NovelToon NovelToon
Once Mine

Once Mine

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Romansa / Slice of Life / Dark Romance
Popularitas:7.4k
Nilai: 5
Nama Author: Just_Loa

Sara Elowen, pemilik butik eksklusif di Paris, hidup dalam ketenangan semu setelah meninggalkan suaminya-pria yang hanya ia nikahi karena perjanjian.

Nicko Armano Velmier bukan pria biasa. Ia adalah pewaris dingin dari keluarga penguasa industri, pria yang tak pernah benar-benar hadir... sampai malam itu.

Di apartemen yang seharusnya aman, suara langkah itu kembali.
Dan Sara tahu-masa lalu yang ia kubur perlahan datang mengetuk pintu.

Sebuah pernikahan kontrak, rahasia yang lebih dalam dari sekadar kesepakatan, dan cinta yang mungkin... tak pernah mati.

"Apa ini hanya soal kontrak... atau ada hal lain yang belum kau katakan?"

Dark romance. Obsesif. Rahasia. Dan dua jiwa yang terikat oleh takdir yang tak pernah mereka pilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just_Loa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Stay

Dia tidak bisa ke mana-mana.

Sebuah kalimat yang terus berdengung, seakan ditanam paksa di otaknya, mengganti semua harapan dengan kehampaan.

Sara mengusap jemarinya sendiri perlahan, seolah mencoba memastikan bahwa ia masih hidup.

Ia bangkit perlahan dari sofa. Kakinya gemetar, tapi langkahnya tetap ia paksa .

"Sofia?" panggilnya lirih.

Wanita paruh baya itu segera muncul dari arah dapur, dengan senyum tenang dan gerak yang terlatih. Wajahnya selalu teduh, langkahnya tak pernah membuat gaduh.

"Aku... ingin keluar sebentar." suara Sara hampir seperti bisikan.

Sofia mengangguk lembut. "Tentu, Nona. Akan saya siapkan."

Beberapa menit kemudian, sebuah mobil hitam dengan kaca gelap meluncur perlahan keluar dari basement.

Sara duduk di kursi tengah, mengenakan mantel krem tipis dan syal lembut melingkari lehernya. Jendela dibuka sebagian. Udara sore itu menyentuh wajahnya dengan dingin musim semi yang belum benar-benar reda, tapi menyegarkan.

Di seberangnya, Sofia duduk dalam diam. Rafael ada di depan bersama sopir pribadi, memandangi pemandangan kota yang perlahan berganti menjadi wilayah pesisir.

Tujuan mereka bukan pusat kota.

Tapi pantai itu hanyalah hamparan kecil di pinggiran kota. Letaknya jauh dari keramaian, dan jarang sekali ada orang yang datang ke sana.

Mobil berhenti di tepi jalan berbatu. Dari sana, jalan setapak kecil menurun langsung ke bibir laut. Tak ada turis. Hanya debur ombak dan garis langit yang kosong.

Sara melangkah turun pelan, menapaki pasir yang belum sepenuhnya mengering. Angin asin menyambutnya, menggulung pelan ujung mantel dan mengibaskan helaian rambutnya.

Langit menjelang senja menggantung murung di atas kepala, seperti matanya yang tak sanggup menangis tapi juga tak bisa berpaling.

Ia terus berjalan menyusuri garis pantai, membiarkan sepatunya tenggelam sebentar lalu terangkat oleh pasir basah.

Di sekelilingnya, dunia terasa membisu.

Hanya suara ombak yang datang dan pergi seperti tarikan napas, seperti pengingat bahwa waktu masih berjalan, meski hatinya tertinggal di tempat yang tak bisa ia lihat.

Di balik ketenangan itu, pikirannya masih kacau.

Masih menolak.

Masih berusaha memahami bagaimana pria itu... kini ada di hidupnya lagi. Bukan sebagai bayangan, tapi sebagai nyata. Sebagai... suami.

Ia berhenti di sebuah bangku kayu tua yang menghadap ke laut. Air memantulkan cahaya matahari senja, berkilau tenang di antara riak kecil yang datang dan pergi.

Sofia berdiri tak jauh di belakangnya. Memberi ruang, tapi tetap berjaga.

"Tempat ini seperti bukan bagian dari Manhattan," gumam Sara pelan, menatap ombak yang berkejaran pelan di bibir pantai berpasir pucat.

Sofia tersenyum. "Kadang, bahkan kota yang paling bising pun menyembunyikan ruang yang sepi seperti ini Nona."

Sara menoleh, menatap wanita itu sejenak. Lalu akhirnya bertanya, "Sudah lama bekerja untuk Nicko?"

"Cukup lama," jawab Sofia dengan tenang. "Tapi baru kali ini... dia membawa seseorang ke dalam dunianya."

