setelah make up selesai, salah satu asisten MUA membuka pintu sebuah lemari besar di sisi ruangan. Lemari itu menjulang tinggi dengan pintu kaca bening, dan begitu terbuka—puluhan gaun malam menggantung rapi di dalamnya. Dari satin mengilap, renda elegan, hingga sequin berkilauan yang memantulkan cahaya lampu ruangan.

Bella langsung berdiri terpaku, mulutnya terbuka lebar seperti baru saja melihat pemandangan dunia lain.

“YA AMPUN, LA!” suaranya hampir memantul ke dinding. “Ini mah bukan lemari, ini surga fashion! Astaga, ada gaun yang kayaknya harganya bisa buat DP rumah!”

Elanor otomatis ngakak, sampai sempat nutup mulutnya biar nggak ketawa keras-keras. “Bel, lo lebay banget sumpah. Baru juga liat dress-dress begini, udah drama duluan.”

Bella melotot ke arah sahabatnya. “Lo ngomong gampang, La! Dari kecil lo udah biasa liat beginian. Sedangkan gue? Gue paling banter pake seragam sekolah sama hoodie belel. Nih, liat—” dia mencomot salah satu gaun berwarna emas, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. “Gue takut kalo pake ginian, nanti yang gue injek bukan lantai, tapi harga diri sendiri!”

Elanor langsung terbahak, sampai bahunya berguncang. “Astaga Bel, sumpah lo tuh selalu ada aja bahan bikin gue ketawa. Udah, coba dulu. Siapa tau ternyata lo cocok banget.”

Bella nyengir nggak yakin, lalu dengan ekspresi super serius ia menatap gaun-gaun itu satu per satu, seolah sedang memilih pasangan hidup. Dia bahkan mengelus kainnya pelan sambil bersuara lirih penuh dramatis, “Gaun yang mulia… siapakah di antara kalian yang terpilih menghiasi tubuh seorang rakyat jelata ini malam nanti?”

Elanor sampai hampir jatuh dari kursinya karena ngakak terlalu keras. “Bel, sumpah… lo tuh nggak ada obat!”

Sementara Bella asik dengan kelebayannya, Elanor perlahan menarik satu gaun berwarna biru sapphire dari lemari. Kainnya lembut, potongannya elegan dengan detail sederhana tapi menawan. Ia menempelkannya di depan tubuhnya, menatap pantulan di cermin. Untuk sesaat, ruangan itu terasa sunyi—karena gaun itu seperti benar-benar menyatu dengan auranya.

Bella yang tadinya heboh mendadak ikut terdiam, lalu bersiul pelan. “La… lo serius mau pake itu? Gila… kalo lo muncul di ballroom pake gaun itu, gue yakin semua kepala bakal noleh. Gue bahkan bisa ngebayangin suara BGM dramatis pas lo masuk.”

Salah satu asisten membawa gaun yang dipilihkan Elanor ke ruang pas, sementara Bella masih sibuk tarik-menarik antara dua dress: satu warna merah maroon dengan belahan tinggi, satunya lagi warna pink pastel penuh payet.

“Bel, lo pilih yang mana?” tanya Elanor sambil sudah mulai melepas jubah rias.

Bella menatap dua gaun itu kayak lagi ada di babak final acara Indonesia Mencari Bakat. “Duh La, ini pilihan tersulit dalam hidup gue. Yang merah bikin gue keliatan seksi kayak diva, yang pink bikin gue kayak peri kelinci manis. Gimana dong!?”

Elanor sampai geleng-geleng kepala. “Peri kelinci dari mana coba…”

Akhirnya Bella masuk ruang pas dengan gaun merah di tangan, dan nggak lama kemudian suara gaduh terdengar dari dalam.

“La! Sumpah gue nggak bisa nafas! Ini resletingnya nyangkut di punggung! Gue sumpah kayak sosis dibungkus plastik!”

Elanor yang sudah keluar ruang pas dengan gaun biru sapphire langsung ngakak sampai perutnya sakit. Gaun itu jatuh sempurna di tubuhnya, sederhana tapi elegan, membuatnya terlihat dewasa sekaligus anggun.

Sementara itu, Bella akhirnya berhasil keluar dengan wajah kusut, jalan terpincang-pincang karena belahan gaunnya terlalu tinggi. “La, gue keliatan keren nggak?” tanyanya dengan ekspresi pede.

