WARNING!!
Kita akan berkelana ke Dunia Fantasi, Karena itu, ada beberapa lagu yang akan di rekomendasikan di awal cerita untuk membawamu ke sana. Putarlah dan dengarkan sembari kamu membaca >>
___
Di sebuah kerajaan, lahirlah dua putri kembar dengan takdir bertolak belakang. Satu berambut putih bercahaya, Putri Alourra Naleamora, lambang darah murni kerajaan, dan satu lagi berambut hitam legam, Putri Althea Neramora, tanda kutukan yang tak pernah disebutkan dalam sejarah mereka. kedua putri itu diurus oleh Grand Duke Aelion Garamosador setelah Sang Raja meninggal.
Saat semua orang mengutuk dan menganggapnya berbeda, Althea mulai mempertanyakan asal-usulnya. hingga di tengah hasrat ingun dicintai dan diterima sang penyihir jahat memanfaatkannya dan membawanya ke hutan kegelapan. Sementara itu, Alourra yang juga berusaha mencari tahu kebenaran, tersesat di tanah terkutuk dan menemukan cinta tak terduga dalam diri Raja Kegelapan, makhluk yang menyimpan rahasia kelam masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lirien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Waktu Berbeda! & Para Peri!
‧˚♪ 𝄞 :
...ᝰ.ᐟ...
Di Sisi Lain…
Ketika sinar mentari menelusup lembut melalui jendela kaca berukir, Althea terbangun dari tidurnya. Namun, ranjang di sampingnya telah kosong. Tak ada sosok kakaknya di sana. Hening menyelimuti ruangan, dan sejenak rasa hampa merambat ke relung hatinya.
Ia menarik napas dalam, mencoba menepis sepi yang menyergap. Kakak belajar sihir agar menjadi ratu yang hebat… Aku pun harus hebat, agar bisa mendampinginya suatu hari nanti, batinnya. Sebuah tekad menyala di balik sorot matanya.
Althea tengah merapikan gaun biru lembut yang melingkupi tubuhnya ketika suara ketukan terdengar di balik pintu.
“Putri Althea, Pangeran Arzhel datang menemui Anda,” ujar seorang penjaga dengan nada hormat.
Arzhel? dahinya berkerut. Mengapa ia datang ke asrama putri?
“Baik, tunggu sebentar. Aku akan segera keluar,” jawab Althea, menahan rasa heran.
“Pangeran, tampaknya Anda harus menunggu sejenak,” ucap sang pengawal kepada tamunya.
“Tak apa. Aku akan menunggu,” sahut Arzhel tenang, suaranya berat namun hangat.
Tak lama kemudian, Althea melangkah keluar. Gaun biru muda dengan hiasan renda keperakan membuatnya tampak bak putri yang baru turun dari lukisan istana. Arzhel menoleh, dan untuk sesaat matanya menahan sorot takjub.
“Arzhel,” sapa Althea, senyum tipis menghias wajahnya. “Ada apa kau datang pagi-pagi begini? Bukankah kau juga punya kelas?”
Arzhel mengangguk ringan. “Seharusnya, ya. Namun jadwal berubah. Kelas Aristelle dan Virelion digabung untuk semester ini. Guru di Akademi berkurang, sehingga dua kelas disatukan. Aku melihat pengumumannya di papan tadi pagi. Karena itu, kupikir lebih baik kita berangkat bersama.”
Althea memiringkan kepala, tak percaya. “Benarkah?”
“Ya,” Arzhel tersenyum tipis. “Itulah sebabnya aku datang menjemput kalian berdua.”
“Terima kasih banyak, Arzhel. Kalau begitu, ayo kita berangkat,” ujar Althea sambil melangkah ringan.
Namun Arzhel menoleh kanan-kiri, tak menemukan sosok yang ia cari. “Alourra? Tidakkah kita menunggunya?”
“Oh…” Althea menghela napas, lalu menatap Arzhel dengan sorot lembut. “Kau belum tahu, ya? Akan kuceritakan dalam perjalanan.”
Arzhel mengangguk, lalu menyusul langkahnya. “Apa yang terjadi? Kalian bertengkar?” tanyanya ragu.
“Tidak, tentu saja tidak.” Althea tersenyum kecil.
“Lalu, mengapa ia tak ikut?”
“Karena kakak kini tak lagi belajar bersama kita. Ia dipindahkan untuk mempelajari sihir. Itu… perintah langsung kepala akademi,” jelas Althea, suaranya bercampur bangga.
Arzhel menatapnya sejenak, lalu tersenyum. “Jadi, kau akan sendirian di kelas selama satu semester ini?”
“Iya. Tapi syukurlah kita berada di kelas yang sama.” Wajah Althea mengembang ceria.
“Kalau begitu, aku akan menjagamu,” ucap Arzhel tulus, dan senyum tipis kembali menghiasi bibirnya.
...───✦───...
Di Dalam Hutan Kabut Kegelapan…
Nada-nada merdu melayang di udara, mengiringi tarian peri-peri yang berputar laksana bintang-bintang kecil. Cahaya lembut dari sayap mereka menari bersama kabut yang berkilau, menciptakan suasana bak mimpi.
Di tengah lingkaran api unggun, Alourra duduk bersila. Di sampingnya, Graclle, sang kepala akademi, tampak tenang seperti biasa. Aroma hangat dari makanan aneh yang tersaji di depan mereka memenuhi udara. Bentuknya lonjong, berwarna ungu dengan kilau transparan seperti jeli, namun ketika digigit, renyah dan gurih, bukan manis seperti yang diduga.