Sara tertawa kecil, hambar, seperti angin yang lewat tanpa suara. "Seseorang... atau sesuatu?"

Sofia menunduk sebentar, menatap tangan di pangkuannya sebelum menatap Sara lagi. “Mungkin keduanya, Nona. Cara Tuan Velmier melihat Anda… berbeda. Tatapannya jelas hangat dan tulus.”

Sara tetap diam, menatap laut di depan mereka. Setulus apapun perasaan Nicko, tetap terasa salah jika ia memaksakan ketulusan itu pada orang yang salah.

Sofia memperhatikan diamnya Sara, menahan diri untuk tidak menekan. “Saya hanya bisa memberi sedikit pandangan, Nona. Tidak semua hal bisa dijelaskan dengan kata-kata, apalagi soal Tuan Velmier.”

Sara menoleh sekilas ke Sofia, alis terangkat. “Jadi… itu cuma sepotong gambaran saja?”

Sofia tersenyum tipis, mengangguk. “Betul. Kadang yang bisa kita lakukan hanyalah melihat dari jauh dan memahami secukupnya, Nona. Sisanya… waktu dan pengalaman yang akan menjawab.”

"Kita jalan sedikit," ucap Sofia akhirnya. "Di ujung sana ada jalur kecil di balik bukit pasir. Kalau sore begini, cahaya matahari tembus dari sela ilalang. Cantik sekali."

Sara mengangguk. Mereka mulai berjalan perlahan, menyusuri garis pantai yang ditingkahi jejak camar dan angin asin. Di sisi kiri, hamparan bukit pasir menjulang rendah, ditumbuhi ilalang tinggi dan semak liar yang bergoyang lembut diterpa angin laut.

Jalur kecil itu menurun perlahan, dikelilingi vegetasi pantai-pohon pantai berdaun kecil dan semak merambat yang mengering sebagian. Cahaya matahari menyaring dari sela-sela ilalang, menciptakan gurat jingga keemasan di pasir yang mengeras oleh angin.

Udara membawa aroma laut dan tanah asin yang khas. Suara kota menghilang, tergantikan oleh desiran laut dan derak halus daun kering yang bergesekan.

Sesekali, Sofia menunjuk hal kecil-jejak kaki hewan kecil di pasir, cangkang laut berwarna pucat, atau bangku kayu tua yang nyaris tenggelam dalam semak, dengan ukiran nama samar di sandarannya. Hal-hal yang mungkin dilewatkan banyak orang, tapi selalu diingat oleh mereka yang terbiasa memperhatikan dalam diam.

Matahari mulai tenggelam di balik laut, mewarnai langit dengan oranye dan ungu. Sara dan Sofia berjalan kembali menuju mobil yang menunggu di kejauhan, diikuti satu kendaraan hitam lain yang melaju pelan di belakang mereka.

Sepanjang perjalanan pulang, Sara duduk diam di kursinya, wajahnya bersandar pada kaca jendela.

Ia tidak benar-benar melihat apa pun. Pandangannya kabur, teralihkan oleh gemuruh di kepalanya sendiri.

Saat lift pribadi mengantar mereka kembali ke penthouse, aroma lavender tipis menyambut dari balik pintu. Wanginya menenangkan, tapi juga anehnya... hampa.

Sara menunduk sedikit, mengucapkan terima kasih kepada Sofia sebelum melangkah masuk.

"Aku ingin langsung ke kamar," ucapnya pelan.

"Baik, Nona. Jika butuh apa-apa, cukup panggil saya," jawab Sofia.

Langkahnya pelan menapaki anak tangga menuju lantai dua, seperti tak ingin terlalu cepat menyentuh apa pun yang menunggu di atas.

Namun saat melewati lorong menuju kamarnya, langkahnya melambat. Cahaya tipis mengalir dari celah pintu yang tidak sepenuhnya tertutup. Tapi cukup untuk menahan napasnya.

Pintu ruang kerja.

Terbuka sedikit, seperti sengaja dibiarkan begitu saja. Sara berhenti. Hanya sekejap, tapi cukup untuk menyalakan dorongan asing di dadanya, antara takut dan ingin tahu.

Ia menoleh.

Celah itu memperlihatkan ruangan bernuansa kayu gelap, remang. Hanya satu lampu menyala di sudut meja.

Di dekat jendela besar yang menghadap kota, Nicko duduk diam. Punggungnya condong ke depan, bahunya rileks tapi tidak sepenuhnya tenang.

Asap rokok mengepul, menutupi sebagian wajah Nicko. Ia duduk bersandar di kursinya, memegang rokok dengan santai.

Jas abu-abu melekat rapi di tubuhnya, dengan kemeja putih di dalamnya. Arloji tipis melingkar di pergelangan tangannya, berkilat sesekali tertimpa cahaya redup.