Elanor menahan tawa keras-keras, bibirnya sampai bergetar. “Bel… lo keliatan kayak… kayak orang mau ikut audisi sinetron jahat jam prime time. Tinggal kurang ketawa ‘hahaha!’ aja.”

Bella langsung manyun. “Yee! Lo aja tuh yang kebetulan pake gaun cocok. Gimana gue nggak minder coba, lo udah kayak putri kerajaan, sedangkan gue… rakyat jelata yang nyasar.”

Elanor mendekat lalu merangkul bahu sahabatnya. “Hei, percaya deh Bel, lo cantik kok. Emang gaya lo beda, tapi itu yang bikin unik. Lo tuh kayak… penyegar suasana, ngerti nggak?”

Bella sempat terdiam, lalu matanya berkaca-kaca dramatis. “La… lo tuh sahabat terbaik gue… hiksss.”

Elanor menepuk jidatnya. “Ya ampun Bel, jangan lebay di momen begini juga dong.”

Elanor menoleh sambil nyengir tipis. “Justru itu tujuan gue, Bel.”

Ballroom hotel bintang lima itu berkilau dengan lampu kristal megah yang tergantung di langit-langit. Lantai marmer mengkilap memantulkan cahaya lilin yang tertata di setiap meja bundar, penuh dengan tamu-tamu penting, keluarga elit, hingga jurnalis dari berbagai media. Musik orkestra mengalun lembut, menambah atmosfer elegan malam itu.

Di tengah ruangan, Casandra berdiri anggun dengan gaun hitam panjang berpotongan klasik. Senyumnya penuh wibawa, tatapannya tenang—seolah semua orang yang hadir adalah pion dalam permainan catur yang ia kuasai sepenuhnya.

Dan ketika pintu besar ballroom terbuka, semua kepala serentak menoleh.

Elanor masuk.

Dress biru sapphire yang ia kenakan jatuh anggun mengikuti langkahnya, membuat sosoknya tampak seperti putri yang baru keluar dari kisah dongeng. Cahaya lampu kristal memantul di gaun itu, menegaskan kilaunya. Rona wajah tenang namun tatapan matanya yang dalam membuat banyak pasang mata tak bisa mengalihkan pandangan.

Di sampingnya, Bella melangkah dengan langkah setengah grogi. Tangannya gemetar sedikit saat memegang clutch mungilnya. Matanya membulat saat sadar semua orang sedang memandang ke arah mereka.

“El… El… sumpah demi apa, semua orang liatin kita,” bisiknya dengan senyum kaku.

Elanor cuma tersenyum kecil, menoleh sebentar ke sahabatnya. “Santai, Bel. Lo tuh kelihatan cantik kok.”

Bella menelan ludah. “Cantik apaan, La… gue lebih keliatan kayak badut begini.” Tapi meski wajahnya merah, ada secuil kebanggaan terselip di matanya, diam-diam ia senang bisa melangkah bersama sahabatnya yang tampil secantik itu.

Tak lama, perhatian beralih pada dua sosok lain yang masuk dari arah berbeda.

Daniel dengan tuxedo emas mengkilap, rambutnya tersisir rapi penuh gel. Setiap langkahnya tenang, penuh wibawa, seolah panggung itu memang miliknya. Tatapannya dingin, tapi aura karismanya sulit ditolak.

Berbeda jauh dengan Dominic. Ia tampil dengan tuxedo perak yang bagian atasnya terbuka santai, menampakkan sedikit dada bidangnya. Rambut hitamnya berantakan tapi justru menambah pesona liar. Anting kecil di telinga kirinya berkilau di bawah cahaya lampu. Ia berjalan dengan santai, bahkan sempat melempar smirk ke arah sekelompok tamu wanita yang langsung heboh berbisik-bisik.

Kontras dua saudara itu membuat ruangan seolah makin hidup, Daniel si “prince charming” yang formal, Dominic si “bad boy” yang berbahaya.

Di sisi lain, Casandra sempat melirik ke arah putrinya, Elanor. Wajahnya tetap tenang, tapi jelas terlihat ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Elanor yang dulu pendiam kini melangkah dengan percaya diri, menjadi pusat perhatian… sesuatu yang selama ini hanya Casandra nikmati.

Bella yang berjalan di samping Elanor menunduk setengah mati. Tapi dia berteriak dalam hati "Ya ampun, bestie gue glow up banget, gila ini kayak film Hollywood!"

Para tamu berdatangan menyapa Casandra, menyalami tangannya sambil melontarkan pujian basa-basi. “Madam Casandra, seperti biasa Anda terlihat anggun.”