"Graclle, kau tampak begitu dekat dengan para peri-peri ini" ujar Alourra tampak bingung sekaligus takjub.
"Iya karna Graclle adalah penyelamat kamu, dia yang membangun tempat ini, untuk melindungi kami." ujar Peri Twingki datang tiba-tiba.
"Membangun tempat ini" Alourra menoleh pada Graclle lalu balik mantap Thingkiw "apa maksudnya? Ini bukan tempat asal kalian?" tanya Alourra.
Raut wajah twingki berubah sedih sembari menggeleng pelan "Tempat tinggal asal kami sudah di hancurkan oleh orang jahat, bertahun-tahun lalu" ujar Twingki
"Orang jahat?" Alourra makin penasaran.
“Ah tidak perlu di bahas" ujar Twingki kemudian terbang menjauh mendekati senuha botol.
Meskipun Alourra penasaran tapi ia lebih memilih mengurungkan niatnya terlebih ia tak ingin merusak suasana bahagia ini.
"Minumlah ini… Ayo kita bersenang-senang” ucap Twingki kembali mendekat sambil menyodorkan gelas berisi cairan biru yang berpendar halus.
Alourra mengernyit. “Apa ini?” suaranya penuh curiga.
“Nextar bunga Myosotis,” jawab Twingki riang. “Bunga pemakan manusia.”
Alourra sontak menegang, darahnya berdesir dingin. Bunga… pemakan manusia?! Ia menoleh ke Graclle, yang hanya terkekeh ringan.
“Cicipilah dulu. Jangan biarkan rupa menipumu,” ujar Graclle, tatapannya mengandung misteri.
Alourra menelan ludah. Dengan sedikit ragu, ia meneguk minuman itu. Seketika, rasa manis yang lembut memenuhi lidahnya, bagaikan tetes madu dari surga.
“Ini… sungguh manis… dan lezat!” seru Alourra, matanya berbinar.
“Benarkah?” Twingki bersorak girang, melayang-layang di udara.
Alourra mengangguk mantap, membuat Graclle tersenyum samar, seolah menyembunyikan sesuatu.
“Aku akan ambilkan lagi untukmu!” Twingki terbang menjauh dengan riang.
“Silakan,” sahut Alourra, kini lebih tenang.
“Apakah kau menyukainya?” tanya Graclle, menatapnya dengan sorot tajam.
“Tidak terlalu buruk,” jawab Alourra pelan.
“Hahaha…” Graclle tertawa kecil. “Aku penasaran, apakah kau masih menyukainya setelah melihat proses pembuatannya?”
“Proses pembuatannya?” dahi Alourra berkerut.
“Kau akan tahu… nanti,” jawab Graclle samar, lalu kembali menikmati santapannya.
Alourra menelan sisa makanan di mulutnya, lalu bertanya, “Ngomong-ngomong, apa waktu di sini bergerak lebih cepat? Rasanya baru sebentar, tapi…”
Graclle mendongak, tatapannya teduh namun sarat arti. “Oh, kau menyadarinya?”
Alourra mengangguk perlahan.
“Ya, benar. Dua hari di sini sama dengan satu hari di dunia nyata. Hutan Kabut memiliki hukum sendiri, tak terikat ruang dan waktu. Ia berputar mengikuti lingkaran kehidupan, bukan hitungan jam.” Graclle menatap api unggun yang berpendar oranye. “Mengerti maksudku?”
"Sebagian mengerti, sebagian lagi tidak," ujar Alourra, jujur, tatapannya menerawang.
"Haha, kau akan segera mengerti, tenang saja," jawab Graclle dengan senyum ringan, tidak tergesa.
Alourra menundukkan kepala sejenak, lalu suara lirih keluar dari bibirnya, hampir tak terdengar. "Rasanya aku merindukan Althea... Sedang apa dia ya? Pasti dia kesepian."
"Tenang saja," kata Graclle dengan nada menenangkan. "Jangan khawatir. Aku sudah meminta Guru Besar Akademik untuk menggabungkan Kelas Aristelle dan Virelion."
"Benarkah?" Alourra mengangkat wajah, senyum cerah terbit di wajahnya. "Syukurlah, Arzhel bersamanya. Aku yakin dia tak akan kesepian lagi."
Hening sejenak. Hanya suara kabut yang bergulung perlahan, dan angin yang berdesir melalui pepohonan.
"Graclle," suara Alourra terdengar ragu, matanya tajam menatap sang kepala akademi. "Ada satu hal yang ingin aku tanyakan padamu."
"Apakah itu?" Graclle menatapnya dengan mata yang penuh ketenangan, menikmati makanannya seolah tidak terburu-buru.
"Beberapa waktu lalu, kau mengatakan bahwa kau adalah penyihir Kerajaan Eamora setelah kepergian Raja Altherick, ayahku. Benarkah?" suara Alourra kini terdengar serius, bayangan masa lalu terbayang jelas di wajahnya.
Graclle mengangguk, mulutnya tersenyum tipis, masih terkesan tenang meskipun pertanyaan itu jelas mengandung beban. "Iya, benar."
"Seperti apa ayahku? Bagaimana ibuku?" tanya Alourra dengan penuh keinginan untuk mengetahui lebih banyak, setiap kata yang diucapkannya penuh harapan.