Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.
Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.
Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.
Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Unboxing
"Apa Raden Mas benar - benar bisa membaca pikiranku?." Tanya Anaya yang menahan tangan Raden Mas Mahesa.
"Maksudnya? Kalau aku bisa membaca pikiranmu, aku gak akan mengumpulkan abdi dalem dan mengintrogasi mereka tadi, Raden Ayu. Aku khawatir karna kata mereka, kamu terlihat murung dua hari ini." Jawab Raden Mas Mahesa.
"Aku sedang merasa insecure pada diriku. Apa aku tidak menarik bagi Raden Mas, hingga Raden Mas tak mau menyentuhku?." Lirih Anaya yang akhirnya mengakui perasaannya.
"Astaghfirullah, mana mungkin aku tidak tertarik dan tidak tergoda? Aku justru memendam semuanya selama ini. Aku tidak ingin memaksamu untuk memberikan hakku. Aku ingin kamu siap dan ikhlas memberikan hakku." Jawab Raden Mas Mahesa sambil memeluk pinggang istrinya.
Keduanya saling bertatapan dengan jantung yang sama - sama berdegub kencang. Ini adalah kali pertama mereka sedekat ini tanpa ada hal urgent yang menyertai.
Aroma tubuh Anaya yang wangi, membuat hasrat Raden Mas Mahesa kian tak tertahankan. Terlebih, siluet tubuh Raden Ayu di balik piyama satin yang begitu nampak, semakin membuat hasratnya itu kian bergelora.
"Raden Ayu, bolehkah?." Raden Mas Mahesa kembali meminta izin istrinya.
"In Syaa Allah aku ikhlas memberikan hak Raden Mas." Jawab Anaya sambil melingkarkan tanganya di leher Raden Mas Mahesa.
Tak membuang waktu. Raden Mas Mahesa langsung memulai dengan mengecupi wajah istrinya dan memagut bibir istrinya dengan lembut. Perlahan, ciuman itu pun semakin dalam dan intens. Decapan mulut yang saling memagut pun terdengar lirih bak melodi yang menuntun mereka ke dalam buaian hasrat.
Raden Mas Mahesa mulai melucuti pakaiannya dan pakaian istrinya saat melepas pagutannya sesaat. keduanya kembali saling memagut dengan tangan yang saling menyusuri tubuh pasangannya.
Jari - jari lentik Anaya menari di atas tubuh berotot sang suami. Dada bidang dan otot perut yang terbentuk sempurna, tentu saja membuat Anaya yang tak pernah melihat tubuh Raden Mas Mahesa sebelumnya, merasa takjub.
Raden Mas Mahesa kemudian membopong istrinya menuju ke tempat tidur. Perlahan ia membaringkan iastrinya dan mulai kembali melanjutkan aktifitas intim mereka.
Desahan dan lenguhan lirih lolos begitu saja dari bibir Anaya saat Raden Mas mulai melumat bagian sensitif lainnya. Semakin lama, lenguhan yang terdengar itu tentu semakin menaikkan gelora hasrat yang sudah lama terpendam. Tak ingin menunggu, Raden Mas pun bersiap untuk 'memiliki' sang istri seutuhnya.
"Raden Ayu, katanya akan sedikit sakit. Tapi aku akan lakukan selembut mungkin." Bisik Raden Mas Mahesa yang di jawab anggukan oleh istrinya.
Anaya meringis menahan rasa tidak nyaman saat pusaka Raden Mas Mahesa berhasil menerobos masuk. Raden Mas Mahesa sendiri mengerang pelan saat berhasil menerobos dinding tipis istrinya yang terasa hangat dan sempit.
"Sakit, Raden Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa yang masih di posisinya sambil membelai wajah istrinya.
"Sedikit, tapi tidak apa - apa. Lanjutkan saja, Raden." Jawab Anaya.
Raden Mas Mahesa kembali melanjutkan penyatuan mereka, perlahan dan semakin intens di temani lenguhan dan desahan lirih. Peluh yang bercucuran menjadi saksi bagaimana panasnya malam pertama mereka yang tertunda.
Raden Mas Mahesa semakin mempercepat tempo permainan mereka ketika sudah mendekat puncak. Anaya sendiri sampai kelojotan di buatnya.
Anaya mencengkram lengan kekar suaminya. Tubuhnya menegang dan ia merasakan sesuatu yang nikmat melanda tubuhnya.
"Aaahh... Raden Mas..." Lirihnya tanpa sadar.
Sedetik kemudian hal yang sama terjadi pada Raden Mas Mahesa yang juga mencapai klimaksnya. Hentakan - hentakan keras membuatnya semakin kenikmatan.
"Aaaarrgghh!." Erangan tertahan keluar dari mulutnya, merasakan nikmat yang terasa menembus ubun - ubun.
Keduanya sama - sama tergeletak dengan nafas yang tersengal juga puncak rasa nikmat yang masih mendera tubuh.