Casandra hanya tersenyum tipis, membalas dengan anggukan kecil penuh wibawa.

Namun, beberapa tatapan mulai beralih. Bisik-bisik terdengar di antara kerumunan.

“Itu… Elanor Cromwel, ya?”

“Aku hampir nggak mengenalinya…”

“Cantik sekali… Dia lebih mirip mendiang Alexander daripada Madam Casandra.”

Elanor berusaha menjaga ekspresi tenangnya, meskipun dalam hati ia merasa sesak oleh tatapan-tatapan itu. Beberapa tamu mulai mendekat, menyalami, dan melontarkan pertanyaan basa-basi yang melelahkan.

“Halo Nona Elanor, sudah besar sekarang ya. Bagaimana sekolahmu?”

“Oh, gaunnya indah sekali. Pasti mahal?”

“Anda sangat mirip dengan ayah anda Elanor…”

Ela tersenyum sopan, tapi matanya sudah lelah. Di belakang, Bella yang duduk di kursi VIP paling depan menggenggam clutch-nya erat-erat sambil bergumam lirih, “Astaga La, lo kayak artis yang diserbu fans.”

Lalu, di tengah hiruk pikuk itu, sebuah suara tenang muncul dari samping.

“Mari, Nona.”

Elanor menoleh. Rafael berdiri di sana. Kali ini bukan dengan seragam kasual sekolah, tapi dengan setelan manservant hitam, rompi hitam yang pas badan, kemeja putih bersih, dasi kupu-kupu yang rapi di lehernya. Aura tenang dan elegan terpancar jelas, membuatnya tampak seperti bagian resmi dari acara ini.

Tatapannya lembut, senyum kecil menghiasi wajahnya, seakan memberi jalan keluar pada Elanor yang hampir tenggelam dalam serbuan tamu.

Elanor tertegun sebentar. “Ra…” bisiknya, sedikit lega.

Rafael membungkuk sedikit dengan gaya formal, tangannya terulur. “Izinkan saya mengantar Nona ke panggung.”

Tanpa pikir panjang, Elanor menyambut uluran itu. Tamu-tamu yang semula mengerubunginya langsung terdiam sejenak, terkejut melihat bagaimana Rafael memperlakukan putri Cromwel. Dengan langkah anggun, Rafael menuntunnya menjauh dari kerumunan.

Bella yang melihat dari kursinya langsung heboh sendiri. Ia menepuk-nepuk pipinya, hampir berteriak, “YA AMPUN KAYAK DRAMA KOREA!!” tapi buru-buru menutup mulutnya karena sadar semua orang menoleh.

Di atas panggung, Elanor dan Rafael berdiri di sisi Casandra dan kedua kakaknya. Sorotan lampu menyinari mereka, membuat sosok-sosok Cromwel tampak semakin berwibawa.

Daniel tetap dengan ekspresi tenang, Dominic dengan smirk setengah malasnya, Casandra dengan senyum penuh kendali. Tapi hanya Rafael yang sesekali melirik ke arah Elanor dengan senyum tipis, seolah diam-diam mengatakan: Tenanglah, gue ada di sini.

Dan di kursi VIP paling depan, Bella menepuk-nepuk paha sendiri, berusaha menahan jeritan fangirl dalam hatinya.

1
Nanabrum
Ngakakk woyy😭😭
Can
Lanjuuutttt THORRRRR
Andr45
keren kak
mirip kisah seseorang teman ku
air mata ku 😭
Andr45
wow amazing 🤗🤗
Can
Lanjut Thor
Cikka
Lanjut
Ken
Semangaaat Authooor, Up yang banyakk
Ken
Udah ngaku ajaaa
Ken
Jangan tidur atau jangan Pingsan thor😭😭
Ken
Nahh kann, Mulai lagiii🗿
Ken
Wanita Kadal 02🤣🤣
Ken
Bisa hapus karakter nya gak thor🗿
Ken
Kan, Kayak Kadal beneran/Panic/
Ken
Apaan coba nih wanita kadal/Angry/
Vytas
mantap
Ceyra Heelshire
gak bisa! mending balas aja PLAK PLAK PLAK
Ceyra Heelshire
apaan sih si nyi lampir ini /Panic/
Ceyra Heelshire
wih, bikin novel baru lagi Thor
Hazelnutz: ehehe iyaa😅
total 1 replies
RiaChenko♥️
Rekomended banget
RiaChenko♥️
Ahhhh GANTUNGGGGG WOYYY
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!