Alam Dongtian berada di ambang kehancuran. Tatanan surgawi mulai retak, membuka jalan bagi kekuatan asing.
Langit menghitam, dan bisikan ramalan lama kembali bergema di antara reruntuhan. Dari barat yang terkutuk, kekuatan asing menyusup ke celah dunia, membawa kehendak yang belum pernah tersentuh waktu.
Di tengah kekacauan yang menjalar, dua sosok berdiri di garis depan perubahan. Namun kebenaran masih tersembunyi dalam bayang darah dan kabut, dan tak seorang pun tahu siapa yang akan menjadi penyelamat... atau pemicu akhir segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terdesak Waktu
Kabut kelam bergelayut rendah di atas Hutan Malam Hijau. Suasana mencekam menyelimuti langit-langit pohon tua yang membentuk naungan bagi ritual kuno yang kini mendekati puncaknya. Empat makhluk kolosal—Phoenix Salju Hitam, Naga Batu Tanah Murni, Ular Baja Bercula Sepuluh, dan Gurita Pemakan Jiwa—berdiri dalam formasi agung, mengitari pusat kuil purba. Aura mereka beresonansi dengan segel kedua yang telah terpecah, kekuatan mereka melonjak, dan keempat siluman muda berdiri di atas kepala mereka sebagai pengendali.
Tak satu pun dari mereka sadar, bahwa dari kejauhan… seseorang sedang mengawasi.
Zhang Wei berdiri di udara, sejauh ribuan langkah di luar batas persepsi mereka. Wajahnya dingin. Di matanya, ritual yang sedang berlangsung itu bukan sekadar ancaman—melainkan bencana yang bisa meluluhlantakkan tatanan dunia.
Tidak ada suara. Tidak ada gelombang qi. Hanya tekanan dimensi yang menebal perlahan. Langit kelabu mulai merapat, dan angin di sekitarnya membeku.
Lalu, pedangnya terangkat.
Dalam sekejap, udara di sekitarnya terbelah. Sebuah tebasan yang bahkan belum sepenuhnya dilepaskan, sudah mulai membelah ruang secara alami. Retakan-retakan dimensi menjalar cepat, dan pada saat Tebasan Langit Tak Berujung benar-benar diluncurkan…
Langit terbelah.
RUUUUUAAAAAAARRRHHH—!!!
Tebasan itu turun seperti pisau kehendak dunia. Tanpa jeda, menghantam ke arah pusat formasi. Gelombang tekanan dimensi yang menyertainya cukup untuk menghancurkan gunung, menghapus sungai, dan menekan jiwa para Martial Ancestor hingga hampir runtuh.
Keempat siluman muda tersentak.
Mereka semua langsung membalikkan pandangan ke langit.
"APA ITU!?"
Lei Mo, yang berdiri di atas punggung Phoenix Salju Hitam, tak sempat menyusun formasi. Hanya refleks dari makhluk kolosal di bawahnya yang membuat sayap es hitam membentang secara naluriah.
DRRRAAAAAAKHH!!!
Tabrakan maha besar terjadi. Tebasan Zhang Wei membelah langit, dan benturan energinya menciptakan badai ruang yang menyapu semua penjuru. Tubuh gurita pemakan jiwa terguncang hebat, ular baja menderu, dan naga batu menggetarkan tanah. Sebagian ritual goyah seketika, namun berhasil tetap stabil karena perlindungan formasi utama yang dijaga sosok berjubah di tengah.
Zhang Wei kini tampak jelas di udara.
Aura kelabu di sekitarnya melilit seperti kabut tak bermateri. Tubuhnya tampak sunyi, tapi dari setiap gerakannya… dunia seperti menahan napas.
Keempat siluman muda kini bisa melihatnya dengan jelas.
“Dia… Bocah sialan itu?” gumam Guo Shi, wajahnya berubah tegang. Lidah bercabangnya bahkan tak bergerak seperti biasanya. “Bagaimana mungkin… aku bahkan tidak menyadari kedatangannya!”
