Anna bukan janda, aku tahu semuanya
tapi aku tak bisa mengatakan itu padanya
aku takut dia justru akan pergi dari ku setelah tahu semuanya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shikacikiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Anna kembali ke ruangan Stevan.
"Kamu ga pulang? " tanya Stevan seraya memakai jaketnya.
"Kamu mau pulang? " dia malah balik bertanya.
"Tentu saja, aku bukan dokter jaga malam ini, tadi hanya ada sedikit masalah jadi pulang terlambat" jelas Stevan.
"Lalu dia? " Anna menunjuk ke luar.
"Abel? " Stevan menebak.
"Hmmm" angguk Anna.
"Dia memang begitu akhir-akhir ini, menelpon bertanya apa aku di rumah sakit atau tidak kemudian datang mengeluh punggungnya sakit, mungkin sudah 4 bulan ini" Stevan mengingat-ingat.
Anna terdiam, dia merasa Abel seperti itu semenjak dia tinggalkan.
"Ayo pulang! " ajak Stevan.
Anna mengikuti dengan langkah perlahan.
"Pembangunan klinik sudah mulai rampung, kita harus mulai merekrut karyawan" ucap Stevan.
"Membuka loker di online atau offline? " tanya Anna seraya membuka ponselnya.
"Itu daerah yang sangat dusun, sebaiknya merekrut orang desa dan beberapa profesional yang bersedia bekerja di sana, kita harus menjelaskan keadaan desa dan kondisi tempat, jangan sampai mereka menyerah di tengah jalan" Stevan menggambarkan dengan gerakan tangan.
Anna hanya mengangguk saja.
"Kamu sudah mengantongi izin dari pemerintah setempat bukan? " Stevan berhenti di dekat pintu mobilnya.
"Sudah, jika aku kesana lagi, hanya untuk mengecek finishing pembangunan saja" jawab Anna.
Stevan menatap wajah Anna dalam remang cahaya lampu di parkiran itu.
"Kenapa? " tanya Anna karena dia diam saja.
"Sejak kapan kamu suka Abel? " tanya Stevan tiba-tiba.
Mata Anna membulat, sedikit melipat bibir dan mengalihkan tatapan matanya.
"Sejak dia menjamin sisa keluarga mu? " tanya Stevan.
Anna menatap Stevan, kemudian berpikir tentang Abel.
"Datang padaku jika dia mengecewakan mu, sampai kapan pun aku akan tetap suka padamu" ucap Stevan kemudian membuka pintu untuk Anna.
Anna menatap kursi di dalam, kemudian menatap Stevan.
"Jangan menunggu" ucap Anna.
Stevan hanya diam membisu.
***
Perwakilan pers datang, sudah masuk dan bicara dengan Abel di dalam. Anna memperhatikan dari luar. Sementara Siska sibuk dengan pembukuan yang sedang dia pelajari.
"Bu Anna ga masuk aja? " tegur Siska yang melirik Anna yang terlihat penasaran dengan apa yang dibicarakan di dalam.
"Ngga, ogah" Anna bergidik.
"Sih, penasaran banget kayaknya! " ucap Siska.
"Iya lah, mereka kan ngomongin tentang foto viral itu" jawab Anna dengan ekspresi sedih.
"Ahhh, itu.... " Siska kembali menatap berkasnya.
"Huufft.... " Anna menghela keras.
"Hehe, komentar yang sangat pedas ya, tapi abaikan saja, tidak ada yang salah dengan janda anak dua, justru menurut saya, bu Anna itu hebat" ucap Siska seraya mengacungkan jempolnya.
"Tau apa kamu! " Anna mendelik.
"Hey, jangan salah! Aku ini penggemar mu! " Siska menyentuh kerah kemejanya sendiri.
Anna mengerutkan dahinya.
"Yang benar saja" Anna tak percaya.
"Anda itu panutan bagi departemen pemasaran, semua orang di sana sangat mengidolakan anda. Terlebih saat anda melakukan proses pemasaran yang viral itu. Mereka kagum dan tak menyangka bahwa bu Anna sehebat itu" Siska terus memujinya.
Anna hanya tersenyum kecil namun merasa canggung.
"Jangan berlebihan" Anna mulai tak nyaman dengan pujian Siska.
"Jangan dengarkan perkataan orang, yang bahkan tidak tahu apapun. Bahagialah dengan orang yang membuat mu bahagia, abaikan hal yang tidak penting" ucap Siska.
Anna tersenyum, kemudian menatap ke dalam, melihat Abel tertawa lepas.
