Area ehem ehem! Yang bocil harap Skip!!!
Bagi Candra, sang Casanova, tidak ada perempuan yang bisa dia ajak serius untuk menjalin suatu hubungan setelah merasa hidupnya hancur karena perceraian sang ayah dan ibunya.
Perempuan bagi Candra adalah miniatur, pajangan sekalian mainan yang hanya untuk dinikmati sampai tetes terakhir.
Namun, kehadiran Lila, seorang gadis yang kini menjadi adik tirinya, membuat dia harus memikirkan ulang tentang cinta. Cinta dan benci hadir bersamaan dalam indahnya jalinan kasih terlarang.
Lalu bagaimana jika larangan itu tetap dilanggar dan sudah melampaui batas?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbius
Candra berkali-kali menoleh kepada Kalila yang masih terpejam. Ia benar-benar khawatir sekali, tadinya ia sudah hampir sampai di depan gerbang rumah mewah papa Mahesa. Namun, ia memilih putar balik setelah banyak sekali pertimbangan dalam hatinya. Ia tidak mau nanti para pelayan juga staff keamanan dan supir di rumah jadi curiga dan tak sengaja bercerita yang tidak-tidak kepada ayahnya. Candra sangat tahu, kebiasaan papa Mahesa ketika ia pulang dari luar negeri adalah mencari informasi apa saja yang terjadi di rumah ketika ia tak ada. Akan runyam dan rumit. Candra malas menjelaskan panjang lebar semua itu.
Jadi sekarang, Candra sudah berada di sebuah basement gedung apartemen. Tanpa sepengetahuan papanya, Candra sudah membeli salah satu apartemen di dalam gedung itu. Ia kerap pulang ke sana saat dulu kerap bertengkar dengan papa juga saat di hari pernikahan papanya dengan mama Belina. Di sanalah Candra berada saat itu.
Selama di dalam lift menuju lantai apartemen, Candra jadi tersadar, ia sudah lama tak kembali ke sana semenjak ada keluarga baru di dalam rumahnya. Candra kemudian menatap Kalila yang masih pingsan.
"Bella ngapain sih pake acara nyuruh ini anak lembur segala?" tanya Candra kepada dirinya sendiri. Sepertinya ia harus mulai menegur Bella agar tidak semena-mena, seolah dia adalah pemilik perusahaan. Geram Candra jadinya.
Lift kemudian terbuka, Candra melangkah tenang, membawa Kalila lalu mulai menekan passcode. Pintu terbuka, ia segera meletakkan Kalila di atas ranjang kamar di dalam apartemennya.
Candra mengusak rambutnya. Harusnya sekarang dia sedang bersenang-senang bersama kedua sahabatnya. Apalagi, malam ini ada acara party ulang tahun Rendi yang sudah sedari tadi meneleponnya.
"Sorry, gue gak bisa. Ada yang bener-bener mesti gue lakuin sekarang. Sorry banget." Candra berkata dengan mimik rasa bersalah karena tidak bisa datang malam itu.
"Payah lo, Can! Cewek-cewek udah pada nanyain lo semua, nih. Walaupun yang punya acara gue, tetap aja yang dicariin elo. Lah, lo kagak dateng lagi, apa yang mesti gue bilang sama mereka?"
"Udahlah, lo kasih aja ke Vino. Biar dia selesain tuh cewek-cewek gatel."
"Kurap kali Can gatel," dengus Rendi kesal.
"Hahahaha, udahlah. Sekali-kali gue gak dateng. Udah ya, beneran gue ada kerjaan penting."
"Gue curiga nih jangan-jangan elo lagi sama step ..."
"Apaan sih lo? Udah-udah makin ngaco makin lama." potong Candra cepat sebelum Rendi berpikir yang tidak-tidak lagi. Lalu ia juga segera mematikan sambungan telepon.
Candra kembali menatap Kalila yang masih belum sadar. Ia mencoba mencari minyak angin di dalam kotak obat dan ia menemukannya.
Ia segera mendekatkannya ke hidung Kalila. Beberapa saat kemudian, Kalila mulai bergerak. Lalu perlahan matanya terbuka, ia mengerjap-ngerjapkannya berusaha memaksimalkan penglihatan yang langsung menangkap cahaya lampu.
Ia memegang kepalanya, terasa pusing sisa ketidaksadarannya barusan. Awalnya ia masih bingung dengan keadaan. Tapi setelah matanya bertemu pandang dengan Candra ia segera membuka lebih lebar pupil matanya.
"Ngapain kamu di sini?!" Kalila meraih bantal guling lalu menghempas-hempasnya ke tubuh Candra yang berusaha menghindari serangan brutal dari adik tirinya itu. Jadi menyesal Candra sudah menyelamatkannya tadi!
