Siapa sangka, menabrak mobil mewah bisa berujung pada pernikahan?
Zuzu, gadis lugu dengan serangkaian kartu identitas lengkap, terpaksa masuk ke dalam sandiwara gila Sean, cassanova yang ingin lolos dari desakan orangtuanya. Awalnya, itu hanya drama. Tapi dengan tingkah lucu Zuzu yang polos dan penuh semangat, orangtua Sean justru jatuh hati dan memutuskan untuk menikahkan mereka malam itu juga.
Apakah pernikahan itu hanya permainan? Atau, sebuah takdir yang telah ditulis untuk mereka?
Mampukan Zuzu beradaptasi dengan kehidupan Sean yang dikelilingi banyak wanita?
Yuk, ikuti kisah mereka dengan hal-hal random yang dilakukan Zuzu!
Happy Reading ☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelramstrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siasat
Sandrina masih berdiri di luar rumah sambil memerhatian kepergian putranya. Setelah mobil itu menghilang dari pandangan, sebuah mobil terlihat melintas. Wanita itu menyipitkan mata sambil menyentuh dada, perasaan resah bergelayut dalam dada.
"Aku percaya pada Zuzu, tapi aku tetap saja merasa khawatir." Wanita itu terdiam sejenak, jantungnya berdegup kencang. "Aku harus pastikan jika Bianca nggak berbuat nekad." Dia berjalan dengan terburu-buru masuk ke dalam rumah.
"David!" Sandrina berseru, sambil melangkah menaiki anak tangga menuju ruang kerja suaminya.
Sandrina membuka pintu, dan melihat suaminya tengah duduk di kursi sambil menatap ke layar laptop. Wajah pria itu serius, urat lehernya nampak menegang.
Melihat istrinya datang, David segera menghentikan pembicaraannya dengan beberapa rekan kerja dan menutup laptop. "Ada apa, honey?" tanyanya lembut, ekspresinya mendadak berubah menjadi lebih santai.
Sandrina berjalan dengan anggun, dia duduk di atas pangkuan suaminya dan melingkarkan tangan di leher pria itu. "David, kirim seseorang untuk memantau Sean dan Zuzu."
David mendekap pinggang istrinya. Sorot mata pria itu selalu penuh cinta saat memandang wajah tanpa cela wanita yang dia cinta. "Untuk apa, honey? Biarkan mereka bulan madu dengan tenang."
"David…" Sandrina merengek, bibirnya mengerucut. "Aku khawatir Bianca melakukan sesuatu yang keji pada Zuzu. Aku curiga dia menyiapkan rencana jahat untuk menantu kita." Kakinya berayun-ayun manja di udara.
David menghela napas panjang, lalu menganggukkan kepala. Dia tidak bisa mengatakan tidak untuk permintaan istrinya.
"Baiklah, honey. Apapun untukmu…," katanya membuat senyum di wajah Sandrina mengembang. Dia mengambil ponsel dari meja kerja dan menghubungi seseorang.
"Ikuti mobil Sean. Awasi dia dan istrinya. Pastikan mereka baik-baik saja." Tanpa menunggu jawaban, david mematikan sambungan telepon dan melempar pelan ponselnya kembali ke atas meja.
Dia kemudian merengkuh tubuh istrinya lebih erat sambil tersenyum lebar. "Apa sekarang kamu sudah tenang, honey?"
Sandrina mengangguk sambil mengulum senyum. Manik matanya mengerling menggoda. "Kamu nggak pernah mengecewakan aku, David. Kamu yang terbaik," bisiknya. Dia tertawa saat David mendusel-dusel hidung di setiap sudut wajahnya. Seperti biasa, hubungan keduanya selalu terasa hangat dan penuh kasih.
---
Setelah menghabiskan waktu cukup lama di perjalanan, mobil yang dikendarai Sean akhirnya masuk ke area pantai. Hari sudah gelap, namun keramaian tak surut. Di sekitar pantai, lampu-lampu sorot terang dari bar dan restoran menyala, menerangi siluet orang-orang yang berlalu lalang.
Akan tetapi, sebelum mobil itu berhenti, Zuzu sudah melongokan kepala keluar lewat jendela. Dia melihat hamparan air yang beriak lembut.
"Sean, kita di pantai?!" seru Zuzu, ceria. Ia segera memegangi kacamata yang hampir terlepas karena terpaan angin di wajahnya.
Sean melirik istrinya yang bertingkah konyol, lalu menarik baju bagian belakang Zuzu. "Zuzu, duduk!" titah Sean.
Zuzu kembali masuk dan duduk sambil tersenyum lebar. "Aku sudah lama gak liburan ke pantai, Sean. Terakhir saat aku masih SMP sama Abah dan Umi. Tapi, Abah malah mabuk kendaraan dan di pantai, aku malah sibuk mengerok punggungnya karena masuk angin,” cerita Zuzu, matanya berbinar senang.
Sean tidak menggubris, pria itu segera menghentikan mobil di depan sebuah villa. Baru saja pria itu akan melepas sabuk pengaman, Zuzu sudah melesat keluar dari mobil dan berlari menuju bibir pantai.
"Astaga, bocil!"
