Ayla adalah pembaca webnovel paling sinis yang pernah ada. Baginya, novel "Algoritma Hati Sang CEO" adalah sampah klise dengan plot hole yang menganga dimana-mana.
Apalagi soal CEO dingin yang tiba-tiba jatuh cinta pada pandangan pertama, dan villain yang otaknya tumpul setumpul pisau yang berkarat.
Stress dengan pekerjaannya sebagai CS entry level yang monoton, melampiaskan kekesalan pada novel adalah satu-satunya pelarian yang dimilikinya.
Tapi kutukan menimpanya!
Di tengah caci makinya pada sebuah plot hole konyol, Ayla mendapati pantulan dirinya di cermin perlahan berubah menjadi wajah asing yang tak ia kenali, seragam magang, dan sebuah kartu identitas yang menggantung dilehernya bertuliskan KARSA - RANI - INTERN.
Ayla bertransmigrasi kedalam novel yang paling ia benci sebagai Rani, seorang anak magang sial yang ditakdirkan dipecat karena alasan sepele.
Alya bertekad untuk membuktikan bahwa dirinya lebih pintar dari takdir bodoh yang penulis novel itu berikan untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hada Kamiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bisikan Laras dan Jaring Bima
Setelah insiden di ruang rapat, aura tegang masih menyelimuti divisi. Bima terlihat lebih diam, namun tatapan tajamnya sesekali melayang ke arah kubikel Rani, seolah mengancam. Ayla mengabaikannya, berusaha terlihat sibuk dengan tugasnya. Ia tahu Bima sedang memikirkan langkah selanjutnya.
"Rani, kamu... kamu yakin tidak apa-apa?" Laras berbisik di samping Ayla saat jam makan siang. Mereka sedang duduk di kantin Karsa yang ramai, jauh dari jangkauan telinga Bima. "Bima itu pendendam, loh. Aku pernah lihat dia menjebak karyawan lain sampai dipecat."
Ayla menyesap minumannya. "Aku tahu." Ia memang sudah tahu, dari novel. Tapi mendengar dari Laras langsung membuatnya merasa lebih nyata. "Ceritakan padaku. Apa saja yang dia lakukan?"
Laras mencondongkan tubuh, suaranya merendah. "Dulu ada karyawan namanya Dani. Dia menemukan bug di sistem validasi yang mirip seperti kasus ini. Dia laporkan hasil temuannya ke Bima. Eh, besoknya, Dani malah dituduh sengaja merusak sistem dan dipecat. Bima bilang, Dani sengaja membuat masalah biar kelihatan pintar. Padahal Dani itu rajin banget loh!" Laras menggelengkan kepala, masih kesal.
Ayla menyimak dengan serius. "Dani? Bug yang sama?" Ini menarik. "Apakah ada yang lain? Siapa saja yang terlibat dalam proyek validasi sistem itu selain Bima?"
Laras berpikir sejenak. "Setahuku, ada beberapa tim, tapi yang bertanggung jawab penuh memang Bima. Dia juga sering berkoordinasi langsung dengan Pak Arion untuk proyek-proyek penting. Katanya sih, Bima ini 'anak emas' Pak Arion."
"Anak emas Arion," gumam Ayla, mencatat dalam hati. Ini informasi penting. Koneksi Bima ke Arion semakin menegaskan bahwa villain utama itu memang Arion, dan Bima adalah salah satu pionnya. Ini juga menguatkan mengapa Arjuna harus bergerak secara sembunyi-sembunyi.
"Tapi kenapa Arjuna tiba-tiba campur tangan kemarin?" Laras bertanya, masih penasaran. "Aku belum pernah melihatnya peduli pada masalah magang seperti kita."
Ayla menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Mungkin dia memang melihat anomali itu. Atau mungkin..." ia sengaja menggantung kalimatnya, tidak ingin terlalu banyak menebak di depan Laras. "Dia punya alasannya sendiri."
Sepanjang makan siang, Laras terus bercerita tentang dinamika kantor. Tentang karyawan-karyawan yang tampak ramah tapi sebenarnya suka bergosip seperti Dian, staf administrasi di lantai tiga yang tahu segala informasi yang ada di Karsa, tentang tekanan dari proyek-proyek besar, dan bagaimana Arjuna itu sangat disegani tapi juga ditakuti karena sifatnya yang dingin dan misterius. Laras juga menyebutkan betapa Jarang sekali sang CEO, Arion muncul di lantai divisi mereka biasanya hanya terlihat di rapat besar atau acara perusahaan.
Ayla mendengarkan setiap detail, otaknya memproses setiap informasi seperti database yang lapar. Dia mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang jaring intrik yang ditenun oleh Bima dan bagaimana Arion bersembunyi di baliknya. Dan di tengah jaring itu, ada Arjuna, yang entah mengapa, telah memilih untuk menyelamatkannya.
"Kamu jadi tahu banyak ya Rani," kata Laras, menghela napas. "Kadang aku merasa ingin sekali bicara, tapi takut."
Ayla menatap Laras, wajah lugu namun bersemangat itu mengingatkannya pada betapa pasifnya Rani yang asli di novel. "Kalau kamu punya data yang valid, kamu tidak perlu takut," kata Ayla, suaranya tegas namun meyakinkan. "Yang perlu takut adalah orang yang menyembunyikan kebenaran."
Laras menatap Ayla, matanya berbinar. Ada percikan keberanian di sana, sesuatu yang belum pernah ada pada Rani sebelumnya.