NovelToon NovelToon
If I Life Again

If I Life Again

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / CEO / Time Travel / Fantasi Wanita
Popularitas:824
Nilai: 5
Nama Author: Ws. Glo

Apakah kamu pernah mengalami hal terburuk hingga membuatmu ingin sekali memutar-balik waktu? Jika kamu diberikan kesempatan kedua untuk hidup kembali di masa lalu setelah sempat di sapa oleh maut, apa yang akan kamu lakukan terlebih dahulu?

Wislay Antika sangat mengidolakan Gustro anggota boy band terkenal di negaranya, bernama BLUE. Moment dimana ia akhirnya bisa datang ke konser idolanya tersebut setelah mati-matian menabung, ternyata menjadi hari yang paling membuatnya hancur.

Wislay mendapat kabar bahwa ibunya yang berada di kampung halaman, tiba-tiba meninggal dunia. Sementara di hari yang sama, konser BLUE mendadak dibatalkan karena Gustro mengalami kecelakaan tragis di perjalanan saat menuju tempat konser dilaksanakan, hingga ia pun meregang nyawanya!

Wislay yang dihantam bertubi-tubi oleh kabar mencengangkan itu pun, memilih untuk mengakhiri hidup dengan melompat dari gedung. Namun yang terjadi justru diluar dugaannya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ws. Glo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

IILA 12

Langit sore telah berganti senja. Wislay melangkah lelah menuju kosnya setelah seharian bekerja di toko buku. Tas selempang tergantung di bahu, dan langkah kakinya agak berat. Sesekali ia menghembuskan napas panjang, menyeka keringat yang mengalir pelan di pelipis.

Begitu menaiki tangga lantai dua menuju kamarnya, langkahnya terhenti.

Matanya menatap kosong ke arah ujung lorong—kamar pojok itu.

Kamar milik Alan.

Kini, pintunya terbuka sedikit. Kosong. Tak ada sehelai barang pun di dalam. Hening. Sepi.

Wislay berdiri di sana cukup lama. Tatapannya mengembun. Sebuah kenangan menyergapnya, menyeretnya kembali ke momen beberapa hari lalu—malam sebelum Alan pergi.

_

Malam itu, udara dingin menyapa hangat tubuh mereka berdua. Wislay dan Alan duduk berdampingan di bangku panjang pinggir jalan, di depan kedai ramen langganan Wislay. Asap dari mangkuk mereka mengepul tipis, mengantarkan aroma sedap yang menggoda.

“Ini mie terenak yang pernah aku makan,” gumam Wislay sambil menyeruput kuah ramen.

Alan menatapnya sambil menyeringai tipis. “Kau selalu berlebihan.”

“Ya, karena hidupku sekarang berlebihan. Penuh kejutan, tangisan, dan pemuda-pemuda aneh. Termasuk kamu.”

Alan tertawa pelan. “Kalau aku aneh, lalu Gustro?”

Wislay mengangkat alis. “Dia... lebih aneh lagi.”

Tawa mereka pecah dalam malam yang bersahabat itu.

Setelah tawa mereda, Wislay menatap Alan serius. “Terima kasih ya, Alan. Untuk segalanya. Atas semua nasihatmu, bantuanmu, walau di awal pertemuan kita... kau sangat konyol.”

Alan terdiam. Matanya menatap wajah gadis itu dalam.

“Jaga dirimu, Wislay. Untuk sementara waktu, kita takkan bertemu. Tapi bukan berarti aku tidak memperhatikanmu.”

Wislay mengangguk sambil tersenyum manis. Lalu seolah teringat sesuatu, ia membuka ranselnya dan mengeluarkan sebuah kantong kecil bening.

Ia menarik tangan Alan.

“Apa ini?” tanya Alan heran.

“Diam. Ulurkan tanganmu.”

Alan menuruti. Tangan kanannya disodorkan. Wislay kemudian mengikatkan sebuah gelang manik-manik elastis berwarna biru tua dan putih susu, dengan satu huruf kecil "A" di tengahnya.

Alan menatap gelang itu dengan pandangan tak percaya.

“Alan. Entah kau dewa, utusan Tuhan, malaikat maut, alien, atau apa pun itu. Tapi bagiku...” Wislay menatap mata Alan dalam-dalam, “...kau tetaplah temanku. Temanku yang bernama Alan.”

Alan terdiam. Pandangannya melembut. Ia menunduk sesaat, menutupi air mata kecil yang nyaris jatuh dari ujung matanya.

“Ini pertama kalinya... aku menerima hadiah,” ucapnya pelan, nyaris seperti bisikan.

“Masa sih?” tanya Wislay geli.

Alan hanya mengangguk, lalu tersenyum. “Terima kasih, Wislay.”

Malam itu mereka habiskan dalam percakapan hangat, canda ringan, dan tawa kecil yang membekas.