Sean menghela napas dan turun dari mobil. Begitu sepatu pantofel-nya menginjak pasir putih, semilir angin berhembus kencang, menerbangkan rambut yang sedikit panjang.
Dari kejauhan, dia memperhatikan Zuzu yang sudah tengkurap di pasir, menyambut kedatangan ombak. Rambutnya basah dan wanita itu terlihat sangat gembira.
Seorang penjaga villa menghampiri dengan langkah tergesa. Sean segera meminta pria itu membawakan koper miliknya menuju kamar. Sedangkan dia memakai kacamata dan berjalan dengan gagah menghampiri istrinya.
"Ini lebih terlihat seperti liburan keluarga. Di mana seorang ayah mengasuh putri kecilnya," decak Sean.
"Sean, ayo!" seru Zuzu. Wanita itu duduk di atas pasir yang basah sambil menekuk lutut, dan menghentak-hentak kaki ke pasir.
"Zuzu, ini sudah malam. Main airnya besok saja. Ayo, cepat masuk! Nanti kamu hilang, aku juga yang repot!" teriak Sean, dia berdiri cukup jauh dari posisi Zuzu, khawatir sepatu dan celananya basah.
Zuzu bangkit dan berlari kecil menghampiri suaminya. Tubuhnya yang basah kuyup, siap memberi pelukan pada Sean, namun pria itu justru mendorong dahinya cukup kuat.
"Diam di sana! Aku nggak berniat main air malam-malam begini," ujar Sean dengan ketus.
Bibir Zuzu mengerucut. Kacamata yang menggantung di hidungnya sudah nampak kotor oleh pasir.
"Ayo, cepat masuk dan ganti baju! Jangan banyak tingkah!" titah Sean, lalu menarik tangan istrinya.
Zuzu bergeming, lalu menggelengkan kepala saat melihat Sean menoleh ke arahnya. "Sean, gendong aku!" pinta Zuzu, sambil melompat-lompat. Dia merentangkan tangan dan memasang ekspresi penuh harapan.
"Gak usah banyak nuntut. Cepat jalan!" Lagi, Sean menarik tangan Zuzu.
Zuzu menghentak-hentakkan kaki sambil mengerucutkan bibir. "Tapi, gendong!" pinta Zuzu, seperti seorang anak yang merengek ingin dibelikan permen pada ayahnya.
Sean mendengus dingin lalu mengangkat tubuh Zuzu dengan enteng. Pemandangan itu benar-benar nampak seperti seorang anak kecil yang dipangku ayahnya.
"Ayo, Sean. Aku sudah kedinginan," ujar Zuzu, sambil meletakkan kepala di bahu suaminya. Bibirnya bergetar, dan tubuhnya terasa menggigil.
Sean membuang napas berat, lalu mulai melangkahkan kaki menuju villa mereka. Begitu tiba di depan pintu, Sean menurunkan tubuh Zuzu membuat wanita itu cemberut, kecewa.
"Kita belum sampai kamar," keluh Zuzu.
"Kamu jalan saja sendiri. Aku akan cari tukang masak untuk menyiapkan makan malam," balas Sean sambil membukakan pintu lebar-lebar. Dia sedikit menunduk, untuk melihat wajah istrinya yang setinggi dada.
"Tapi, aku gak tahu kamar kita yang mana," alibi Zuzu. Padahal, dia sangat khawatir suaminya menemui Bianca di sana.
"Kamu cari saja. Villanya juga gak begitu luas," kata Sean, datar. "Aku akan segera menyusul."
Zuzu dengan berat hati akhirnya menganggukkan kepala. Dia sudah tidak tahan dengan rasa dingin yang mengigit. Wanita itu segera berlari pergi dari hadapan suaminya.
Sementara itu, sepeninggalan Zuzu, Sean merogoh saku jasnya dan mengeluarkan ponsel. "Bianca, di mana kamu? Jangan datang! Biar aku yang menemui kamu nanti setelah istriku tidur!" ketik Sean lalu mengirimkan pesan tersebut pada sekretarisnya.
Tak lupa, dia juga mengirimkan pesan pada pegawai villa untuk menyiapkan makan malam untuknya dan Zuzu. Setelah itu, dia pergi menyusul istrinya.
Sean membuka pintu perlahan, matanya menyipit, sudut bibirnya tertarik membentuk sebuah seringai.
"Sejak kapan kamu pandai menggodaku seperti ini, Zu?" Suara Sean berat. Dia melangkah mendekati ranjang, di mana seseorang yang menggunakan lingerie berwarna merah duduk di tengah ranjang, membelakangi pintu.
Sean melepaskan jas dan dilempar sembarang, lalu merangkak naik ke atas ranjang dan memeluk sosok itu.
"Zuzu…" Dia mencium pundak terbuka nan halus itu, sambil menghirup aromanya dalam-dalam.
Akan tetapi, kening Sean berkerut bingung saat menyadari ada yang berbeda dengan bentuk tubuh istrinya. Sosok yang berada dalam pelukannya itu lebih ramping dan memiliki leher jenjang. Dan belum sempat keterkejutan itu terjawab, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka.
"Sean, kamu bersama siapa?" tanya Zuzu, suaranya pelan, namun penuh keterkejutan.
Bersambung...