'sejak lama aku sangat suka dia tersenyum atau tertawa, sangat suka' ucap hati Anna.
Kemudian dia tersenyum, refleksi dari isi hatinya.
"Hmmm.... kalian benar-benar saling jatuh cinta" goda Siska setelah melihat mereka saling tersenyum.
Mata Anna membulat.
"Tidak, hahaha tidak seperti itu..! " dia panik sendiri.
**
Anna dan Abel pergi ke rumah orang tuanya.
"Pak, betul bu Sinta mau saya ikut? " tanya Anna tak yakin.
Jelas-jelas dia sudah mengatakan kalau mereka hanya bersandiwara, lalu mengapa meminta mereka untuk makan malam di rumahnya.
"Iya.... " jawab Abel seraya menatap ponselnya.
"Tapi kenapa? " Anna masih terus bertanya.
Abel berhenti menatap ponsel dan beralih menatap Anna.
"Entahlah, tapi kali ini jangan mau jika dia minta kamu yang memasak" Abel menunjuk.
Anna mengerutkan dahinya. Dia masih bertanya-tanya mengapa ibunya Abel memintanya datang, tak terpikirkan akan di suruh memasak. Tapi kemudian matanya membulat menatap Abel.
"Ya, tidak ada alasan, kali ini aku melarang mu melakukan semua yang mama minta" ucap Abel kemudian kembali menatap ponselnya.
Sampai di rumah mereka, Anna terdiam. Abel yang berjalan lebih dulu merasa dia tak mengikutinya dan berbalik.
"Ayo..! " ajak Abel meraih tangannya dengan lembut.
"Pak..." Anna ragu.
"Hmmm? " Abel menatap dengan manja.
Anna tak tau harus mengatakan apa, dia berpikir hanya tidak ingin sandiwara ini terus berlanjut.
"Anna aku benar-benar menyukaimu, apa itu sangat memberatkan mu? " Abel melepaskan tangannya.
Anna menatap pria yang 10 tahun lalu mengambil tanggung jawab atas kehidupannya. Meraba wajahnya dengan tatapan yang sedikit mengeluarkan air mata.
Abel mendekati kemudian menghapus air matanya.
"Apa yang membuatmu berpikir akan meninggalkan aku pindah ke Lampung untuk buat klinik? " ucap Abel.
Mata Anna membulat, kemudian satu langkah mundur. Abel kembali mendekati.
"Aku tau, kau tak sengaja mencampur berkas mu dengan berkas kantor" lanjut Abel.
Anna menggigit bibirnya sendiri.
"Aku tidak marah, aku bangga padamu, kau memanfaatkan gaji mu dengan baik, klinik murah itu sangat baik, itu semakin membuat ku yakin kalau kau adalah yang aku mau" Abel hendak meraih tangannya.
"Anda tau semuanya, kenapa masih.... "
"Aku hanya mengulur waktu agar kamu sadar kalau kamu juga suka aku" jawab Abel sebelum Anna menyelesaikan ucapannya.
Anna terdiam, menyadari memang sejak awal dia menyukai Abel. Namun selalu saja ada perasaan menentang dalam hatinya.
"Kalian sudah datang! " seru Santi dari dalam.
Anna dan Abel menoleh.
"Cepat, mama lapar! " Santi meminta mereka lebih cepat.
"Ok! " seru Abel menjawab.
Abel menatap Anna, melirik ke arah tangannya meminta.
"Dia begitu menyayangi mu, yakinlah, setidaknya, kamu dapat mertua baik, meskipun aku yang tidak baik" ucap Abel.
"Kau tahu bukan itu alasannya" Anna menahan tangannya yang menarik.
Perlahan-lahan Abel yang sudah berbalik tadi, berbalik lagi.
"Ayo, mama sudah lapar, dia menunggu kita" Abel tersenyum.
Anna masih ragu, tapi menggenggam tangan Abel yang begitu erat, membuatnya akhirnya ikut.
"Sini sayang, duduk! " Santi menepuk kursi yang ada di sampingnya.
Anna menatap makanan yang ada di meja, kemudian menatap Santi.
"Ya, semuanya kesukaan mu" ucap Santi.
Anna tersenyum kemudian duduk bersamanya, sedangkan Abel duduk di seberang bersama Roman.
Makan malam yang indah, antara calon menantu dan calon mertua. Seharusnya ini jadi hal yang membanggakan untuk Anna, namun setelah mereka keluar dari rumah dan meninggalkan kedua orang tua Abel, Anna kembali menarik tangan Abel.
Abel berbalik, terkejut Anna menarik tangannya.
\=\=\=\=\=\=\=\=>>>>>