Menceritakan kisah seorang anak laki-laki yang menjadi korban kekejaman dunia beladiri yang kejam. Desa kecil miliknya di serang oleh sekelompok orang dari sekte aliran sesat dan membuatnya kehilangan segalanya.
Di saat dia mencoba menyelamatkan dirinya, dia bertemu dengan seorang kultivator misterius dan menjadi murid kultivator tersebut.
Dari sinilah semuanya berubah, dan dia bersumpah akan menjadi orang yang kuat dan menapaki jalan kultivasi yang terjal dan penuh bahaya untuk membalaskan dendam kedua orangtuanya.
Ikuti terus kisah selengkapnya di PENDEKAR KEGELAPAN!
Tingkatan kultivasi :
Foundation Dao 1-7 Tahapan bintang
Elemental Dao 1-7 Tahapan bintang
Celestial Dao 1-7 Tahapan bintang
Purification Dao 1-7 Tahapan bintang
Venerable Dao 1-7 Tahapan bintang
Ancestor Dao 1-7 tahapan bintang
Sovereign Dao 1-7 tahapan bintang
Eternal Dao Awal - Menengah - Akhir
Origin Dao Awal - menengah - akhir
Heavenly Dao
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DANTE-KUN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 20
Pagi itu, Acheng melangkah masuk ke sebuah kedai makan yang cukup ramai. Bau harum dari roti panggang dan sup rempah menyambutnya begitu ia melewati pintu kayu yang berderit. Tempat itu dipenuhi pengunjung dari berbagai lapisan, mulai dari pedagang, petualang, hingga beberapa kultivator yang tampaknya hanya ingin mengisi perut sebelum melanjutkan perjalanan.
Acheng mengambil tempat duduk di sudut yang cukup tenang, mengenakan tudung hitamnya seperti biasa. Pelayan segera menghampiri, seorang wanita muda dengan senyum ramah.
"Apa yang ingin Tuan pesan pagi ini?" tanyanya sopan.
"Roti panggang, sup rempah, dan sebotol anggur." Jawaban Acheng singkat, suaranya rendah namun penuh wibawa.
Pelayan itu mengangguk dan segera bergegas menyiapkan pesanannya. Sambil menunggu, Acheng duduk dengan tenang, memandang sekeliling tanpa terlalu memperhatikan. Suasana kedai cukup hidup dengan obrolan dari berbagai meja bercampur menjadi satu.
Di meja sebelahnya, beberapa pria dan wanita tampak berbincang serius, tetapi nada suara mereka cukup keras sehingga Acheng tidak bisa mengabaikannya sepenuhnya.
"Kau dengar? Asosiasi Mata Langit dihancurkan semalam oleh pria misterius!" Salah satu pria, seorang pedagang gemuk dengan janggut lebat, membuka topik dengan antusias.
"Ah, aku dengar tentang itu!" sahut seorang wanita yang tampak seperti pedagang rempah. "Bukan hanya dihancurkan, katanya seluruh anggota asosiasi itu tewas mengenaskan. Dan kau tahu yang lebih mengejutkan? Pria itu dikatakan adalah orang yang satu bulan lalu bertarung dengan tujuh tetua Sekte Bintang Darah!"
"Benar-benar gila! Bagaimana bisa satu orang melawan tujuh tetua itu? Dan sekarang dia menghancurkan asosiasi? Dia pasti iblis yang menyamar sebagai manusia!" Pria gemuk itu berseru dengan nada takut-takut.
Acheng yang mendengar percakapan itu hanya mengangkat alis tipis di balik tudungnya. Ia mengambil roti panggang yang baru saja dihidangkan, mencelupkannya ke dalam sup, dan mulai makan dengan tenang.
"Aku dengar dia adalah pria tinggi, dengan rambut panjang hitam pekat. Sangat tampan, katanya, seperti pangeran dari kerajaan jauh," seorang wanita muda menambahkan sambil terkikik.
Acheng hampir tersedak mendengar komentar itu. Ia menahan diri untuk tidak menunjukkan reaksi apa pun dan hanya meminum anggurnya perlahan, mencoba tetap tenang.
"Tampan? Lebih seperti iblis daripada pangeran, kalau kau tanya aku," sahut pria gemuk tadi, geleng-geleng kepala. "Kau tahu apa lagi? Mereka bilang dia tidak punya belas kasihan. Bahkan wanita pun tidak luput dari tangannya. Orang seperti itu lebih baik dijauhi."
Acheng memutar matanya, meskipun wajahnya tetap tenang. "Setidaknya aku bisa membuat kalian semua sibuk dengan gosip," pikirnya sambil menyeka sudut bibirnya dengan kain.
Obrolan di meja sebelah terus berlanjut, semakin liar dengan spekulasi yang tak berujung. Sementara itu, Acheng tetap fokus menikmati makanannya, menghirup sup rempah dengan tenang, lalu meminum anggurnya perlahan. Dalam hati, ia mulai merencanakan langkah selanjutnya.
"Aku butuh lebih banyak sumber daya," gumamnya pelan, suara itu hanya cukup terdengar di telinganya sendiri. "Bintang dua Dao Ancestor tak akan bisa kuraih hanya dengan duduk dan makan seperti ini."
Selesai dengan makanannya, Acheng meletakkan dua koin perak di meja dan bangkit perlahan. Sebelum pergi, ia melirik ke meja sebelah, lalu melangkah keluar tanpa sepatah kata pun. Orang-orang di meja itu tak menyadari bahwa pria yang menjadi pusat gosip mereka barusan telah berlalu begitu saja.