Lei Mo menyipitkan mata, listrik di tubuhnya merespons tekanan tak kasat mata yang menyelimuti tempat itu. “Itu bukan teknik penyembunyian… dia benar-benar terlalu tinggi di atas kita.”
Yan Nuo, yang biasanya tertawa gila, kini diam. Tangannya mengepal, dan api kehancuran di sekitarnya menyusut, seperti api lilin tertiup angin.
Lang Ke menggertakkan gigi. “Jadi ini… bocah yang menggagalkan upaya kita tempo hari.”
Zhang Wei memandang ke arah mereka semua tanpa emosi. Lalu matanya beralih ke pusat formasi, ke sosok diam yang masih berdiri menyatu dengan distorsi ruang.
“Keterlaluan…” gumamnya. “Kalian benar-benar nekat.”
Guo Shi mendesis marah. “Bocah sialan! Jangan sombong hanya karena kau…”
Belum sempat selesai, tekanan kelabu menyapu ke arahnya. Hanya gelombang samar, tapi cukup untuk membuat darahnya mendidih dan tubuhnya bergetar hebat.
Zhang Wei mengangkat pedangnya sekali lagi.
“Aku lengah. Sekarang… waktunya melenyapkan hama untuk dunia ini.”
Langit bergemuruh.
Dan peperangan yang menentukan nasib segel terakhir pun dimulai.
***
Langit di atas Hutan Malam Hijau pecah oleh suara gemuruh tak berasal dari dunia fana.
Cahaya hitam keunguan meledak dari pusat kuil purba. Udara seketika mengerut, realitas seakan merintih saat segel ketiga runtuh sepenuhnya. Tanah retak dengan sendirinya, langit memudar menjadi kelabu pekat, dan hawa dunia berubah—seolah jantung dunia itu sendiri bergeser dari tempatnya.
Suara raungan membelah udara dari empat penjuru.
Phoenix Salju Hitam mengepakkan sayapnya yang kini tampak seperti salju berapi—saat bulu-bulunya bersinar dengan api es yang membakar dimensi. Naga Batu Tanah Murni mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, sisik-sisiknya berubah menjadi lempeng energi keras yang memancarkan sinyal kuno dari zaman purba. Ular Baja Bercula Sepuluh memekik ganas, tubuhnya menyambar-nyambar seperti kilat baja murni. Sementara Gurita Pemakan Jiwa, meski terluka, kini tampak seperti wujud kutukan hidup yang menguarkan aura kehampaan mutlak dari lubuk dimensi terdalam.
Keempat makhluk itu… tanpa aba-aba.
Mereka langsung menyerbu Zhang Wei.
Langkah pertama bumi hancur. Langkah kedua, udara remuk. Mereka bergerak bukan sebagai binatang roh, melainkan sebagai avatar kehendak dunia yang baru—mereka yang lahir dari kekacauan, dan kini, dimurnikan oleh kehendak Segel Dewa Siluman.
Zhang Wei, berdiri sendirian.
Satu pedang, satu tubuh fana, satu kehendak yang mengakar pada kekuatan tertinggi dunia manusia.
Ribuan binatang roh dari segenap hutan yang telah tunduk pada energi segel ketiga ikut bergerak. Mereka menyebar dari berbagai arah, menerjang seperti gelombang pasang ganas dari segala penjuru.
Dan dari belakang para kolosal, empat siluman muda itu berdiri… melepaskan teknik serangan jarak jauh yang mematikan. Panah petir dari Lei Mo menyambar cepat, lidah beracun dari Guo Shi merobek angkasa, ledakan api dari Yan Nuo menghancurkan zona di sekitarnya, dan serangan tak terdengar dari Lang Ke menyusup dalam keheningan yang menusuk jiwa.
Lian Xuhuan muncul di sisi Zhang Wei, tubuhnya melayang seperti kabut roh, ekspresinya dingin.
