Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terima Kasih Sudah Memberi Ibu Untuk Zen
Akhir pekan yang tidak terlalu menyenangkan bagi Melati, karena seharian ini dia akan melihat Zaidan yang berada di rumah. Membuat udara di sekitarnya seolah berkurang, atmosfer seolah berubah dingin ketika ada Zaidan di rumah.
Melati pergi ke Taman belakang rumah, menyiram tanaman yang mulai berbunga. Disampingnya ada Zenia yang ikut menyiram tanaman.
"Bunganya cantik ya, seperti Ibu"
Melati tersenyum, anak ini memang begitu menggemaskan dengan caranya berbicara yang pintar. "Iya Nak, bunga kalau terus di siram dan diberi pupuk pasti akan tumbuh dengan indah. Begitupun dengan Zenia, karena terus diberi makan maka akan tumbuh dengan cantik juga. Makanya jangan susah makan ya, nanti tidak tubuh cantik seperti bunga di Taman ini"
Zenia mengangguk dengan tersenyum lucu. "Iya Bu, Zen tidak akan susah makan. Sekarang makan sayuran juga mau, kan kata Ibu itu sehat"
"Nah iya, sayuran itu sehat dan bikin Zen makin cantik nanti"
Di sebuah sebuah meja bundar dekat kolam berenang, Zaidan terdiam dengan secangkir kopi di depannya. Melihat interaksi keduanya yang tidak seperti Ibu sambung dan anak sambung. Mereka justru terlihat seperti Ibu dan anak kandung.
Melati sebenarnya menyadari dengan keberadaan Zaidan disana dan menatapnya seperti itu. Hanya saja dia pura-pura tidak melihat. Karena apa? Tentu dia takut dengan tatapan setajam elang Zaidan padanya.
"Sudah ah, malah main air. Basah semua itu. Ayo mandi, habis itu kita sarapan"
"Hehe. Iya Ibu"
Melati menuntun Zenia untuk masuk ke dalam rumah. Baju gadis kecil itu basah karena main air saat menyiram tanaman. Melati memandikan Zenia dan mengganti pakaiannya. Menyisir rambutnya dan di biarkan tergerai begitu saja.
"Zen mau ke Papa dulu ya, Bu"
"Iya Sayang, Ibu mau mandi dulu ini"
Sementara Melati berlalu ke kamarnya, Zenia menghampiri Ayahnya yang berada di dekat kolam berenang.
"Papa"
Zaidan langsung menoleh, dia tersenyum pada anaknya. Langsung memangku Zenia dalam pangkuannya. "Em, anak Papa sudah wangi sekali. Sudah cantik juga"
"Iya, Zen dimandiin sama Ibu. Papa, terima kasih ya karena sudah memberikan Ibu untuk Zen. Sekarang Zen jadi bisa merasakan mandi sama Ibu dan makan disuapi Ibu"
Deg ... Zaidan terdiam mendengar ucapan anaknya barusan. Ternyata memilih Melati sebagai istri bayaran, adalah hal yang baik. Dimana Zenia bisa merasakan kasih sayang Ibu sejak dia harus besar tanpa seorang Ibu disampingnya.
"Papa" panggilan Zenia membuat Zaidan tersadar dari lamunannya, dia menoleh pada Zenia dan tersenyum pada anaknya itu. "Jangan biarkan Ibu pergi ya. Zen tidak mau kalau Ibu ikut pergi seperti Mama yang pergi dan tidak kembali"
Zaidan memejamkan matanya, hatinya begitu sakit mendengar ucapan anaknya barusan. Usia Zenia memang baru hampir 6 tahun. Tapi dia bisa berpikir lebih dewasa dari anak seusianya. Kenapa? Karena sudah terbiasa besar tanpa seorang Ibu dari kecil. Belum lagi dia yang harus mengerti ketika Ayahnya yang juga sibuk dengan pekerjaan.
"Ibu tidak akan pergi kemana pun" Suara lembut itu membuat Zaidan dan Zenia menoleh. Melati berjalan ke arah mereka sambil tersenyum dan berhenti tepat di depan mereka. "Ibu akan selalu menemani Zen, Ibu tidak akan pergi kemana pun. Hanya akan menemani Zen"
Zenia tersenyum mendengar itu, dia turun dari pangkuan Ayahnya dan beralih memeluk kaki Melati sambil mendongak menatap Ibunya itu. "Janji ya Bu? Zen, tidak mau kehilangan Ibu seperti kehilangan Mama"
Melati mengelus lembut kepala Zenia, dia tersenyum lembut pada gadis kecil itu. "Tentu saja, Ibu tidak akan berbohong. Apapun yang terjadi, Ibu akan tetap menjadi Ibunya Zen"
Ya, meski suatu saat Ibu akan bercerai dengan Papa kamu, Zen. Tapi kasih sayang Ibu tidak akan berubah. Biarkan Ibu tidak bersama dengan Papa kamu, tapi Ibu akan selalu menjadi Ibu kamu dan selalu menyayangi kamu.