Anaya bersandar di dada bidang suaminya. Tubuh polosnya masih tertutup selimut. Mereka baru saja menyelesaikan permainan perdana.
Hawa dingin pedesaan malam itu mulai terasa menusuk kulit, padahal malam belumlah larut. Raden Mas Mahesa menaikkan selimut yang menutupi tubuh polos istrinya agar tak kedinginan.
"Masih sakit, Raden Ayu?." Tanya Raden Mas Mahesa sambil membelai - belai rambut istrinya.
"Tidak sakit, Raden. Hanya terasa tidak nyaman saja." Jawab Anaya.
"Matur suwun njih, Raden Ayu." Ucap Raden Mas Mahesa sambil mengecup puncak kepala istrinya.
"Sami - sami, Raden Mas." Jawab Anaya sambil memeluk erat pinggang suaminya.
Tok... Tok.. Tok..
Suara ketukan dari pintu kamar Anaya, membuat atensi mereka berdua teralihkan.
"Raden Ayu...." Suara Mbak Tika, salah satu abdi dalem yang sering menemani Anaya memanggil.
"Itu suara Mbak Tika, Raden." Ujar Anaya.
"Haish! Mbak Tika ini ganggu saja." Gerutu Raden Mas Mahesa.
Di bantu Raden Mas Mahesa, Anaya segera memakai pakaiannya. Tak lupa ia juga mengenakan jilbabnya. Raden Mas Mahesa tersenyum sendiri melihat noda darah di seprai yang mereka gunakan untuk bergumul.
"Gak sia - sia kamu menjaga keperjakaanmu, Mahesa. Olehmu perawan ting - ting sing ayune ra ketulungan (Kamu dapat perawan ting - ting yang cantiknya tak tertolong)." Kekeh Raden Mas Mahesa yang bermonolog.
"Raden Mas." Suara Anaya yang memanggilnya, di barengi dengan suara langkah yang kian mendekat.
"Dalem, Raden Ayu." Jawab Raden Mas Mahesa yang justru membuat Anaya menghentikan langkah.
"Ada apa? Kenapa kok malah diam di situ?." Tanya Raden Mas Mahesa yang memperhatikan wajah merah istrinya.
"Gak apa - apa. Anu itu kata Mbak Tika, Raden Mas di cari sama Jaka." Jawab Anaya yang berusaha menetralkan perasaannya.
"Ooo ternyata Jaka yang jadi dalang pengganggu malamku kali ini." Omel Raden Mas Mahesa sambil mengenakan pakaiannya.
Anaya sendiri hanya bisa terkikik melihat suaminya yang mengomel karna merasa terganggu.
"Barangkali penting, Raden. Jaka sudah mencari Raden Mas dari tadi, tapi Raden Mas gak ada di kamar atau ruang kerja. Makanya minta tolong sama Mbak Tika untuk menanyakannya padaku." Ujar Anaya yang menyampaikan cerita Mbak Tika.
"Yasudah, aku pergi menemui Jaka dulu. Jangan kemana - mana ya, Raden Ayu. Nanti aku akan minta Mbak Tika membereskan dan mengganti seprai juga selimutmu." Pesan Raden Mas Mahesa pada Anaya. Ia lalu mengecup dahi dan pipi Anaya sebelum meninggalkannya.
"Njih, Raden Mas." Jawab Anaya dengan wajah yang kian memerah.
"Aduh, bisa mati kebaperan aku lama - lama." Ujar Anaya yang bermonolog.
Ia lalu melihat seprainya yang ternyata sedikit basah dan terdapat ceceran noda darah.
"Astaghfirullah! Seprai seperti ini kok Raden Mas malah nyuruh Mbak Tika yang menggantinya!." Gerutu Anaya yang segera melepas seprainya.
"Loh, Raden Ayu. Sini biar saya saja. Tadi Raden Mas meminta saya untuk membereskan dan mengganti seprai juga selimut di kamar Raden Ayu." Ujar Mbak Tika yang muncul dari pintu yang ternyata tak di tutup oleh Raden Mas Mahesa.
"Gak apa - apa, aku bantu, Mbak." Jawab Anaya dengan malu - malu.
Mbak Tika sendiri tak melarang kali ini. Ia tau jika Raden Ayunya itu merasa malu karna ia pun tak sengaja melihat ada noda darah di seprai itu.
Jujur saja Mbak Tika pun merasa senang karna melihat itu. Ia pun tentu tau apa yang baru saja terjadi antara kedua majikannya.
"Apakah ada yang di perlukan, Raden Ayu?." Tanya Mbak Tika sebelum meinggalkan kamar Anaya setelah mengganti seprai dan juga selimut.
"Enggak, Mbak. Matur suwun." Jawab Anaya dengan senyum manisnya.
"Sami - sami. Nyuwun sewu, Raden Ayu. (Sama - sama. Saya permisi, Raden Ayu.)" Pamit Mbak Tika yang kemudian meninggalkan kamar setelah Anaya menjawab dengan anggukan.