“Kita tak boleh membiarkan dia menyatu dengan kehendak dewa siluman. Jika dia berhasil…”
“Aku tahu,” jawab Zhang Wei, matanya tak berkedip menghadapi kekacauan yang mendekat. “Kita tidak akan memberi mereka waktu untuk melakukan itu.”
Phoenix salju hitam datang lebih dulu. Suara lengkingannya membuat dimensi menggigil. Zhang Wei melesat, menghindari semburan api es, dan langsung memutar tubuh di udara—pedangnya menciptakan Retakan Spiral, membelah jalur serangan Phoenix itu menjadi dua.
Naga Batu menyerang dari bawah, menerjang dengan tubuh raksasa seperti gunung hidup. Zhang Wei memutar, menekan pedangnya ke tanah, meledakkan Jaring Dimensi ke bawah, menghancurkan lapisan tanah dan menahan kepala naga yang terangkat.
Tapi saat itu juga, ular baja muncul dari belakang—sepuluh tanduknya menyembur gelombang energi akustik yang menghancurkan kesadaran biasa. Zhang Wei terhuyung sekejap, dan tepat saat itu… gurita pemakan jiwa muncul dari ruang yang tercabik, mencoba menjebaknya dengan pusaran kehampaan.
BOOMMMM—!!!
Ledakan hebat terjadi. Zhang Wei terpental ratusan meter, darah segar menyembur dari mulutnya. Tapi dalam satu gerakan cepat, dia kembali berdiri di udara, pedangnya kini mengeluarkan aura kelabu pekat yang menusuk langit.
“Aku tak punya waktu bermain dengan kalian…”
Aura di sekitarnya membentuk lingkaran kehendak murni. Bumi di bawah kakinya tak lagi ada—digantikan oleh kehampaan dimensi yang bergetar.
Dia memekik.
Suara itu bukan teriakan, melainkan perintah pada hukum dunia.
Aliran Langit Tertutup: Gelombang Ketiga!.
Seluruh dunia menjadi senyap sejenak. Lalu, seperti gelombang abadi dari ujung cakrawala, cahaya kelabu menyapu ke depan—bukan hanya menyerang, tapi meniadakan keberadaan dari semua yang tersentuhnya.
Beberapa binatang roh terhapus seketika dari dunia. Phoenix Salju Hitam terpaksa menutup sayapnya dan membenturkan tubuh ke tanah demi menghindari kehancuran. Naga Batu terpukul mundur, tubuhnya retak. Ular Baja memekik kesakitan. Dan gurita… untuk pertama kalinya, tak bisa menyembunyikan teriakannya saat dua dari delapan lengan utamanya lenyap ditelan oleh ruang itu.
Namun belum selesai.
Serangan demi serangan terus datang. Para siluman memanfaatkan celah, mereka tidak menyerang untuk membunuh, tapi mengulur waktu.
Mereka tahu, semakin lama Zhang Wei bertarung, semakin besar kesempatan Kui untuk menyatu dengan kehendak dewa siluman.
Lian Xuhuan menggertakkan gigi. “Mereka hanya butuh beberapa menit lagi. Zhang Wei—kita harus menerobos formasi pusat itu!”
Zhang Wei mengerutkan dahi. Luka di tubuhnya makin dalam. Tapi matanya menyala.
“Kalau begitu… kita ubah medan perangnya.”
Dalam satu gerakan besar, dia menyebar Tebasan Dimensi Tertutup, lalu melesat—menembus gelombang musuh, langsung menuju kuil pusat. Empat kolosal bergerak untuk mengejar, ribuan binatang roh merespons dalam gerakan bersamaan.
Lang Ke berteriak, “Tahan dia! Kui hanya butuh sedikit waktu lagi!”
Di kuil itu… aura kehendak siluman telah menyeruak.
Dan waktu mereka… hampir habis.
tetap semangat berkarya Thor, msh ditunggu lanjutan cerita ini