Melati terlanjur sayang pada anak sambungnya ini. Gadis kecil yang besar tanpa sosok seorang Ibu, tentu saja membuatnya sangat iba. Melati saja yang ditinggalkan Ayahnya di usia yang sudah dewasa, masih begitu sakit dan seolah semuanya berubah menjadi berat baginya. Apalagi Zenia yang ditinggalkan sejak bayi.
"Yaudah sekarang sarapan dulu" Melati melirik ke arah Zaidan yang hanya diam sejak kedatangannya. "Em, mau sarapan bareng? Aku lihat hanya minum kopi saja untuk sarapan. Itu tidak sehat, bagaimana kalau sekarang sarapan bareng?"
Zaidan hanya mengangkat alisnya, lalu dia beranjak dari duduknya. Berjalan mengikuti istri dan anaknya.
Dan pagi ini dia merasakan suasana yang berbeda di ruang makan. Dimana keluarga kecil ini sarapan bersama. Bahkan Pak Than dan para pelayan juga merasakan suasana yang berbeda itu. Dimana melihat Melati yang mampu membawa sebuah perubahan pada rumah yang dingin dan sepi ini.
"Tuan Muda akhirnya mau sarapan" ucap Pak Than di balik dinding, rasanya senang melihat sedikit perubahan pada Tuannya yang sudah menjalani kehidupan yang sepi selama bertahun-tahun.
Melati memakan sandwich yang dibuatkan Pak Than ini dengan tenang. Sesekali mencuri pandang pada Zaidan yang duduk di depannya. Setelah menikah satu minggu ini, dia baru melihat Zaidan yang memakan sarapan.
Aku mengakui kalau dia begitu tampan. Tapi, kenapa harus begitu dingin dan menyeramkan sih.
Melati kembali fokus pada makanannya, dan benar-benar tidak ada percakapan di ruang makan ini. Sampai suara seseorang membuat mereka semua kehilangan fokus.
"Zenia"
Amelia muncul dengan Lina yang mengikutinya dibelakang. Lina mengangguk sopan pada Zaidan dan Melati. "Sudah janji, ayo jalan-jalan sama Tante"
Zenia terlihat sangat bahagia, Amelia menepati janjinya untuk membawa Zenia pergi jalan-jalan saat akhir pekan ini. "Iya Tante, ayo. Tapi Zen habiskan sarapan dulu"
"Oke"
Amelia beralih duduk disamping Zaidan seperti biasa. "Kak, aku diterima dong di Perusahaan Kakak. Ini murni karena keahlianku ya, bukan karena Kakak adalah sepupuku"
"Baguslah, kau harus bekerja dengan baik. Ingat Paman memintaku untuk memata-matai kamu"
Amelia langsung cemberut mendengar itu, sepertinya memang dia tidak bisa menjadi anak yang manja lagi sekarang. "Iya, aku akan berusaha keras untuk menjadi karyawan yang baik. Lagian tidak ada yang tahu kalau aku anaknya Ayah dan saudara sepupu Kak Zaidan"
"Tentu saja, semua identitas keluarga Fernandez akan tersembunyi sampai waktunya di publish. Kau lupa, aku juga tidak ada yang tahu saat sebelum jadi pemimpin Perusahaan. Siapa yang tahu aku? Saat bersama Diana pun, belum ada yang tahu jika aku adalah keluarga Fernandez"
Amelia mengangguk, memang begitu kebiasaan keluarganya. Menyembunyikan identitas penerus mereka, sampai benar-benar siap untuk mewarisi apa yang harus diwarisi. Ketika siap menjadi pemimpin, maka baru publik akan tahu jika mereka adalah keluarga Fernandez. Selama waktu itu belum tepat, maka tidak akan ada yang tahu tentangnya.
Melati hanya diam mendengarkan, sedikit takjub dengan ucapan Zaidan barusan. Keluarga ini memang cukup berpengaruh di kota ini. Bahkan banyak kalangan yang membicarakan tentang kesukseskan keluarga ini di beberapa bidang dan proyek yang dijalankan Perusahaannya. Dan Melati tidak pernah menyangka jika sekarang dia berada di dalam keluarga ini.
Benar-benar seperti masuk ke dunia yang berbeda aku ini. Dia dan keluarganya memang mempunyai pengaruh yang cukup hebat di kota ini. Lah, aku siapa? Hanya seorang gadis biasa. Hiks. Kenapa aku merasa sangat miskin sekarang.
Bersambung
Tapi tidak menabung bab
nextttt thor.....