NovelToon NovelToon
Bukan Menantu Biasa

Bukan Menantu Biasa

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Saudara palsu
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Wahyuni Soehardi

Amira menikah dengan security sebuah pabrik di pinggiran kota kecil di Jawa Timur. Awalnya orang tua Amira kurang setuju karena perbedaan status sosial diantara keduanya tapi karena Amira sudah terlanjur bucin maka orang tuanya akhirnya merestui dengan syarat Amira harus menyembunyikan identitasnya sebagai anak pengusaha kaya dan Amira harus mandiri dan membangun bisnis sendiri dengan modal yang diberikan oleh orang tuanya.

Amira tidak menyangka kalau keluarga suaminya adalah orang-orang yang toxic tapi ia berusaha bertahan sambil memikirkan bisnis yang harus ia bangun supaya bisa membeli rumah sendiri dan keluar dari lingkungan yang toxic itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyuni Soehardi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 20

Gunadi dan adiknya berpamitan dengan keluarga bu Asih dengan tangan hampa.

“Mas bagaimana ini. Agus bersikeras tidak mau membagi warisannya. Kita menuntut pun tidak ada gunanya.” Kata Dewi.

“Hari ini mereka panen, sebelum mereka menyetor hasil panen ke Agus lebih baik kita dahului saja toh mereka tidak kenal dengan Agus.” Jawab Gunadi.

Mereka tidak langsung pulang melainkan pergi menemui petani yang dibayar ibunya untuk menggarap sawahnya.

“Assalamualaikum,” Gunadi mengucapkan salam.

“Waalaikumsalam,” suara dari dalam menyahut salam itu.

Hari itu belum terlalu larut malam. Tapi didesa tempat tinggal keluarga Gunadi sudah seperti malam hari karena cukup terpencil. Hanya suara jangkrik dan binatang malam yang memecah kesunyian andai tidak ada manusia yang bersuara.

“Sinten nggeh?” (Siapa ya) Tanya yang menjawab salam itu.

“Kulo putrane bu Ratih almarhum bade sowan pak Temon.” (saya anaknya bu Ratih almarhum mau bertemu dengan pak Temon) Jawab Gunadi.

“Woo….monggo pinarak rumiyen, bapak taksih sholat,” (mari silahkan masuk, bapak masih sholat) jawab seorang wanita yang mungkin istri pak Temon.

Gunadi dan Dewi menunggu di ruang tamu rumah yang sederhana itu. Tak lama wanita yang tadi kembali dengan menyuguhkan kopi dan cemilan ala pedesaan yaitu ubi rebus.

“Monggo dipun sekecak’a ken (mari silahkan jangan sungkan) kata ibu itu dengan ramah. Kemudian ia kembali ke belakang.

Seorang laki-laki yang biasa datang menemui bu Ratih setiap bulan muncul dan menyalami keduanya. Dia sudah mengenal anak sulung tiri bu Ratih.

“Mas Gunadi to, nembe mawon kulo bade sowan panjenengan tapi sampun kedisikan.” Sapanya (mas Gunadi to, baru saja saya mau berkunjung kesana tapi sudah keduluan).

“Begini pak Temon. Saya kemari mau membahas hasil panen ibu saya kata Dewi. Biasanya sewaktu ibu masih hidup kan pak Temon setor hasil panennya ke ibu. Nah berhubung ibu sudah meninggal bagaimana kalau kali ini saya sebagai anak kandung ibu meminta hasil panen sawah ibu? Tanya Dewi.

“O begitu, iya tidak apa-apa mbak Dewi. Saya sih tidak keberatan. Sebentar saya ambilkan.” Jawab pak Temon sambil bangkit berdiri dan berlalu dari hadapan kedua tamunya.

Tak lama pak Temon kembali sambil membawa segepok uang di dalam amplop coklat.

“Meniko mbak Dewi, rinciannya ada didalam amplop. Besok hasil panen berupa beras akan saya kirim besok saja ya.” Tanya nya.

“Iya pak tidak apa-apa.” Jawab dewi sambil menerima amplop berisi uang itu.

“Kalau begitu kami langsung pamit pak Temon, terimakasih atas kebaikan hati bapak.” Kata Gunadi.

Mereka berdua keluar dari rumah pak Temon dan cepat-cepat pulang ke rumah mereka.

Saat itu di rumah bu Asih mereka sedang makan malam. Kali ini mereka makan ayam goreng beserta tumisan sayuran dengan sambal buatan ibu.

Setelah pertemuan dengan Gunadi dan Dewi perasaan Agus menjadi tidak enak.

“Mas Dedy kapan kita bertemu dengan orang yang bekerja pada ibuku? Aku tidak tahu siapa mereka dan dimana rumahnya.” Kata Agus kepada sepupunya itu.

“Besok kita temui mereka di sawah ibumu saat mereka bekerja. Kalau tidak salah sekarang lagi musim panen. Sebaiknya kau bawa surat kematian ayah kandungmu dan surat ahli waris dari ayah kandungmu serta surat tanahnya.” jawab Dedy.

“Baiklah terus terang perasaanku jadi tidak enak setelah kedatangan anak tiri ibuku.” kata Agus.

Keesokan harinya setelah sarapan. Dedy mengantarkan Agus ke sawah ibunya almarhumah. Dia membonceng Dedy dengan motor istrinya.