Di luar, Acheng memasang tudungnya lebih rapat dan menghilang ke keramaian kota.
...
Acheng melangkah mantap memasuki Paviliun Phoenix Emas, tempat perdagangan terbesar di Kota Liyang. Bangunan ini menjulang megah dengan desain yang mencolok: ukiran naga emas melilit pilar-pilarnya dan pancaran cahaya dari lampion-lampion kristal memenuhi seluruh area dengan nuansa keemasan. Tempat itu ramai dengan para pedagang, kultivator, dan kolektor artefak yang berlalu-lalang, masing-masing sibuk mencari barang yang mereka inginkan.
Acheng melangkah masuk dengan tenang, mengenakan jubah hitam dengan tudung yang menutupi sebagian besar wajahnya. Matanya menyapu seluruh ruangan, mencari meja atau rak yang menawarkan barang-barang yang ia butuhkan.
Saat ia berjalan menuju meja yang memajang pil-pil berkelas, suara tawa keras tiba-tiba terdengar di belakangnya.
"Hei, siapa suruh berdiri di tengah jalan, hah? Apa kau tidak lihat siapa yang lewat di sini?" Suara itu milik seorang pria muda dengan jubah mewah berwarna biru tua, dihiasi bordiran emas. Di belakangnya, dua pria lain yang tampaknya adalah pengawalnya mengikuti sambil memasang ekspresi mengejek.
Acheng hanya melirik sekilas, lalu mengabaikan mereka.
"Tch, dasar orang udik," pria itu mendengus, lalu melewatinya dengan sengaja menabrakkan bahunya ke arah Acheng.
Acheng tetap diam, melangkah maju ke meja penjual pil.
"Tuan, apakah ada pil kelas lima yang bisa meningkatkan energi Dao atau membantu mempercepat kultivasi?" tanya Acheng pada penjaga meja dengan nada datar.
Sebelum penjaga itu sempat menjawab, pria muda tadi kembali menghampiri, kali ini dengan langkah besar yang penuh kesombongan.
"Hah! Kau pikir siapa dirimu? Orang seperti kau berani bertanya tentang pil kelas lima? Pil itu hanya untuk kultivator yang benar-benar berkelas. Bukan untuk orang rendahan seperti kau."
Pria itu tertawa keras, disusul dua pengawalnya. Orang-orang di sekitar mulai memperhatikan, membuat suasana menjadi sedikit tegang.
Acheng menghentikan napasnya sejenak. Tatapannya dingin seperti es. Ia mencoba mengendalikan dirinya, mengingat aturan kota yang melarang pertarungan tanpa izin. Namun, pria muda itu terus memancing.
"Apa kau tuli? Atau mungkin kau benar-benar idiot? Hahaha! Bahkan jubah hitammu itu terlihat seperti kain bekas!"
Acheng berbalik perlahan, menatap pria itu dengan mata yang kini bersinar dengan aura mengintimidasi.
"Cukup."
Aura gelap mulai menyelimuti tubuh Acheng. Tekanan berat memenuhi ruangan, membuat udara seolah menjadi lebih padat. Dalam sekejap, pria muda itu langsung berlutut, wajahnya memucat, dan tubuhnya bergetar.
"A-apa yang kau lakukan? L-lepaskan aku!" Pria itu memohon, suaranya terdengar gemetar.
Acheng melangkah mendekat, suaranya rendah dan penuh ancaman.
"Ini peringatan. Jangan mengganggu orang yang bahkan tidak kau kenal. Jika bukan karena aturan kota ini, kau sudah kehilangan satu tangan dan kaki saat ini."
Pria arogan yang hanya berada di Ranah Dao Celestial bintang 3 itupun tidak mampu menahan tekanan aura Acheng.
Pria itu langsung memohon ampun dengan tergesa-gesa. "A-aku salah, Tuan! Maafkan aku! Aku tidak tahu siapa Anda!" di dalam hatinya, dia berpikir bahwa sosok yang ada di hadapannya saat ini mungkin sosok penting yang tidak seharusnya dia singgung.
Acheng menatapnya dingin tanpa berkata-kata. Pria itu, yang merasa semakin ketakutan, buru-buru mengeluarkan kantong kulit dari cincin penyimpanannya.
"T-tolong terima ini, Tuan. Sebagai permintaan maafku!" Pria itu menyerahkan kantong berisi koin emas dalam jumlah besar, lalu perlahan mundur sambil membungkuk berulang kali.
Pengunjung lain yang menyaksikan kejadian itu mulai berbisik-bisik.
"Siapa dia? Bahkan putra keluarga Fei pun berlutut seperti anjing di hadapannya!"
"Hanya orang dengan kekuatan luar biasa yang bisa membuat putra Fei ketakutan seperti itu."
Acheng hanya mengambil kantong itu tanpa berkata-kata, lalu menyimpannya di cincin penyimpanan. Pria muda itu dan dua bawahannya langsung pergi dengan langkah terburu-buru, wajah mereka pucat pasi.
Acheng, dengan wajah tetap tanpa ekspresi, kembali mengalihkan perhatian ke penjaga meja.
"Tuan, pil yang tadi aku tanyakan, apakah masih tersedia?"
Penjaga meja, yang sejak tadi menyaksikan semua kejadian itu dengan mata melebar, segera mengangguk dengan gugup. "Y-ya, tentu saja, Tuan. Silakan dilihat-lihat."
Acheng melirik rak yang tersedia, memilih pil yang ia perlukan dengan tenang, seolah tidak ada yang terjadi.
Ma arti nya mamak/ibu perempuan ,, Pa PPA)ayah laki.