Kini, di lorong sepi itu, Wislay berdiri memandangi kamar Alan yang kosong. Ia menghembuskan napas perlahan, lalu tersenyum kecil—senyum yang teduh, namun terselip kesedihan.

“Alan... semoga kau baik-baik saja,” gumamnya pelan.

Langkah kakinya kemudian kembali bergerak, menyusuri lorong yang kini terasa lebih sunyi dari biasanya. Tapi di dalam hati Wislay, ia tahu bahwa meski Alan tak lagi di dekatnya... kehadirannya akan tetap terasa.

...****************...

...****************...

Di sisi lain kota, tepatnya di sebuah mansion megah yang menjulang kokoh seperti istana. Dinding marmer putihnya memantulkan cahaya senja yang mulai padam, sementara lambang keluarga Velgrant terukir jelas di gerbang besi megah di depan kediaman.

Didalam ruang kebesaran yang dihiasi karpet merah tebal dan jendela kaca patri bergaya Victoria, Edward Velgrant—ayah kandung Gustro, sekaligus pemilik kekuasaan perusahaan multinasional Velgrant Corp dan organisasi bawah tanah paling ditakuti—duduk di kursi singgasananya dengan wajah serius.

Ia tengah menyesap teh hitam saat seorang pria bersetelan hitam yang merupakan salah satu asisten utamanya, datang menghampiri dengan langkah cepat namun tetap tenang.

"Tuan," bisik si asisten, mendekat dan membungkuk. "Saya punya laporan terbaru mengenai Tuan Muda."

Edward mengangkat alis, meletakkan cangkirnya perlahan. "Laporan? Tentang apa?"

Dengan suara rendah nyaris berbisik, sang informan berkata, "saya rasa memang benar... Kalau tuan muda sedang dekat dengan seorang gadis, dan sepertinya mereka berpacaran. Gadis itu bekerja di sebuah toko buku, area Rose Regency."

Edward tersentak. "Apa?" suaranya meninggi. "Gustro... punya kekasih?"

"Asumsinya demikian, Tuan. Saya memang tidak melihat mereka berpegangan tangan atau berpelukan. Namun... cara Tuan Muda menatap, berbicara... serta memperlakukan gadis itu... Lembut dan santai. Bahkan... setiap bersamanya tuan muda selalu tersenyum."

Mata Edward melebar. "Tersenyum?"

Sang informan mengangguk mantap. "Benar Tuan. Saya tidak pernah melihat ekspresi seperti itu darinya sejak—"

"—ibunya meninggal," potong Edward lirih.

Suasana ruangan mendadak hening. Hanya terdengar detik jam antik berdetak pelan dari dinding.

Edward tertunduk, jemarinya mengetuk-ngetuk permukaan meja kayu jati besar itu, seolah merenungi sesuatu.

"Terakhir kali aku melihat dia tersenyum selembut itu..." gumam Edward, "...sekitar lima belas tahun lalu."

Ia menarik napas panjang. "Aku sempat khawatir... bahwa dia tidak akan bisa jatuh cinta."

"Saya setuju dengan perspektif anda yang demikian, Tuan. Untuk ukuran anak muda, Tuan muda terlalu dewasa, tertutup dan dingin."

"Kau benar. Jangankan punya pacar, menjadi idola pun aku rasa mustahil."

Edward bangkit dari duduknya dan berjalan menuju jendela besar ruangan. Ia menatap keluar, ke arah taman yang sunyi, tampak merenung.

"Entah mengapa, anak itu sangat ingin menjadi idola. Padahal... kalau dipikir-pikir, dia kan tinggal mewarisi perusahaan dan organisasiku. Nama Velgrant saja sudah cukup menggetarkan dunia," keluhnya sambil memijit pelipis.

"Kadang aku tidak paham... isi kepala anak muda zaman sekarang."

Si asisten menunduk sopan. "Namun jika gadis itu membuatnya bahagia, mungkin dia pantas mendapatkannya, Tuan."

Edward mendengus pelan, tapi tak menjawab.

Dalam hati, diam-diam ia menyimpan rasa penasaran besar. Siapa gadis itu? Siapa yang bisa menembus dinding es hati anaknya sendiri?

Seseorang yang bisa membuat Gustro... tersenyum?

Edward menyipitkan mata. “Selidiki gadis itu. Tanpa membuat Gustro curiga. Aku ingin tahu... siapa yang sedang mendekati anakku.”

...****************...

...****************...

Di kamarnya yang cukup besar juga hangat dan berantakan dengan cara artistik, Gustro tengah berbaring di atas kasur. Di sekitarnya berserakan gitar akustik, buku catatan bertumpuk dengan kertas-kertas lirik yang dicoret-coret, dan earphone yang menggulung tak rapi.