"Berhenti, Woi! Gak tahu makasih lo ya, gue udah selametin lo! Malah dituduh enggak-enggak!"
Kalila berhenti, ia segera memandang Candra.
"Siapa yang percaya? Tampang kamu mes*m begini! Kamu ngapain ada di sini?!"
"Eh, sebelum lo marah-marah gak jelas, lo lihat dulu lo lagi dimana! Gue bawa elo ke sini, ke apartemen gue setelah elo pingsan di ruangan gue! Ngapain juga lo masih di sana udah tahu udah malem bukannya pulang?!"
Kalila memandang Candra lagi yang sekarang balik kesal menatap dirinya. Ia memandang sekeliling. Benar, ini bukan ruangan Candra apalagi kamarnya di rumah papa Mahesa.
Kalila coba mengingat apa yang terjadi ia teringat laporan yang menumpuk, ia teringat ruangan yang sepi, waktu yang semakin larut kemudian ia tidak ingat apa-apa lagi.
"Kamu keterlaluan! Kamu dan sekretaris kamu itu benar-benar keterlaluan!" hardik Lila sambil menunjuk-nunjuk wajah Candra dengan kesal sekali lagi ia meraih bantal dan menghempaskannya lagi ke tubuh Candra. Candra membiarkan lalu setelah dirasa cukup puas, ia segera menangkap tangan Kalila.
"Bukan gue yang nyuruh lo lembur, Lila. Biar gini, gue paling anti nyuruh karyawan gue lembur," ujar Candra dengan mimik serius.
"Bohong! Mbak Bella sendiri yang bilang waktu itu kalau berkas laporan itu semuanya harus selesai dalam waktu satu hari dan aku harus lembur dan itu atas perintah kamu!"
"Sumpah mati bukan perintah gue. Bella ngada-ngada. Lagian lo bego banget mesti percaya sama dia."
Candra beranjak menuju dapur. Lalu masuk kembali membawa segelas air putih dan menyerahkannya kepada Kalila.
"Minum dulu, biar otak lo cepat singkron."
Kalila menerima gelas berisi air putih itu lalu menegaknya sampai habis. Pingsan membuatnya haus bukan main.
"Aku mau pulang," ujar Kalila seraya turun dari ranjang. Candra menarik lengan Lila hingga membuat Kalila terjerembab merapat ke tubuh lelaki itu.
"Lo gila, apa kata orang-orang di rumah lo pulang jam segini?"
"Loh kenapa? Apa bedanya coba sama kamu. Lepas gak?!"
"Beda, gue ini anak laki dan udah biasa pulang subuh. Elo kan anak baik."
Kalila melotot. Jelas sekali Candra saat ini seperti sedang menyindir dirinya.
"Terserah apa kata kamu aku pengen pulang. Lepasin tangan aku kalau enggak aku teriak!"
"Lo suka banget ngancem orang kayak gitu ya, jadi seolah-olah orang itu mau ngelakuin hal yang nggak-nggak sama lo." Sinis Candra.
"Loh, emang bener kamu mes*m kok. Wajar dong aku ngomong kayak gitu!"
"Gue bilang enggak usah pulang ya gak usah pulang! Bantah banget sih lo nggak denger!"
"Aku aku bilang aku mau pulang mas Candra. Kamu pikir dengan kita berdua kayak gini, orang-orang gak bakal mikir yang macam-macam tentang kita? Aku masih waras, aku nggak akan pernah mau nurutin kamu kali ini!" Kalila berkata masih dengan berusaha memberontak dari rengkuhan Candra yang menahan dirinya. Candra sendiri hanya menatap adik tirinya itu dengan senyum menyeringai.
"Gue nggak ngapa-ngapain lo, Kalila. Gue nolongin lo dari tadi. Pikiran lo terlalu kotor nilai gue!"
"Terus ini apa, Mas Candra? Dari tadi kamu nahan aku terus! Lepasin aku, kalau nggak, aku teriak ya!" ancam Kalila lagi.
Candra sama sekali tidak melepaskan Kalila. Keduanya kini saling menatap dengan tajam. Kalila menatap kakak tirinya itu dengan bengis.
"Gue ajarin lo ya gimana cara teriak dengan baik dan benar!"
Alarm bahaya seketika berbunyi dari kepala Kalila. Apalagi setelah itu, Candra dengan gerakan cepat langsung membalik tubuh adiknya hingga ia terhempas ke atas ranjang. Lalu Candra mendekat, mendidih Kalila yang sudah menahan napas karena berat tubuh Candra malah membuat dia tergelitik membuatnya mendamba sesuatu yang lain. Beberapa saat keduanya terbius dalam suasana yang mulai panas membakar sensasi lain dari alam bawah sadar mereka untuk melakukan hal yang lebih gila.