Sara melihatnya begitu saja, dalam diam.

Napasnya terengah pelan, dadanya naik-turun tidak teratur.

Tubuhnya bereaksi lebih cepat dari pikirannya. Ia mundur selangkah, tapi hentakan kakinya mengenai lantai terlalu keras. Suara itu cukup untuk membuat keberadaannya diketahui.

Nicko menoleh. Perlahan. Matanya menangkap keberadaannya tanpa kejutan, tanpa ekspresi kaget atau marah, seolah memang sudah tahu dari awal bahwa Sara ada di sana.

Tatapan mereka hanya bersilangan sepersekian detik.

Tapi itu cukup membuat Sara langsung berbalik.

Langkahnya berubah cepat, seakan ingin menjauh dari apa yang baru dilihat. Dengan tangan bergetar halus, ia mendorong pintu kamar dan menutupnya pelan. Napasnya kini terdengar memburu.

Ia menyalakan lampu dengan jari yang dingin. Cahaya memenuhi ruangan, tapi tidak membuatnya lebih tenang.

Sara bersandar pada dinding, memejamkan mata.

Malam itu, Sara tidak menangis.

Ia duduk di tepi ranjang untuk waktu yang lama. Pandangannya kosong ke lantai, pikirannya berputar, mencoba memahami arah yang telah berubah. Bukan karena paksaan, melainkan karena sesuatu yang lebih sulit dijelaskan: ketakutan yang samar, bercampur dengan daya tarik yang tidak ia inginkan.

Jika butik itu satu-satunya jalan keluar, maka ia akan menempuhnya, meski harus melewati bayangan yang ditinggalkan pria itu.

Dan untuk pertama kalinya sejak semuanya dimulai, Sara memilih untuk tetap tinggal.

Bukan karena menyerah, tapi karena ingin mencari celah.

1
Mar Lina
apakah Nico
akan melakukan nya lagi dengan Sura
dan pada akhirnya sura berkata jujur karena minuman minuman itu...
hanya author yg tau
lanjut thor ceritanya
Mar Lina
akhirnya
pelan" akan terobati...
kasihan Nick selalu bermain solo
karena ingin menyembuhkan Sara...
lanjut thor ceritanya
Mar Lina
semoga
Sara bisa tenang
berada di sisi Nick
bisa jadi obat untuk trauma nya
yg menyakiti akan menyembuhkan
lanjut thor ceritanya
Just_Loa: hehe syap ka..
total 1 replies
Just_Loa
Thank youuu🥹 ❤️lanjut terus ya, ceritanya bakal makin dalem, gelap, tapi juga bikin nagih 😁
Vlink Bataragunadi 👑
ih aku makin penasaran sama masa lalu mereka
Vlink Bataragunadi 👑
berati bener ya, Sara kynya punya trauma.... apakah trauma itu ada hubungannya dengan Nicko?
Vlink Bataragunadi 👑
othor keren bangets mendeskripsikan suasananya, aku jadi ikut merasakan, ni pernikahan garing bet woooiiii/Cry//Facepalm//Facepalm/
Vlink Bataragunadi 👑
ya ampun, lempeng amaaat, gmn orang-orang ga curiga
Vlink Bataragunadi 👑
ommo.... semuanya terlalu formal, terlalu datar, terlalu teratur bagaimana Adrian mau percaya
Vlink Bataragunadi 👑
tp kenapa Sara ga inget ya
Vlink Bataragunadi 👑
ih keren kata2nya/Cry/
Vlink Bataragunadi 👑
aduh ini keluarga cemara bangettt/Sob//Sob//Sob/
Vlink Bataragunadi 👑
tuh kaaan..... ada apa ya?
Vlink Bataragunadi 👑
ni kynya ada cerita masa lalu di antara mereka ya, tp Sara ga inget
Vlink Bataragunadi 👑
Nicko.... tidak ada emosi, tidak ada desakan, tidak ada ancaman tp justru yg seperti ini yg lebih mengancam....
Vlink Bataragunadi 👑
sejauh ini aku suka, thor/Kiss//Good/
Just_Loa: hehe makasih banyak kak udah suka sejauh ini 🤭 semoga makin betah bacanya 🧡
total 1 replies
Jumi
hai k aku mampir
Just_Loa: trmkasih sdh mmpir kak,smga suka dg crtanya ☺️
total 1 replies
Mar Lina
ku kira sara bakal menyerah
tetapi masih mengikuti keegoisannya...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya lagi
Just_Loa: Betul, Sara emang keras kepala 😅. Update-nya bakal segera datang, stay tuned!”
total 1 replies
Just_Loa
siap kk trmksih sdh mmpir,smga suka dg crtanya ya ☺️
Jumi
hai k aku mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!