Langit-langit tampak kosong, namun pikirannya sibuk.

Ia menyeret layar ponselnya, jari telunjuknya menyapu aplikasi WaoShaap. Matanya langsung menangkap sebuah pesan masuk dari Wislay.

[Wislay Sipit📥: Gustro, cobalah lihat ini. Semoga kau terhibur 🌸]

Alis Gustro terangkat penasaran. Dengan satu sentuhan, video itu terbuka.

Layarnya menampilkan Wislay duduk di kamar kosnya. Ia mengenakan kaos polos dan celana santai. Di pangkuannya ada gitar coklat yang tampak sudah sering digunakan. Dalam video, Wislay terlihat sedikit gugup saat mulai bernyanyi, namun suaranya…

Merdu.

Lembut dan penuh perasaan.

Alunan petikan gitarnya mengiringi lirik sederhana yang ia nyanyikan sendiri. Lagu itu berbicara tentang semangat, serta keinginan untuk melindungi orang terkasih dari luka dunia.

Gustro mendadak terpaku.

Suara Wislay seperti menyentuh bagian dirinya yang terdalam. Ada kehangatan dalam setiap getaran nada. Ada sesuatu yang seolah berkata, “Kau tidak sendirian.”

Tanpa sadar, ia berucap pelan, “Ternyata diluar dugaan. Dia bisa main gitar... dan suaranya… luar biasa. Gadis ini memang penuh kejutan.”

Ia tersenyum. Senyum yang tulus dan lembut. Sebelum matanya meredup sedikit, tenggelam dalam ingatan yang telah lama terkubur.

“Ibu…” Suara kecilnya memanggil.

Dalam bayangan kenangan itu, seorang bocah Gustro berdiri di sudut ruangan. Ibunya duduk di sebuah bangku panjang, dikelilingi alat musik: gitar, keyboard, dan mikrofon. Di tangan ibunya ada gitar. Ia memetiknya sambil bersenandung.

Suara wanita itu lembut, namun penuh semangat.

Gustro kecil terkekeh. “Ibu nyanyi bagus banget! Kayak orang-orang yang di TV!”

Ibunya tersenyum dan menyentuh kepala anak itu. “Terima kasih, Sayang.”

“Ngomong-ngomong... Aku jadi penasaran. Dulu… Kira-kira ibu cita-citanya jadi apa?”

Wanita itu terdiam sejenak. “Sebelum bertemu ayahmu… Ibu pernah ingin jadi idol. Menyanyi, menari, tampil di panggung besar... Tapi, hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana, ya.”

Gustro menatap ibunya yang tersenyum pahit.

“Ayahmu datang, menikahi ibu… dan semua berubah. Ibu bahagia kok, tapi… impian itu tetap ada, di sini.” Ia menunjuk dadanya.

Gustro kecil mengepalkan tangan. “Kalau gitu… aku aja yang jadi idol! Aku akan wujudin cita-cita Ibu!”

Wanita itu tertawa pelan dan memeluknya. “Kau anak yang baik, Gustro…”

Kembali ke masa kini, Gustro menghela napas panjang. Ingatan itu membuat hatinya menghangat sekaligus tersayat.

Ia menoleh ke layar ponselnya, menatap wajah Wislay yang berhenti menyanyi di akhir video dan memberi senyum canggung sambil berkata, “Maaf kalau fals ya.”

Gustro tertawa kecil. “Bahkan falsmu pun menyenangkan.”

Ia langsung mengetik balasan.

[Gustro: Suaramu bagus banget. Jujur, aku kaget dan... kagum. Bila ada waktu, gimana kalau kita duet? Aku main gitar, kau bernyanyi. Atau sebaliknya?]

Tak lama kemudian, ia menambahkan satu pesan lagi.

[Gustro: Karena sungguh, suaramu sangat indah. Seakan membuat siapapun yang mendengarnya, merasa hidup ini menjadi lebih berwarna.]

Gustro meletakkan ponsel di dada, memandang langit-langit kembali.

Perasaannya? Entah. Tapi satu hal pasti…

Gadis aneh itu perlahan mengisi bagian dalam hidupnya yang sebelumnya hampa. Dan tak tahu kenapa, ia tidak ingin hari-hari ke depan berlalu tanpa sosok seperti Wislay di sisinya.

~

1
Anonymous
ceritanya keren ih .....bagus/Bye-Bye/
Y A D O N G 🐳: Makasih lohh🥰
total 1 replies
😘cha cchy 💞
kak visual x dong juga. ..👉👈😩
😘cha cchy 💞
ini tentang lizkook kan...??
😘cha cchy 💞
kak kalo bisa ada fotonya kak biar gampang ber imajinasi...😁
😘cha cchy 💞: minta foto visual x juga nanti kak..😁🙏🙏
harus lizkook ya KK..😅😃
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!