Adiknya saat itu sudah mulai masuk sekolah dan bersekolah disekolah barunya.

Mereka berangkat bersamaan. Adiknya ke sekolah sedangkan Dedy dan Agus ke sawah ibunya.

Sesampainya di sawah uwak Ratih. Dedy dan Agus bertanya kepada petani yang sedang bersiap-siap bekerja di sawah itu.

“Selamat pagi pak. Saya mau bertanya apa benar ini sawah bu Ratih almarhumah?” Tanya Agus.

“Iya benar mas, ada apa ya?” jawabnya

“Kenalkan saya Agus anak kandung dari ibu Ratih dengan suami pertamanya yang memiliki sawah ini.” Agus memperkenalkan dirinya sambil mengulurkan tangannya untuk mengajak bersalaman.

“Woo…. kenalkan saya Didit petani yang menggarap sawah bu Ratih.” Katanya sambil menyambut uluran tangan Agus.

“Itu mandornya namanya pak Temon.” Katanya sambil menunjuk kearah laki-laki berusia 40 an tahun dan bertubuh kekar dan kebetulan sedang melihat kearah mereka. Lalu berjalan menghampiri mereka setelah melihat Didit melambaikan tangan kearahnya.

“Pak Temon ini ada anak kandung nya bu Ratih dari suami pertamanya yang katanya pemilik sawah ini.” Kata Didit memperkenalkan Agus.

Pak Temon nampak terkejut tapi dia mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Agus.

“Bisa kita bicara sebentar pak?” Tanya Agus.

“Iya silahkan mari kita bicara di rumah bu Ratih yang ada disawah ini,” jawabnya sambil mengajak keduanya mengikutinya.

Pak Temon mempersilahkan Agus dan Dedy duduk. Kemudian menunggu keduanya berbicara.

“Begini pak Temon saya kemari untuk menjelaskan bahwa sawah yang sekarang di garap oleh pekerja yang panjenengan mandori adalah milik ayah kandung saya. Suami pertama ibu saya.”

“Ini surat sawahnya dan ini surat kematian ayah kandung saya, dan ini surat ahli waris dari ayah kandung saya.” Agus menerangkan sambil memberikan surat-surat yang dibawanya untuk diperiksa pak Temon.

Pak Temon mengambil surat-surat itu dan memeriksanya. Dahinya berkerut. Lalu bertanya.

“Apa anak-anak bu Ratih yang lain tahu tentang hal ini”

“Ya mereka tahu pak. Dan mereka bermaksud meminta surat tanah ini dari saya. Tapi tentu saja saya tidak akan memberikannya karena sawah ini bukan harta Gono gini antara ibu saya dengan suami barunya. Ini adalah harta warisan ayah kandung saya almarhum dengan ibu saya.” Agus menjelaskan.

Pak Temon menepuk jidatnya dan termenung. Lalu dia berkata “saya tidak tahu kalau bu Ratih menikah dua kali. Setahu saya suaminya ya pak Rahmat yang sekarang ini. Berarti tadi malam…”

Dia berhenti.

“Ada apa pak?” Tanya Agus.

“Begini mas Agus, tadi malam mas Gunadi dan adiknya Dewi datang menemui saya untuk meminta hasil panen terakhir. Dan saya terlanjur memberikan hasil penjualan padi dari sawah ibu sampeyan tapi beras dan kedelai dan sayur-sayuran rencana baru akan saya kirim hari ini.” Kata pak Temon.

“Wah kita kecolongan kali ini pak. Bagaimana ini? Apa bisa kita urus dengan Gunadi?” Tanya Agus lagi.

“Ya tentu bisa mas, ini tanggung jawab saya.” Jawabnya.

“O ya saya juga ingin memperkenalkan sepupu kandung saya ini namanya mas Dedy. Dia nanti yang akan menyewa sawah ibu saya dan nanti urusan sawah ibu saya urusannya sama mas Dedy ini.” Kata Agus.

“Bagaimana dengan pekerjanya pak? Apakah akan ada perubahan?”

“Tidak pak biar saja yang sudah lama bekerja di sawah uwak Ratih tetap bekerja seperti biasanya. Pak Temon kalau mau tetap bekerja dengan kami monggo kita bisa sama-sama menggarap sawah yang saya sewa. Nanti saya turun tangan sendiri.” Kata Dedy.

“Baiklah kalau begitu. Sekarang sebaiknya kita temui mbak Dewi karena semalam dia yang menerima uangnya.” Kata pak Temon sambil bangkit mengajak tamunya meninggalkan tempat itu untuk pergi menemui Dewi.

1
Nadira ST
thor smoga keluarga mertua Amira baik terus ya jangan sampai berubah jahat
Diah Susanti
kalau yang aq baca sampai sini sih, yang toxic cuma kakak iparnya saja. ibu dan ani juga baik, semoga gk dibikin berubah sama othor😁😁😁
Sri Wahyuni
😍
Sri Wahyuni
Amira benar kakak ipar harus dilawan KLO ngelunjak
Sri Wahyuni
Amira pinter bgt
Sri Wahyuni
Bagus ceritanya n tidak belibet
Ceritanya bagus kak, reletabel sama kehidupan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!